Sunday, 1 June 2014

Presiden Harapanku - Antara Harapan dan Realita

“…iya ya, kok gak ada perubahan sama sekali ya negara kita ini, bayar uang kuliah makin mahal, apa-apa mahal, makin susah aja hidup ini…!!!”.

Demikian sepenggal percakapan yang dikeluhkan oleh teman diskusi saya di kampus. Dan mungkin ada banyak orang diluar sana yang menjerit hal yang serupa.
Enam kali sudah Indonesia berganti Presiden, dan hampir 16 tahun sudah reformasi di Indonesia sejak 1998. Namun persoalan bangsa tidak juga tuntas, malah menumpuk dan makin tak terarah kemana tujuan bangsa ini. Kondisi ini diperparah dengan becana yang terjadi dimana-mana yang semakin menyengsarakan rakyat Indonesia.

Sekitar 4 (Empat) bulan lagi pemilihan umum Presiden Republik Indonesia akan diselenggarakan secara nasional. Pesta demokrasi yang melibatkan ratusan juta rakyat Indonesia ini masih dibayangi misteri. Bagaimana tidak, sosok calon Presiden yang dimunculkan oleh partai politik tidak sepenuhnya menjawab keinginan rakyat Indonesia, meskipun mulai dimunculkan sosok baru seperti Gubernur DKI Jakarta, dan sederetan nama peserta konvensi salah satu partai politik. Sementara partai lain masih memaksakan untuk memunculkan wajah-wajah lama.

Indonesia adalah bangsa yang besar, bangsa yang memuliki jumlah penduduk lebih dari 270 juta yang terbentang dari sabang sampai merauke. Namun, apakah para calon Presiden yang seetiap hari muncul di media tersebut paham akan persoalan bangsa? Apakah mereka paham apa yang sesungguhnya diinginkan dan dibutuhkan oleh rakyat Indonesia?. Rakyat tidak butuh janji, tapi butuh kerja nyata dan paham persoalan bangsa. Rakyat tidak kenyang jika hanya disuap dengan pencitraan, tapi akan tentram dengan sesuap nasi.
Pertumbuhan ekonomi nasional yang cukup tinggi saat ini ternyata tidak berdampak signifikan untuk rakyat kecil, justru semakin memperlebar jurang antara yang kaya dan yang miskin (sumber: BPS). Pertumbuhan yang baik itu seharusnya mampu secara bertahap mensejahterakan rakyat, tentu saja perlu peran semua pihak untuk mengimplementasikannya. Namun, pemerintah sebagai regulator seringkali lupa bahwa perekonomian mikro menjadi tulang punggung rakyat kecil. Oleh karena itu, kemiskinan masih menjadi momok bagi siapapun Presiden RI mendatang. Semoga Presiden mendatang dapat mengurangi angka kemiskinan.

Indonesia yang menganut system pemerintahan Presidensial, menjadikan Presiden memiliki kekuasaan disertai tanggungjawab yang besar dalam mengelola bangsa yang memiliki 1.340 suku ini (sumber: BPS Tahun 2010). “Pembunuhan” secara perlahan dan sistemik masih saja marak terjadi melalui korupsi. Korupsi saat ini sudah menjadi sesuatu yang tidak asing lagi ditelinga masyarakat Indonesia karena ulah pejabat publik dan pejabat politik disemua lini. Salah satu yang menghambat perkembangan dan pertumbuhan bangsa ini disebabkan oleh para koruptor yang semakin menjadi-jadi, bahkan terkesan dilakukan secara bersama-sama. Presiden mendatang harus tegas dan tidak boleh tebang pilih dalam menegakkan hukum, karena demokrasi yang tidak diimbangi dengan hukum yang tegas akan membawa Indonesia kedalam jurang kehancuran. Segala bentuk peraturan yang diindikasikan justru akan membahayakan lembaga pemberantasan korupsi merupakan tindakan yang tidak pro pada pemberantasan korupsi. Pemerintah, secara khusus Presiden harus mendukung penuh pemberantasan korupsi agar Negara ini tidak dihancurkan oleh bangsanya sendiri.

Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan melimpahnya sumber daya alam Indonesia ternyata tidak diimbangi dengan kualitas sumber daya manusia yang memadai. Pendidikan tentu saja masih harus menjadi persoalan bangsa yang perlu mendapat perhatian khusus Presiden berikutnya. Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) telah membuat kebijakan untuk mengalokasikan 20% APBN dan APBD untuk pendidikan, sehingga ada sekolah gratis 9 (Sembilan) tahun. Ini merupakan langkah awal yang baik yang perlu dilanjutkan oleh Presiden berikutnya, namun system pendidikan nasional perlu diperjelas. Karena adanya UU Pendidikan Nasioal dan munculnya UU Perguruan Tinggi justru membuat generasi penerus bangsa semakin sulit mengenyam pendidikan. Anggaran Negara yang tinggi tersebut tidak serta-merta mengakomodir seluruh peserta didik, terutama untuk masyarakat miskin. Karena, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan memiliki kekayaan melimpah tanpa diiringi dengan perbaikan pendidikan, semuanya akan sia-sia.

Negara yang memperhatikan rakyat adalah Negara yang semakin peduli pada pelayanan publik sebagai hal yang tidak boleh dilupakan dalam kerangaka good governance. Jangan lupa bahwa asas demokrasi adalah dari, oleh dan untuk rakyat. Persoalan klasik yang dihadapi oleh kebanyakan kota besar saat ini semakin nampak, mulai dari kemacetan, transportasi umum, air bersih, pendidikan dan segudang persoalan lainnya tidak juga terselesaikan. Presiden mendatang harus semakin peka dan semakin mempedulikan kepentingan rakyat, bukan mementingkan golongan tertentu saja. Pencapaian yang baik akan terjadi ketika pemerintah melibatkan semua elemen dan semua pihak secara bersama-sama menangani persoalan bangsa. Misalnya sinergitas antara pemerintah dan rakyat, antara pemerintah dan pengusaha, antara pemerintah pusat dan daerah, antara pemerintah dalam negeri dan luar negeri sebagai kekuatan. Bukan sebaliknya menggunakan kekuatan hanya untuk kepentingan saja, misalnya menggunakan rakyat hanya sebagai sumber suara saat pemilu, menggunakan pengusaha untuk urusan uang, dan lain-lain sebagainya. Justru seharusnya semua elemen tersebut dapat digunakan sebagai kekuatan jika bisa dikelola secara komprehensip dan bersinergi. Artinya ada simbiosis mutualisme (saling menguntungkan)
Menghadapi perdagangan bebas juga menjadi pekerjaan rumah untuk Presiden mendatang, karena saat ini Indonesia terlihat belum siap dengan hal itu. Impor yang begitu deras sehingga kita terperangkap ketergantungan pada produk luar negri, mulai dari impor garam, bahan pangan, tekstil, elektronik hingga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang semakin membebani APBN. Tidak adanya proteksifitas pada produk dalam negeri akan mematikan produk lokal itu sendiri, menyiapkan masyarakat untuk menghadapi perdagangan bebas juga belum dilakukan. Masyarakat dimanjakan dengan subsidi yang berlebihan, sehingga menambah hutang Negara menjadi lebih dari Rp 2.300 T.

Oleh karena itu, perlu dipertegas bahwa Presiden Republik Indonesia yang didambakan oleh seluruh rakyat Indonesia adalah Presiden yang memahami persoalan bangsa dan dapat menyelesaikannya. Bukan janji atau uang untuk memilihnya, bukan selembar baju bergambarkan calon Presiden, bukan baliho yang mengotori sudut-sudut kota dan juga bukan Presiden yang karena pencitraan. Presiden harus memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi, menjadikan bangsa Indonesia yang benar-benar “merdeka” seutuhnya, serta menjadi bangsa yang mandiri. Masih banyak rakyat Indonesia yang miskin, tidak bisa sekolah, tidak makan, menderita dan tidak punya rumah untuk berteduh.

Indonesia adalah “RUMAH”. Rumah bagi segenap rakyat Indonesia. Rumah bagi mereka yang tidur beralaskan tanah. Sebagaimana rumah yang didalamnya kita bisa hidup tentram, aman, nyaman dan saling menjunjung tinggi kekeluargaan.

Apakah ada Presiden harapanku?.......... Untuk Indonesia… Bangsa…. Dan Negara.

No comments:

Post a Comment