Berawal dari dua huruf kembar non identik alias berlainan rupa,
bentuk dan tidak memiliki makna kata. Huruf yang satu “P” dan yang
satunya lagi adalah “J”. Untuk menemukan sebuah makna kata. Seperti
halnya manusia, yang hidup membutuhkan peran manusia lainnya, sebuah
huruf pun membutuhkan rangkaian huruf lainnya. Keduanya membutuhkan
huruf-huruf lainnya untuk menyusun sebuah kata. Apa jadinya bila
manusia berbicara dengan yang lainnya hanya mengunakan huruf, bukan
sebuah kata, kalimat dan paragraf maka akan terjadi kekosongan hidup.
Akhirnya rangkaian huruf ditemukan. Satu persatu disusun merapat membentuk suatu barisan pada satu meja terpisah. dengan telaten, huruf itu pun dibaca lewat sebuah kaca pembesar. Terlihat dengan jelas huruf “P” dengan ajaib beranak pinak menyusun sendiri kata “PRABOWO. Sedangkan pada meja yang lain huruf “J” mengurai merangkai sendiri menjadi kata “JOKOWI” .
Kini kata “PRABOWO” dan “JOKOWI” bersemayam damai di hati para fansnya. Namun demikian, para fansnya mulai terganggu ketika terjadi korsleting listrik pada aliran di otaknya. Ada sesuatu seolah jiwanya terancam. Fans PRABOWO menuduh fans JOKOWI penyebabnya. fans JOKOWI melakukan pembelaan malah berbalik menuduh Fans PRABOWO telah memfitnahnya. Inilah sinetron yang sedang disajikan kepada masyarakat Indonesia saat ini. Makna kata yang tadinya dianggap biasa menjadi sebuah kebahagian yang semu. Kebahagaian yang melahirkan fanatisme buta.
Makna kata itu tidak saja menimbulkan korsleting listrik tetapi sudah memicu serangan otak. Otak manusia Indonesia yang tadinya diam membeku menjadi aktif menggelegak panas naik menuju ubun-ubun. Sementara aliran darah di jantungnya berdenyut cepat mengerutkan kening dalam-dalam, bau darah kebencian mulai tercium anyir membawa tanda-tanda ketidaksukaan dan ketidakpuasan diantara para fans tersebut.
Tanpa menunggu lama, otak itu meletus. Tanda-tandanya terucap lewat mulut. Lewat mulutlah ditumpahkan sumpah serapah, caci maki, iri dengki, dendam membara, padahal dendam itu telah mati suri sepuluh tahun yang lalu. Semuanya terekam lewat media televisi, koran, twitter, facebook dan sebagainya. Lalu dipublikasikan ke publik menjadi kampanye hitam. Kampanye hitam terjerembab masuk mencari ruang pembenaran di warung-warung kopi. Pos ronda, kantor-kantor dan di area-area kampanye.
Makna kata dari kedua kata tersebut telah menjadi magnet yang melebarkan jurang permusuhan di antara fans Prabowo dan fans Jokowi. Fans Prabowo adalah anti thesis dari fans Jokowi begitu pula sebaliknya. Keduanya bersaing dalam satu kotak persaingan bermerk “Capres” . Kotak itu akan ditumpahkan ruahkan dan disebar luaskan keseluruh pelosok negeri ini pada 9 Juli nanti. Begitu mahalnya, harga sebuah demokrasi, hingga manusia Indonesia harus melacurkan diri pada fanatisme buta.
Akhirnya rangkaian huruf ditemukan. Satu persatu disusun merapat membentuk suatu barisan pada satu meja terpisah. dengan telaten, huruf itu pun dibaca lewat sebuah kaca pembesar. Terlihat dengan jelas huruf “P” dengan ajaib beranak pinak menyusun sendiri kata “PRABOWO. Sedangkan pada meja yang lain huruf “J” mengurai merangkai sendiri menjadi kata “JOKOWI” .
Kini kata “PRABOWO” dan “JOKOWI” bersemayam damai di hati para fansnya. Namun demikian, para fansnya mulai terganggu ketika terjadi korsleting listrik pada aliran di otaknya. Ada sesuatu seolah jiwanya terancam. Fans PRABOWO menuduh fans JOKOWI penyebabnya. fans JOKOWI melakukan pembelaan malah berbalik menuduh Fans PRABOWO telah memfitnahnya. Inilah sinetron yang sedang disajikan kepada masyarakat Indonesia saat ini. Makna kata yang tadinya dianggap biasa menjadi sebuah kebahagian yang semu. Kebahagaian yang melahirkan fanatisme buta.
Makna kata itu tidak saja menimbulkan korsleting listrik tetapi sudah memicu serangan otak. Otak manusia Indonesia yang tadinya diam membeku menjadi aktif menggelegak panas naik menuju ubun-ubun. Sementara aliran darah di jantungnya berdenyut cepat mengerutkan kening dalam-dalam, bau darah kebencian mulai tercium anyir membawa tanda-tanda ketidaksukaan dan ketidakpuasan diantara para fans tersebut.
Tanpa menunggu lama, otak itu meletus. Tanda-tandanya terucap lewat mulut. Lewat mulutlah ditumpahkan sumpah serapah, caci maki, iri dengki, dendam membara, padahal dendam itu telah mati suri sepuluh tahun yang lalu. Semuanya terekam lewat media televisi, koran, twitter, facebook dan sebagainya. Lalu dipublikasikan ke publik menjadi kampanye hitam. Kampanye hitam terjerembab masuk mencari ruang pembenaran di warung-warung kopi. Pos ronda, kantor-kantor dan di area-area kampanye.
Makna kata dari kedua kata tersebut telah menjadi magnet yang melebarkan jurang permusuhan di antara fans Prabowo dan fans Jokowi. Fans Prabowo adalah anti thesis dari fans Jokowi begitu pula sebaliknya. Keduanya bersaing dalam satu kotak persaingan bermerk “Capres” . Kotak itu akan ditumpahkan ruahkan dan disebar luaskan keseluruh pelosok negeri ini pada 9 Juli nanti. Begitu mahalnya, harga sebuah demokrasi, hingga manusia Indonesia harus melacurkan diri pada fanatisme buta.
No comments:
Post a Comment