Sunday, 1 June 2014

Presiden Harapanku - Neraca Kepresidenan

Menghadapi pemilu 2014, tentu masyarakat tidak ingin lagi mengalami kekecewaan dalam memilih presidennya seperti pemilu-pemilu sebelumnya. Sudah cukup rasanya ketika rakyat menaruh harapan terhadap presiden yang dipilihnya, ternyata jauh panggang dari api. Sudah berapa banyak kita menyaksikan presiden yang dipilih didemo dan dituntut mundur oleh rakyatnya sendiri. Ada ketidakpuasan yang terpancar, ada penyesalan yang diungkapkan, ada kesalahan yang secara perlahan diakui dalam pemilihan presiden sebelumnya. Namun anehnya siklus itu selalu terulang.

Oleh karenanya agar pada pemilu 2014 ini tidak lagi mengulangi kekhilafan seperti pemilu-pemilu sebelumnya, perlu kiranya kita merenungkan kriteria presiden yang akan kita pilih. Sebuah kriteria yang memiliki parameter untuk menentukan seorang presiden. Jadi ada baiknya kita membuat sebuah neraca yang mampu mengukur kualitas kepresidenan seseorang di bumi Indonesia ini sebelum dia dipilih. Dengan neraca itu maka akan jelaslah ukuran seorang presiden yang jangan lagi hanya didasarkan kepada kualitas pencitraan dan tingginya rating berita terhadap diri sang calon.

Kualitas ketokohan dan kepemimpinan seseorang bukanlah sesuatu yang bisa dibeli. Tidak juga dia bisa dibuat-buat melalui program-program dan penggambaran di media massa. Kualitas ketokohan dan kepantasan untuk menjadi seorang presiden adalah sesuatu yang memancar dari dalam diri dan memberikan kebaikan kepada orang lain. Sehingga dia mampu menggerakkan seluruh bangsa Indonesia untuk saling bergotong royong membangun bangsa. Setidaknya ada 3 hal yang bisa menjadi parameter dalam neraca seorang presiden, yaitu :
  1. KeIndonesiaan
Merupakan sebuah hal yang sangat luar biasa untuk bisa menjadi presiden di Indonesia. Bagaimana tidak? Negara ini merupakan bangsa majemuk yang membentang dari Sabang sampai Merauke. Dengan jumlah penduduk sekitar 240 juta jiwa tersebar pada 17.504  pulau, terdiri dari 300 suku bangsa yang berkomunikasi melalui 546 bahasa. Oleh karenanya presiden Indonesia haruslah orang yang mempunyai jiwa keIndonesiaan yang tertanam kuat di dalam dirinya.

Jiwa keIndonesiaan itu menjelma ke dalam empat pilar berbangsa dan bernegara. Di mana NKRI sebagai rumah bersama yang menaungi seluruh rakyat Indonesia beserta teritorial dan budayanya. Pancasila sebagai landasan ideologinya yang menjamin bangsa ini memiliki karakter yang kuat. UUD 1945 sebagai sarana pengendalian sosial yang menjabarkan pancasila ke dalam konstitusi. Dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai tali pengikat kerukunan dalam persatuan dan kesatuan bangsa.
  1. Kemodernan
Selanjutnya, Presiden Indonesia haruslah orang yang mampu mengikuti perkembangan jaman. Dengan kata lain presiden yang mampu memodernkan bangsa sehingga menjadi bangsa yang maju. Perubahan sebuah bangsa harus dimulai dari presidennya yang memberikan contoh ke arah peradaban yang lebih baik. Santun dan berbudaya namun juga cerdas dan mampu menerima hal-hal baru secara logis untuk kemudian mengolahnya menjadi budaya modern.

Moderninsasi ini dimulai dari cara berpikir yang secara ilmiah dan rasional mampu mengelola informasi menjadi sebuah keputusan yang tepat. Informasi tersebar secara merata yang akan membuat komunikasi bisa terjalin secara seimbang. Dengan demikian kebebasan pers dan media secara mutlak sangat diperlukan. Sehingga akan menciptakan suatu sistem administrasi dan birokrasi negara yang terorganisir secara baik dengan disiplin tinggi dan efisiensi kerja. Lalu desentralisasi wewenang dalam pelaksanaan masalah-masalah sosial guna menghindari politik kepentingan antar golongan.
  1. Kemanusiaan
Terakhir, Presiden Indonesia haruslah seorang manusia. Manusia yang seperti apa? Manusia yang seutuhnya manusia, tidak hanya raganya, namun jiwa, hati dan pikirannya haruslah juga seorang manusia sejati yang sesuai dengan fitrahnya untuk berlaku lurus dan adil. Kebaikan adalah watak dasar manusia di mana sejahat apapun seseorang pasti menginginkan sebuah kebaikan terhadap orang yang dia sayangi atau setidaknya untuk dirinya sendiri.

Kebaikan ini harus menjelma di setiap pikiran, ucapan dan tindakannya. Dengan demikian maka keadilan adalah rasa yang paling tinggi di dalam perilakunya. Seorang presiden yang manusiawi tidak akan membiarkan kejahatan dan ketidakadilan terjadi. Melalui kekuatan dan kekuasaannya sebagai seorang presiden maka dia akan mampu mengatasi ketidakadilan tersebut dengan tangannya.

Kemanusiaan ini merupakan penengah dari keIndonesiaan dan Kemodernan. keIndonesiaan  sendiri akan menjadikan diri seseorang begitu nasionalis yang cenderung mengarah pada nasionalis buta. Nasionalis jenis ini bisa mengantarkan kita menjadi bangsa yang angkuh seperti para kolonialis yang atas nama kejayaan negara dan rasa nasionalismenya merampas hak dan kedaulatan bangsa lain. Sedangkan kemodernan akan menjadikan bangsa kita begitu liberal sehingga melupakan akar budaya bangsa yang menjadi identitas secara turun temurun. Sejarah telah mencatat bagaimana Orde Lama dengan jiwa nasionalismenya yang kuat, pun begitu Orde baru dengan semangat modernitas pembangunannya yang tinggi. Dan kita pun telah sama-sama dipertontonkan akan akhir dari sejarah kedua orde tersebut.

Dengan kemanusiaan seorang presiden akan mampu menerapkan jiwa KeIndonesiaan dan semangat kemodernan dengan adil. Mengkomposisikannya secara sesuai agar bangsa Indonesia tidak tertinggal dengan bangsa maju lainnya, namun melalui cara yang pas dengan karakter bangsa Indonesia, yang jangan sampai tercerabut dari akar budaya nenek moyang dan filosofi para pendiri bangsanya.

Demikianlah neraca kepresidenan di Indonesia. Oleh karena itu sebelum memilih presiden timbanglah dulu seberapa Indonesia jiwanya, seberapa Modern visi dan misinya serta seberapa manusiawi perangainya. Pilihlah presiden yang bobot neraca kepresidenannya tertinggi, sukur-sukur kalau ada yang sempurna. Dan bolehlah kita berharap untuk Indonesia yang lebih baik.

No comments:

Post a Comment