Sejarah
Sejarah mencatat Presiden Indonesia terpilih memiliki ciri khas dalam memperjuangkan kemerdekaan dan kemajuan kehidupan berbangsa dan bernegara. Presiden pertama Republik Indonesia adalah Ir Soekarno seorang sipil dan orator ulung, terkenal dengan sebutan Proklamator. Kedua Jenderal Soeharto selain militer dan panglima tertinggi dikenal masyarakat sebagai bapak pembangunan. Ketiga B.J Habiebie seorang teknokrat jenius yang berperan dalam memisahkan kepolisian dari ABRI. Keempat Gus Dur, tokoh ulama pemimpin NU yang humanis meletakkan batu pertama bagi perjuangan keadilan melawan diskriminasi dengan mengangkat golongan minoritas Tionghoa untuk mendapatkan kesetaraan dalam kehidupan berbudaya dan berpolitik.
Kelima adalah Megawati, presiden pertama perempuan. Megawati diawal pencalonan telah mendobrak hegemoni patriarkhi yang menyatakan bahwa pemimpin adalah laki-laki. Kemenangan Megawati telah memberikan inspirasi bagi perempuan dan demokrasi pemilihan presiden secara langsung. Megawati berhasil untuk melawan stigma dan memberi teladan sebagai Ibu Bangsa. Keenam adalah Presiden Susilo Bambang Yudoyono selain dari militer termasuk juga akademisi yang sukses di Harvard.
Persoalan klasik negara berkembang
Berbagai upaya pembangunan dan strategi kebijakan politis tidak mampu mencapai kehidupan yang adil dan makmur. Kerjakeras KPK perlu diacungi jempol akan tetapi persoalan budaya korupsi tak mampu diatasi, masih terlalu dini jika disebut berhasil memberantas korupsi di Indonesia yang masif. Sistem yang berlaku di Indonesia tidak memungkinkan kehidupan kompetisi yang wajar. Kondisi kepulauan yang luas membutuhkan pembangunan dan keamanan high cost. Pertumbuhan dan pembangunan masih terkonsentrasi di pulau Jawa. Konflik partai internal dan eksternal masih saja belum menyentuh persoalan kepentingan negara dan bangsa masih sebatas pribadi dan golongan.
Penegakan hukum penuh intrik walaupun kebebasan pers telah diakui tak dapat memberantas praktek kejahatan dan ketidakadilan hukum. Isu kerusakan lingkungan alam menjadi semakin parah dari hari kehari tak dapat mengundang banyak perhatian pemerintah serius menanganinya. Pendidikan yang dianggap efektif untuk melakukan diseminasi perubahan sosial penuh dengan konflik kepentingan sehingga tak dapat melaksanakan upaya yang maksimal.
Euforia pencalonan Jokowi
Dalam berita yang dimuat di harian Solopos yang terbit pada hari kamis, 20 Maret 2014 dituliskan sejumlah purnawirawan jenderal yang dimotori Jenderal TNI (Pur) Luhut B. Panjaitan mengapresiasi keputusan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mencalonkan mantan wali kota Solo yang kini Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sebagai presiden pada Pemilu 2014. “Keputusan yang diambil Ibu Megawati benar-benar luar biasa. Di tengah kerinduan rakyat akan kehadiran pemimpin yang mau mendahulukan kepentingan bangsa, Ibu Mega telah memberi harapan,” kata Luhut B Panjaitan pada konferensi pers di Jakarta,
Tidak hanya para purnawirawan jenderal yang menyatakan penghargaan terhadap Capres Jokowi tetapi juga sebagian masyarakat sebelum diumumkan capres, telah terpesona dengan gaya dan sepak terjang Jokowi yang sering blusukan ke daerah. Kebijakan yang diambil sering tidak sama dengan kebiasaan contohnya lelang jabatan yang cukup memberi gambaran terhadap tercapainya keadilan sosial melalui kerja nyata orang-orang yang kompeten yang terpilih.
