Pendidikan merupakan upaya yang terencana dalam proses pembimbingan
dan pembelajaran bagi individu agar berkembang dan tumbuh menjadi
manusia yang mandiri, bertanggungjawab, kreatif, berilmu, sehat dan
berakhlak mulia baik dilihat dari aspek jasmani maupun rohani. Pada
dasarnya modal utama untuk menyukseskan pendidikan bangsa ada pada
profesi guru. Guru yang berkualitas baik dari segi mentalitas maupun
kompetensi akademik yang mumpuni akan berimbas pada keberhasilan
pendidikan bangsa. Tugas pokok guru adalah sebagai tranformator ilmu
pengetahuan dan mengembangkan perilaku peserta didik. Dalam hal ini,
Abin Syamsuddin Makmun (2003) menyebutkan bahwa tugas guru antara lain
sebagai pengubah perilaku peserta didik (behavioral changes). Artinya,
guru memiliki peran strategis dalam mengajarkan nilai-nilai kehidupan
luhur untuk membentuk akhlak dan kepribadian kepada siswanya.
Dalam mewujudkan perilaku peserta didik yang optimal, tentu saja seorang guru seyogyanya memiliki latar belakang profesionalitas yang handal. Dalam skala yang lebih luas perilaku para peserta didik kelak akan membentuk karakter bangsa dan kualitas sumber daya manusia di bangsa tersebut. Oleh karena itu guru sebagai modal utama pendidikan harus dilejitkan kompetensinya dalam peningkatan profesi guru melalui berbagai treatment dan langkah-langkah strategis lain. Namun tidak sedikit yang memandang pesimis dan menganggap peningkatan profesinalisme guru hanya sebatas formalitas untuk memperoleh tunjangan sertifikasi dan agenda musiman belaka dari pemerintah. Menilik kembali secara cermat tentang tujuan peningkatan profesidalam jangka panjang ialah sebagai proses mencetak guru-guru yang tidak hanya bersertifikat professional namun benar-benar mampu perbaikan pada peserta didik ke depan.
Isu terbesar dalam dunia pendidikan yang akhir-akhir ini ramai sering dikritisi dalam membangun pendidikan bangsa adalah guru. Sosok profesi guru dianggap kunci penentu keberhasilan pendidikan karena memgang peran sentral dalam mencetak kualitas sumber daya manusi di tiap-tiap bangsa. Apalagi untuk anggaran dana pendidikan yang telah dikucurkan oleh pemerintah sebanyak 80 % diharapkan mampu mengubah wajah pendidikan agar semakin baik dan berkualitas. Hal ini tentu saja mengundang banyak pihak terutama para praktisi pendidikan untuk mengerjakan tugas rumah besar yakni mencari solusi jitu dalam meningkatkan profesionalitas para guru. Selama ini salah satu tindakan yang cukup kentara dalam meningkatkan profesionalitas guru adalah melalui pengadaan program sertifikasi. Tunjangan sertifikasi guru juga banyak disoroti, sebab masih banyak guru yang memegang sertifikat pendidik juga masih belum dianggap benar-benar professional baik dari segi kualifikasi akademik maupun mentalitasnya. Disinilah diperlukan berbagai telaah dan koreksi bagi guru khususnya untuk membentuk guru yang kompeten dalam mengajar sekaligus mendidik.
Sebagai seorang tenaga pendidik, guru yang profesional harus memiliki mentalitas yang bisa menuntun para peserta didik sesuai kebribadian bangsa. Dalam penerapannya seorang guru profesioanl harus mampu mengembangan karakter berpikir kreatif, mampu mengelola masalah, sikap yang positif dan melakukan proses belajar yang berkesinambungan dalam mengembangkan profesi. Mentalitas yang berupa kesetiaan dan ketaatan pada profesi tidak hanya bertumpu pada iming-iming tunjangan sertifikasi semata. Kesadaran serta integritas personal inilah yang harus ditumbuhkan dalam jiwa para guru sekaligus stake holder pembangunan pendidikan bangsa. Perlu kita sadari berkali-kali, bahwa sesungguhnya guru yang profesional berpotensi dapat menanamkan nilai-nilai luhur kehidupan kepada siswa tanpa terkesan menggurui. Sebab dari teladan sikap dan kualitas diri serta pilihan materi dalam kegiatan belajar mengajar, guru tersebut bisa secara berkesinambungan secara implicit menanamkan karakter pada peserta didik.
