Sunday, 1 June 2014

Membangun Pendidikan - melalui Pendewasaan Iklan

Sebuah bangunan yang berdiri memiliki wujud fisik.  Dalam setiap tahapannya, bangunan  memiliki filosofi  yang masing-masing memiliki tujuan yang berbeda. Namun dengan tujuan yang sama,  saling menguatkan satu sama lain.

Sebelum proses pembangunan, rencana model bangunan disiapkan sebagai acuan utama selama proses pembangunan. Sebuah bangunan terdiri dari banyak jenis material yang saling mendukung.  Kayu, besi, baja, pasir, semen, bata, semua berdiri di porsi dan peran masing-masing sehingga tercipa sebuah bangunan kokoh. Berbagai jenis material ini, akan bersatu sedemikian rupa sehingga membentuk sebuah pondasi bangunan. Pondasi merupakan bangunan awal yang berfungsi sebagai penahan bangunan diatasnya, agar berdiri kokoh ditempatnya. Setelah pondasi selesai, bangunan diatasnya mulai ditambah. Setelah bangunan kokoh berdiri, ia akan ditutup dengan menambahkan atap di atas bangunan. Atap menjadi pelindung awal dari kehujanan serta kepanasan. Atap menjadi pelindung seluruh komponen bangunan yang ada dibawahnya.  Dengan komposisi bangunan yang sudah lengkap, akan tampak terlihat sebuah bangunan yang berdiri kokoh dan megah dan memuaskan si pemilik bangunan.

Filosofi bangunan ini hampir sama dengan tahapan membangun pendidikan. Tahapan demi tahapan dilalui, perlahan demi perlahan. Mulai dari persiapan bahan berupa sumber daya manusianya, gedung, buku untuk bahan ajar, kebijakan pendidikan, pemerintah dan banyak komponen lainnya. Dan masing-masing profesi memiliki peran yang sifatnya saling komplementer satu sama lain. Pondasi dalam bangunan pendidikan merupakan rencana dasar atau rencana strategi sebagai acuan dalam membangun pendidikan.  Proses pembangunan pendidikan dimulai dari proses belajar dan mengajar di sekolah, proses peningkatan kualitas guru, proses perbaikan kebijakan dari pemerintah, dan bangunan untuk menunjang proses pendidikan, semua berjalan satu sama lain untuk saling menguatkan proses pembangunan pendidikan.

Atap bagi sebuah bangunan pendidikan merupakan seorang pemimpin. Pemimpin harus mampu menjamin terwujudnya pendidikan bagi rakyatnya sendiri. Dalam proses pembangunan pendidikan sangat diperlukan pemimpin yang pro dan mau berjuang untuk mewujudkan iklim pendidikan yang baik bagi seluruh anak bangsa.  Menciptakan iklim pendidikan yang sehat bukanlah perkara yang mudah, tetapi juga bukanlah hal yang tidak mungkin. Tahapan ini melibatkan seluruh aspek  dan stakeholder yang ada di Indonesia. Iklim pendidikan yang dimaksud adalah proses penguasaan media oleh pemerintah terhadap berbagai iklan di media televisi yang banyak ditonton oleh anak bangsa.   Menonton adalah salah satu kegiatan yang disukai oleh tidak hanya anak-anak tetapi juga masyarakat dewasa. Media elektronik tersebut menjadi media yang tepat untuk menciptakan iklim pendidikan yang sehat.

Sekarang ini, iklan-iklan yang ditayangkan hanya mendominasi aura negatif tentang persaingan produk yang tidak hanya sehat tetapi juga membodohi anak bangsa.  Banyak kalimat-kalimat yang dipilih untuk mengiringi sebuah iklan produk atau jargon-jargon yang sifatnya hanya materil saja. Efek jangka panjang terhadap penanyangan iklan tersebut tidak diperhatikan. Alhasil, juga turut mempengaruhi budaya dan gaya hidup anak bangsa. Media televisi merupakan media yang dikonsumsi sehari-hari.  Jika tidak memiliki filter informasi akan berakibat buruk  bagi karakter anak bangsa. Mulai dari percakapan atau pesan yang disampaikan dari film anak, iklan yang mengiringi saat  film tersebut tayang, pesan ataupun informasi yang disampaikan oleh iklan.

Sadar atau tidak sadar iklan yang dianggap sekedar lewat saja bisa mempengaruhi karakter anak-anak. Iklan-iklan tersebut kebanyakan tidak menciptakan iklim pendidikan yang sehat. Kebiasaan konsumtif, dan penyampaian  informasi yang salah menjadi santapan sehari-hari. Misalnya saja, salah satu contoh iklan, sarapan produk A lebih utama dibandingkan sekolah, pesan itulah yang disampaikan oleh produk A. Jika dilihat oleh anak-anak, ia bisa saja mengambil sikap agar orang tuanya membeli produk A tersebut lebih dahulu baru ia mau bersekolah. Dan sebaliknya, jika tidak ada produk A, si anak tidak akan pergi sekolah. Padahal pesan yang disampaikan adalah pentingnya sarapan terlebih dahulu sebelum berangkat sekolah atau sebelum beraktifitas.  Tujuan sebenarnya adalah hal yang mulia, tetapi karena dikemas dalam sebuah iklan dan penyampaian pesannya salah berakibat tidak baik bagi anak-anak khususnya. Contoh tersebut adalah salah satu contoh dari sekian banyak iklan yang setiap hari ditonton oleh anak-anak bangsa. Sangat prihatin dan miris sekali, ketika perusahaan-perusahaan hanya memikirkan kepetingan keuntungan semata tanpa turut dalam membangun ‘mindset’ yang sehat bagi anak bangsa. Idealnya, para stakeholder tersebut bisa bersaing lebih sehat dengan cara yang lebih elegan.

Disinilah peran penting pemerintah untuk menjalankan perannya mulai dari memainkan perannya sebagai lembaga legislatif dan lembaga yudikatif. Pemerintah memiliki hak dalam membuat kebijakan yang pro pendidikan dan mengawasi jalannya kebijakan tersebut. Pemerintah, tempat bertumpu seluruh harapan masyarakat, harus memainkan kedua peran tersebut untuk mewujudkan iklim pendidikan yang sehat khususnya melalui media televisi. Pemerintah dengan hak dan wewenang yang dimiliki  bersama-sama dengan para stakeholder bangsa harusnya memiliki visi yang sama dalam membangun pendidikan bangsa. Membangun pendidikan tidak hanya tugas pemerintah tetapi juga tugas bersama.

Seperti laiknya bangunan yang satu sama lain yang saling menguatkan, begitu juga dengan membangun  pendidikan  melalui pendewasaan iklan akan turut mewujudkan iklim pendidikan yang sehat bagi bangsa.

No comments:

Post a Comment