Menghadapi pemilu 2014, tentu masyarakat tidak ingin lagi mengalami
kekecewaan dalam memilih presidennya seperti pemilu-pemilu sebelumnya.
Sudah cukup rasanya ketika rakyat menaruh harapan terhadap presiden yang
dipilihnya, ternyata jauh panggang dari api. Sudah berapa banyak kita
menyaksikan presiden yang dipilih didemo dan dituntut mundur oleh
rakyatnya sendiri. Ada ketidakpuasan yang terpancar, ada penyesalan yang
diungkapkan, ada kesalahan yang secara perlahan diakui dalam pemilihan
presiden sebelumnya. Namun anehnya siklus itu selalu terulang.
Oleh karenanya agar pada pemilu 2014 ini tidak lagi mengulangi kekhilafan seperti pemilu-pemilu sebelumnya, perlu kiranya kita merenungkan kriteria presiden yang akan kita pilih. Sebuah kriteria yang memiliki parameter untuk menentukan seorang presiden. Jadi ada baiknya kita membuat sebuah neraca yang mampu mengukur kualitas kepresidenan seseorang di bumi Indonesia ini sebelum dia dipilih. Dengan neraca itu maka akan jelaslah ukuran seorang presiden yang jangan lagi hanya didasarkan kepada kualitas pencitraan dan tingginya rating berita terhadap diri sang calon.
Kualitas ketokohan dan kepemimpinan seseorang bukanlah sesuatu yang bisa dibeli. Tidak juga dia bisa dibuat-buat melalui program-program dan penggambaran di media massa. Kualitas ketokohan dan kepantasan untuk menjadi seorang presiden adalah sesuatu yang memancar dari dalam diri dan memberikan kebaikan kepada orang lain. Sehingga dia mampu menggerakkan seluruh bangsa Indonesia untuk saling bergotong royong membangun bangsa. Setidaknya ada 3 hal yang bisa menjadi parameter dalam neraca seorang presiden, yaitu :
Jiwa keIndonesiaan itu menjelma ke dalam empat pilar berbangsa dan bernegara. Di mana NKRI sebagai rumah bersama yang menaungi seluruh rakyat Indonesia beserta teritorial dan budayanya. Pancasila sebagai landasan ideologinya yang menjamin bangsa ini memiliki karakter yang kuat. UUD 1945 sebagai sarana pengendalian sosial yang menjabarkan pancasila ke dalam konstitusi. Dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai tali pengikat kerukunan dalam persatuan dan kesatuan bangsa.
Moderninsasi ini dimulai dari cara berpikir yang secara ilmiah dan rasional mampu mengelola informasi menjadi sebuah keputusan yang tepat. Informasi tersebar secara merata yang akan membuat komunikasi bisa terjalin secara seimbang. Dengan demikian kebebasan pers dan media secara mutlak sangat diperlukan. Sehingga akan menciptakan suatu sistem administrasi dan birokrasi negara yang terorganisir secara baik dengan disiplin tinggi dan efisiensi kerja. Lalu desentralisasi wewenang dalam pelaksanaan masalah-masalah sosial guna menghindari politik kepentingan antar golongan.
Kebaikan ini harus menjelma di setiap pikiran, ucapan dan tindakannya. Dengan demikian maka keadilan adalah rasa yang paling tinggi di dalam perilakunya. Seorang presiden yang manusiawi tidak akan membiarkan kejahatan dan ketidakadilan terjadi. Melalui kekuatan dan kekuasaannya sebagai seorang presiden maka dia akan mampu mengatasi ketidakadilan tersebut dengan tangannya.
Kemanusiaan ini merupakan penengah dari keIndonesiaan dan Kemodernan. keIndonesiaan sendiri akan menjadikan diri seseorang begitu nasionalis yang cenderung mengarah pada nasionalis buta. Nasionalis jenis ini bisa mengantarkan kita menjadi bangsa yang angkuh seperti para kolonialis yang atas nama kejayaan negara dan rasa nasionalismenya merampas hak dan kedaulatan bangsa lain. Sedangkan kemodernan akan menjadikan bangsa kita begitu liberal sehingga melupakan akar budaya bangsa yang menjadi identitas secara turun temurun. Sejarah telah mencatat bagaimana Orde Lama dengan jiwa nasionalismenya yang kuat, pun begitu Orde baru dengan semangat modernitas pembangunannya yang tinggi. Dan kita pun telah sama-sama dipertontonkan akan akhir dari sejarah kedua orde tersebut.
Dengan kemanusiaan seorang presiden akan mampu menerapkan jiwa KeIndonesiaan dan semangat kemodernan dengan adil. Mengkomposisikannya secara sesuai agar bangsa Indonesia tidak tertinggal dengan bangsa maju lainnya, namun melalui cara yang pas dengan karakter bangsa Indonesia, yang jangan sampai tercerabut dari akar budaya nenek moyang dan filosofi para pendiri bangsanya.