Pengajaran tentang nilai-nilai kehidupan pembentuk akhlak dan kepribadian tersebut sebenarnya telah diajarkan secara inklusif ke semua mata pelajaran. Namun, hasilnya masih belum maksimal.
Ketidakmaksimalan tersebut tentu saja disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya adalah hampir semua model pengajaran kepribadian di sekolah selama ini masih terkesan banyak yang menggurui. Siswa cenderung “dijejali” teori-teori tentang etika, sikap, serta nilai-nilai luhur kehidupan yang kadang kurang menyentuh siswa. Bahkan untuk menyukseskan pengajaran nilai-nilai kehidupan tersebut, banyak sekolah menelurkan berbagai kebijakan yang berhubungan dengan tata tertib, lengkap dengan segala sanksi-sanksinya yang mengikat tetapi justru aturan kadang megaskan untuk dilanggar. Oleh karena itu diperlukan mentalitas dari seorang guru professional yang secara kreatif bisa membuat para siswa merasa tidak digurui tapi mengena pada sasaran long term memory mereka. Salah satunya adalah melalui pemilihan metode pembelajaran yang tepat sesuai hasil penelitian dan pengalaman guru maupun Negara-negara lain yang telah sukses mengembangkan pendidikan mereka.
Menurut Moch Surya (2005: 2-3), kualitas profesionalisme ditunjukkan oleh lima unjuk kerja, yakni:
Guru tidak boleh segan belajar kembali untuk melejitkan potensi dirinya. Selain dengan kegiatan personal semacam pelatihan dan kuliah lagi, guru juga tidak boleh alergi terhadap kegiatan-kegiatan peningkatan kualitas belajar yang segar dan inovatif, seperti lomba-lomba, penggunaan metode belajar yang bervariatif serta pelaksanaan Lesson Study(LS) seperti yang telah diterapkan oleh negara maju lain seperti Jepang. Tahapan LS secara umum mencakup empat hal yakni plan, do, act dan refleksi ini sebenarnya juga telah dilaksanakan. Namun perlu penyadaran individulistis agar kegiatan ini berkulitas sebagaimana yang telah dihasilkan oleh Negara-negara maju lain. Dari kegiatan LS potensi siswa bisa terus dilejutkan dengan perbaikan dan pembenahan kualitas pembelajaran. Agenda besar ke depannya tentunya lesson study bisa menjadi pelajaran bagi para guru karena saat kegiatan tersebut guru bisa mengambil contoh modelling guru lain dan mencari solusi bersama serta pelajaran dari kelas guru model.
Selain itu perbaikan-perbaikan lain yang bisa melejitkan kompetensi profesi guru juga bisa dituangkan melalui berbagai penelitian serta pembiasaan membuat karya tulis ilmiah,baik untuk kepentingan akademis,sertifikasi maupun Penilaian Kinerja Guru(PKG). Dengan berbagai perbaikan,penelitian, dan lesson study tentunya akan membuka skemata guru bahwa banyak hal yang bisa diperoleh oleh guru tersebut. Sedangkan hal terpenting dari kegiatan ini adalah potensi siswa bisa terus dilejutkan dengan perbaikan dan pembenahan kualitas pembelajaran. Agenda besar ke depannya di dalam kelas Bahasa Indonesia tentunya lesson study tidak hanya sekedarformalitas musiman belaka bagi para guru. Pada dasarnya semua kelemahan guru yang tidak bersikap professional bisa diatasai jika guru benar-benar menyadari bahwa profesi ini tidak hanya cukup dengan keilmuan yang didapatkan selama kuliah saja. Namun sebagaimana profesi lainnya guru dituntut memiliki kemampuan dan kompetensi akademik yang memadai karena guru adalah modal utama penentu keberhasilan pembangunan pendidikan bangsa ini.