Euforia pencalonan Jokowi memenuhi halaman depan surat kabar Indonesia, jejaring sosial, blog, bbm, sms diawal pencalonannya. Dukungan dan fanatisme terhadap Jokowi adalah cita-cita yang tergambar dalam sosok yang dianggap membawa perubahan yang signifikan dalam peta sosial dan peta politik di Indonesia. Asa itu bermula dari kerinduan akan keadilan sosial dankemakmuran yang merata, beranjak dari negara berkembang menuju negara yang sejahtera, adil dan makmur.
Masalahnya adalah euphoria ini hasil pencitraan dan pemberitaan media yang menganggap Jokowi adalah idol media? Ataukah memang pantas dianggap memiliki kinerja yang baik sebagai pemimpin? Keberhasilan Jokowi belum terbukti sampai batas masa jabatan. Contohnya Jokowi belum selesai menuntaskan tugas sebagai walikota Solo sudah mutasi terpilih sebagai Gubernur Jakarta. Sebelum menyelesaikan tugas sebagai Gubernur, Jokowi telah dicalonkan sebagai Capres 2014. Akankah jabatan presiden dapat menjalani sampai purna tugas ? betulkah daya pikat magis Jokowi mampu bertahan sampai masa pesta demokrasi pilihan capres 2014 mendatang?
Prasyarat dan tantangan Presiden Baru
Prinsip dasar presiden terpilih adalah mendapat dukungan mayoritas penduduk Indonesia sehingga tidak membahayakan kedaulatan rakyat. Kekhawatiran muncul apabila elektabilitas Jokowi turun sebelum masa pesta demokrasi datang. Naik turunya pamor capres memang wajar mengingat berbagai lembaga survey tidak ada kesepahaman terhadap indikator dan sasaran polling survey sehingga membuka peluang bagi masuknya berbagai kepentingan berkaitan dengan hasil survey. Persoalan juga muncul akibat masih belum penetapan terhadap cawapres yang mendampingi Jokowi. Dimungkinkan pasangan ini yang akan mendampingi mampu mendongkrak atau sebaliknya menenggelamkan elektabilitas Jokowi.
Tantangan pertama adalah golput. Jumlah golput yang cukup banyak adalah bentuk apatisme dan ketidakpercayaan publik terhadap proses dan sistem demokrasi Indonesia. Tantangan kedua berasal dari swing voters yang pada tahun 2014 akan menjadi pemilih pemula pada pesta demokrasi jumlahnya kira-kira sampai 32 juta. Data BPS 2010 menyebutkan, jumlah kelompok umur 10-14 tahun 22.677.490 orang, dan kelompok umur 15-19 tahun 20.871.086 orang. Jika potensi suara pemula tidak disentuh maka suara yang akan hilang cukup berarti. Belum lagi masalah teknis, bencana alam dan kecurangan selama pesta berlangsung adalah hal sulit dipresiksikan, walaupun berbagai upaya telah diupayakan sesuai prosedur.
Untuk memenangkan hati rakyat maka capres harus memenuhi prasyarat presiden yaitu pada komitmen dan pembuktian kemampuan melalui kinerja nyata menciptakan sistem yang adil dan kompetitif di setiap sektor, program dan kebijakan berpihak pada kepentingan rakyat bukan golongan tertentu. Memiliki kepekaan terhadap penegakan hukum, sensitive terhadap permasalahan hak asasi manusia, mengutamakan paradigma pelestarian dan perlindungan alam dan sumber alam dalam pembangunan, melaksanakan perbaikan sarana dan prasarana infrastruktur dan konsep securitas bagi pulau – pulau terluar. Pionir dalam pemberdayaan dan gairah usaha mandiri, mengurangi impor, menjadi tuan di rumah sendiri adalah gambaran visi zaman keemasan Indonesia baru. Pendidikan dianggap cara efektif sebagai tangga sosial menuju kemajuan maka disarankan dibebaskan dari campur tangan kekuasaan. Siapkah presiden baru Indonesia memenuhi tantangan ini?