Demikianlah neraca kepresidenan di Indonesia. Oleh karena itu sebelum memilih presiden timbanglah dulu seberapa Indonesia jiwanya, seberapa Modern visi dan misinya serta seberapa manusiawi perangainya. Pilihlah presiden yang bobot neraca kepresidenannya tertinggi, sukur-sukur kalau ada yang sempurna. Dan bolehlah kita berharap untuk Indonesia yang lebih baik.
Oleh karenanya agar pada pemilu 2014 ini tidak lagi mengulangi kekhilafan seperti pemilu-pemilu sebelumnya, perlu kiranya kita merenungkan kriteria presiden yang akan kita pilih. Sebuah kriteria yang memiliki parameter untuk menentukan seorang presiden. Jadi ada baiknya kita membuat sebuah neraca yang mampu mengukur kualitas kepresidenan seseorang di bumi Indonesia ini sebelum dia dipilih. Dengan neraca itu maka akan jelaslah ukuran seorang presiden yang jangan lagi hanya didasarkan kepada kualitas pencitraan dan tingginya rating berita terhadap diri sang calon.
Kualitas ketokohan dan kepemimpinan seseorang bukanlah sesuatu yang bisa dibeli. Tidak juga dia bisa dibuat-buat melalui program-program dan penggambaran di media massa. Kualitas ketokohan dan kepantasan untuk menjadi seorang presiden adalah sesuatu yang memancar dari dalam diri dan memberikan kebaikan kepada orang lain. Sehingga dia mampu menggerakkan seluruh bangsa Indonesia untuk saling bergotong royong membangun bangsa. Setidaknya ada 3 hal yang bisa menjadi parameter dalam neraca seorang presiden, yaitu :
- KeIndonesiaan
Jiwa keIndonesiaan itu menjelma ke dalam empat pilar berbangsa dan bernegara. Di mana NKRI sebagai rumah bersama yang menaungi seluruh rakyat Indonesia beserta teritorial dan budayanya. Pancasila sebagai landasan ideologinya yang menjamin bangsa ini memiliki karakter yang kuat. UUD 1945 sebagai sarana pengendalian sosial yang menjabarkan pancasila ke dalam konstitusi. Dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai tali pengikat kerukunan dalam persatuan dan kesatuan bangsa.
- Kemodernan
Moderninsasi ini dimulai dari cara berpikir yang secara ilmiah dan rasional mampu mengelola informasi menjadi sebuah keputusan yang tepat. Informasi tersebar secara merata yang akan membuat komunikasi bisa terjalin secara seimbang. Dengan demikian kebebasan pers dan media secara mutlak sangat diperlukan. Sehingga akan menciptakan suatu sistem administrasi dan birokrasi negara yang terorganisir secara baik dengan disiplin tinggi dan efisiensi kerja. Lalu desentralisasi wewenang dalam pelaksanaan masalah-masalah sosial guna menghindari politik kepentingan antar golongan.
- Kemanusiaan
Kebaikan ini harus menjelma di setiap pikiran, ucapan dan tindakannya. Dengan demikian maka keadilan adalah rasa yang paling tinggi di dalam perilakunya. Seorang presiden yang manusiawi tidak akan membiarkan kejahatan dan ketidakadilan terjadi. Melalui kekuatan dan kekuasaannya sebagai seorang presiden maka dia akan mampu mengatasi ketidakadilan tersebut dengan tangannya.
Kemanusiaan ini merupakan penengah dari keIndonesiaan dan Kemodernan. keIndonesiaan sendiri akan menjadikan diri seseorang begitu nasionalis yang cenderung mengarah pada nasionalis buta. Nasionalis jenis ini bisa mengantarkan kita menjadi bangsa yang angkuh seperti para kolonialis yang atas nama kejayaan negara dan rasa nasionalismenya merampas hak dan kedaulatan bangsa lain. Sedangkan kemodernan akan menjadikan bangsa kita begitu liberal sehingga melupakan akar budaya bangsa yang menjadi identitas secara turun temurun. Sejarah telah mencatat bagaimana Orde Lama dengan jiwa nasionalismenya yang kuat, pun begitu Orde baru dengan semangat modernitas pembangunannya yang tinggi. Dan kita pun telah sama-sama dipertontonkan akan akhir dari sejarah kedua orde tersebut.
Dengan kemanusiaan seorang presiden akan mampu menerapkan jiwa KeIndonesiaan dan semangat kemodernan dengan adil. Mengkomposisikannya secara sesuai agar bangsa Indonesia tidak tertinggal dengan bangsa maju lainnya, namun melalui cara yang pas dengan karakter bangsa Indonesia, yang jangan sampai tercerabut dari akar budaya nenek moyang dan filosofi para pendiri bangsanya.
Demikianlah neraca kepresidenan di Indonesia. Oleh karena itu sebelum memilih presiden timbanglah dulu seberapa Indonesia jiwanya, seberapa Modern visi dan misinya serta seberapa manusiawi perangainya. Pilihlah presiden yang bobot neraca kepresidenannya tertinggi, sukur-sukur kalau ada yang sempurna. Dan bolehlah kita berharap untuk Indonesia yang lebih baik.
No comments:
Post a Comment