Dalam mewujudkan perilaku peserta didik yang optimal, tentu saja seorang guru seyogyanya memiliki latar belakang profesionalitas yang handal. Dalam skala yang lebih luas perilaku para peserta didik kelak akan membentuk karakter bangsa dan kualitas sumber daya manusia di bangsa tersebut. Oleh karena itu guru sebagai modal utama pendidikan harus dilejitkan kompetensinya dalam peningkatan profesi guru melalui berbagai treatment dan langkah-langkah strategis lain. Namun tidak sedikit yang memandang pesimis dan menganggap peningkatan profesinalisme guru hanya sebatas formalitas untuk memperoleh tunjangan sertifikasi dan agenda musiman belaka dari pemerintah. Menilik kembali secara cermat tentang tujuan peningkatan profesidalam jangka panjang ialah sebagai proses mencetak guru-guru yang tidak hanya bersertifikat professional namun benar-benar mampu perbaikan pada peserta didik ke depan.
Isu terbesar dalam dunia pendidikan yang akhir-akhir ini ramai sering dikritisi dalam membangun pendidikan bangsa adalah guru. Sosok profesi guru dianggap kunci penentu keberhasilan pendidikan karena memgang peran sentral dalam mencetak kualitas sumber daya manusi di tiap-tiap bangsa. Apalagi untuk anggaran dana pendidikan yang telah dikucurkan oleh pemerintah sebanyak 80 % diharapkan mampu mengubah wajah pendidikan agar semakin baik dan berkualitas. Hal ini tentu saja mengundang banyak pihak terutama para praktisi pendidikan untuk mengerjakan tugas rumah besar yakni mencari solusi jitu dalam meningkatkan profesionalitas para guru. Selama ini salah satu tindakan yang cukup kentara dalam meningkatkan profesionalitas guru adalah melalui pengadaan program sertifikasi. Tunjangan sertifikasi guru juga banyak disoroti, sebab masih banyak guru yang memegang sertifikat pendidik juga masih belum dianggap benar-benar professional baik dari segi kualifikasi akademik maupun mentalitasnya. Disinilah diperlukan berbagai telaah dan koreksi bagi guru khususnya untuk membentuk guru yang kompeten dalam mengajar sekaligus mendidik.
Sebagai seorang tenaga pendidik, guru yang profesional harus memiliki mentalitas yang bisa menuntun para peserta didik sesuai kebribadian bangsa. Dalam penerapannya seorang guru profesioanl harus mampu mengembangan karakter berpikir kreatif, mampu mengelola masalah, sikap yang positif dan melakukan proses belajar yang berkesinambungan dalam mengembangkan profesi. Mentalitas yang berupa kesetiaan dan ketaatan pada profesi tidak hanya bertumpu pada iming-iming tunjangan sertifikasi semata. Kesadaran serta integritas personal inilah yang harus ditumbuhkan dalam jiwa para guru sekaligus stake holder pembangunan pendidikan bangsa. Perlu kita sadari berkali-kali, bahwa sesungguhnya guru yang profesional berpotensi dapat menanamkan nilai-nilai luhur kehidupan kepada siswa tanpa terkesan menggurui. Sebab dari teladan sikap dan kualitas diri serta pilihan materi dalam kegiatan belajar mengajar, guru tersebut bisa secara berkesinambungan secara implicit menanamkan karakter pada peserta didik.
Pengajaran tentang nilai-nilai kehidupan pembentuk akhlak dan kepribadian tersebut sebenarnya telah diajarkan secara inklusif ke semua mata pelajaran. Namun, hasilnya masih belum maksimal.