Sejarah mencatat Presiden Indonesia terpilih memiliki ciri khas dalam memperjuangkan kemerdekaan dan kemajuan kehidupan berbangsa dan bernegara. Presiden pertama Republik Indonesia adalah Ir Soekarno seorang sipil dan orator ulung, terkenal dengan sebutan Proklamator. Kedua Jenderal Soeharto selain militer dan panglima tertinggi dikenal masyarakat sebagai bapak pembangunan. Ketiga B.J Habiebie seorang teknokrat jenius yang berperan dalam memisahkan kepolisian dari ABRI. Keempat Gus Dur, tokoh ulama pemimpin NU yang humanis meletakkan batu pertama bagi perjuangan keadilan melawan diskriminasi dengan mengangkat golongan minoritas Tionghoa untuk mendapatkan kesetaraan dalam kehidupan berbudaya dan berpolitik.
Kelima adalah Megawati, presiden pertama perempuan. Megawati diawal pencalonan telah mendobrak hegemoni patriarkhi yang menyatakan bahwa pemimpin adalah laki-laki. Kemenangan Megawati telah memberikan inspirasi bagi perempuan dan demokrasi pemilihan presiden secara langsung. Megawati berhasil untuk melawan stigma dan memberi teladan sebagai Ibu Bangsa. Keenam adalah Presiden Susilo Bambang Yudoyono selain dari militer termasuk juga akademisi yang sukses di Harvard.
Persoalan klasik negara berkembang
Berbagai upaya pembangunan dan strategi kebijakan politis tidak mampu mencapai kehidupan yang adil dan makmur. Kerjakeras KPK perlu diacungi jempol akan tetapi persoalan budaya korupsi tak mampu diatasi, masih terlalu dini jika disebut berhasil memberantas korupsi di Indonesia yang masif. Sistem yang berlaku di Indonesia tidak memungkinkan kehidupan kompetisi yang wajar. Kondisi kepulauan yang luas membutuhkan pembangunan dan keamanan high cost. Pertumbuhan dan pembangunan masih terkonsentrasi di pulau Jawa. Konflik partai internal dan eksternal masih saja belum menyentuh persoalan kepentingan negara dan bangsa masih sebatas pribadi dan golongan.
Penegakan hukum penuh intrik walaupun kebebasan pers telah diakui tak dapat memberantas praktek kejahatan dan ketidakadilan hukum. Isu kerusakan lingkungan alam menjadi semakin parah dari hari kehari tak dapat mengundang banyak perhatian pemerintah serius menanganinya. Pendidikan yang dianggap efektif untuk melakukan diseminasi perubahan sosial penuh dengan konflik kepentingan sehingga tak dapat melaksanakan upaya yang maksimal.
Euforia pencalonan Jokowi
Dalam berita yang dimuat di harian Solopos yang terbit pada hari kamis, 20 Maret 2014 dituliskan sejumlah purnawirawan jenderal yang dimotori Jenderal TNI (Pur) Luhut B. Panjaitan mengapresiasi keputusan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mencalonkan mantan wali kota Solo yang kini Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sebagai presiden pada Pemilu 2014. “Keputusan yang diambil Ibu Megawati benar-benar luar biasa. Di tengah kerinduan rakyat akan kehadiran pemimpin yang mau mendahulukan kepentingan bangsa, Ibu Mega telah memberi harapan,” kata Luhut B Panjaitan pada konferensi pers di Jakarta,
Tidak hanya para purnawirawan jenderal yang menyatakan penghargaan terhadap Capres Jokowi tetapi juga sebagian masyarakat sebelum diumumkan capres, telah terpesona dengan gaya dan sepak terjang Jokowi yang sering blusukan ke daerah. Kebijakan yang diambil sering tidak sama dengan kebiasaan contohnya lelang jabatan yang cukup memberi gambaran terhadap tercapainya keadilan sosial melalui kerja nyata orang-orang yang kompeten yang terpilih.