Ketidakmaksimalan tersebut tentu saja disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya adalah hampir semua model pengajaran kepribadian di sekolah selama ini masih terkesan banyak yang menggurui. Siswa cenderung “dijejali” teori-teori tentang etika, sikap, serta nilai-nilai luhur kehidupan yang kadang kurang menyentuh siswa. Bahkan untuk menyukseskan pengajaran nilai-nilai kehidupan tersebut, banyak sekolah menelurkan berbagai kebijakan yang berhubungan dengan tata tertib, lengkap dengan segala sanksi-sanksinya yang mengikat tetapi justru aturan kadang megaskan untuk dilanggar. Oleh karena itu diperlukan mentalitas dari seorang guru professional yang secara kreatif bisa membuat para siswa merasa tidak digurui tapi mengena pada sasaran long term memory mereka. Salah satunya adalah melalui pemilihan metode pembelajaran yang tepat sesuai hasil penelitian dan pengalaman guru maupun Negara-negara lain yang telah sukses mengembangkan pendidikan mereka.
Menurut Moch Surya (2005: 2-3), kualitas profesionalisme ditunjukkan oleh lima unjuk kerja, yakni:
- keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standard ideal,
- meningkatkan dan memlihara citra profesi,
- keinginan untuk senantiasa mengejar kesempatan dan pengembangan profesional yang dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas pengetahuan dan ketrampilannya,
- mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi, dan
- memiliki kebanggaan terhadap profesinya.
Guru tidak boleh segan belajar kembali untuk melejitkan potensi dirinya. Selain dengan kegiatan personal semacam pelatihan dan kuliah lagi, guru juga tidak boleh alergi terhadap kegiatan-kegiatan peningkatan kualitas belajar yang segar dan inovatif, seperti lomba-lomba, penggunaan metode belajar yang bervariatif serta pelaksanaan Lesson Study(LS) seperti yang telah diterapkan oleh negara maju lain seperti Jepang. Tahapan LS secara umum mencakup empat hal yakni plan, do, act dan refleksi ini sebenarnya juga telah dilaksanakan. Namun perlu penyadaran individulistis agar kegiatan ini berkulitas sebagaimana yang telah dihasilkan oleh Negara-negara maju lain. Dari kegiatan LS potensi siswa bisa terus dilejutkan dengan perbaikan dan pembenahan kualitas pembelajaran. Agenda besar ke depannya tentunya lesson study bisa menjadi pelajaran bagi para guru karena saat kegiatan tersebut guru bisa mengambil contoh modelling guru lain dan mencari solusi bersama serta pelajaran dari kelas guru model.
Selain itu perbaikan-perbaikan lain yang bisa melejitkan kompetensi profesi guru juga bisa dituangkan melalui berbagai penelitian serta pembiasaan membuat karya tulis ilmiah,baik untuk kepentingan akademis,sertifikasi maupun Penilaian Kinerja Guru(PKG). Dengan berbagai perbaikan,penelitian, dan lesson study tentunya akan membuka skemata guru bahwa banyak hal yang bisa diperoleh oleh guru tersebut. Sedangkan hal terpenting dari kegiatan ini adalah potensi siswa bisa terus dilejutkan dengan perbaikan dan pembenahan kualitas pembelajaran. Agenda besar ke depannya di dalam kelas Bahasa Indonesia tentunya lesson study tidak hanya sekedarformalitas musiman belaka bagi para guru. Pada dasarnya semua kelemahan guru yang tidak bersikap professional bisa diatasai jika guru benar-benar menyadari bahwa profesi ini tidak hanya cukup dengan keilmuan yang didapatkan selama kuliah saja. Namun sebagaimana profesi lainnya guru dituntut memiliki kemampuan dan kompetensi akademik yang memadai karena guru adalah modal utama penentu keberhasilan pembangunan pendidikan bangsa ini.
No comments:
Post a Comment