Euforia pencalonan Jokowi memenuhi halaman depan surat kabar Indonesia, jejaring sosial, blog, bbm, sms diawal pencalonannya. Dukungan dan fanatisme terhadap Jokowi adalah cita-cita yang tergambar dalam sosok yang dianggap membawa perubahan yang signifikan dalam peta sosial dan peta politik di Indonesia. Asa itu bermula dari kerinduan akan keadilan sosial dankemakmuran yang merata, beranjak dari negara berkembang menuju negara yang sejahtera, adil dan makmur.
Masalahnya adalah euphoria ini hasil pencitraan dan pemberitaan media yang menganggap Jokowi adalah idol media? Ataukah memang pantas dianggap memiliki kinerja yang baik sebagai pemimpin? Keberhasilan Jokowi belum terbukti sampai batas masa jabatan. Contohnya Jokowi belum selesai menuntaskan tugas sebagai walikota Solo sudah mutasi terpilih sebagai Gubernur Jakarta. Sebelum menyelesaikan tugas sebagai Gubernur, Jokowi telah dicalonkan sebagai Capres 2014. Akankah jabatan presiden dapat menjalani sampai purna tugas ? betulkah daya pikat magis Jokowi mampu bertahan sampai masa pesta demokrasi pilihan capres 2014 mendatang?
Prasyarat dan tantangan Presiden Baru
Prinsip dasar presiden terpilih adalah mendapat dukungan mayoritas penduduk Indonesia sehingga tidak membahayakan kedaulatan rakyat. Kekhawatiran muncul apabila elektabilitas Jokowi turun sebelum masa pesta demokrasi datang. Naik turunya pamor capres memang wajar mengingat berbagai lembaga survey tidak ada kesepahaman terhadap indikator dan sasaran polling survey sehingga membuka peluang bagi masuknya berbagai kepentingan berkaitan dengan hasil survey. Persoalan juga muncul akibat masih belum penetapan terhadap cawapres yang mendampingi Jokowi. Dimungkinkan pasangan ini yang akan mendampingi mampu mendongkrak atau sebaliknya menenggelamkan elektabilitas Jokowi.
Tantangan pertama adalah golput. Jumlah golput yang cukup banyak adalah bentuk apatisme dan ketidakpercayaan publik terhadap proses dan sistem demokrasi Indonesia. Tantangan kedua berasal dari swing voters yang pada tahun 2014 akan menjadi pemilih pemula pada pesta demokrasi jumlahnya kira-kira sampai 32 juta. Data BPS 2010 menyebutkan, jumlah kelompok umur 10-14 tahun 22.677.490 orang, dan kelompok umur 15-19 tahun 20.871.086 orang. Jika potensi suara pemula tidak disentuh maka suara yang akan hilang cukup berarti. Belum lagi masalah teknis, bencana alam dan kecurangan selama pesta berlangsung adalah hal sulit dipresiksikan, walaupun berbagai upaya telah diupayakan sesuai prosedur.
Untuk memenangkan hati rakyat maka capres harus memenuhi prasyarat presiden yaitu pada komitmen dan pembuktian kemampuan melalui kinerja nyata menciptakan sistem yang adil dan kompetitif di setiap sektor, program dan kebijakan berpihak pada kepentingan rakyat bukan golongan tertentu. Memiliki kepekaan terhadap penegakan hukum, sensitive terhadap permasalahan hak asasi manusia, mengutamakan paradigma pelestarian dan perlindungan alam dan sumber alam dalam pembangunan, melaksanakan perbaikan sarana dan prasarana infrastruktur dan konsep securitas bagi pulau – pulau terluar. Pionir dalam pemberdayaan dan gairah usaha mandiri, mengurangi impor, menjadi tuan di rumah sendiri adalah gambaran visi zaman keemasan Indonesia baru. Pendidikan dianggap cara efektif sebagai tangga sosial menuju kemajuan maka disarankan dibebaskan dari campur tangan kekuasaan. Siapkah presiden baru Indonesia memenuhi tantangan ini?
No comments:
Post a Comment