Monday, 2 June 2014

Membangun Demokrasi - Indonesiaku Satu

Indonesia namanya,  siapa yang tidak kenal dengan negeri yang satu ini. Sebuah negeri kaya raya di seberang pesisir malaka, sebelah tenggara asia. Sebuah negeri demokrasi yang dipimpin oleh presiden dan diawasi oleh parlemennya. Sebuah negeri tropis dengan curah hujan intens dan cukup tinggi dibeberapa wilayah. Sebagai sebuah negeri nan elok jelita, negeri kita yang “ mantan Pacar” negeri belanda ini setelah bersama sama selama 350 tahun lamanya akhirnya berpisah. Bahkan sempat juga ditaksir oleh negeri sang matahari terbit “ jepang” dalam konteks hubungan singkat 3,5 tahun saja. Begitu eloknya Indonesia sampai sampai pun masih ada yang ingin memilikinya dari dahulu, bahkan sampai sekarang ini pun sentuhan sentuhan negeri asing tak kunjung reda dengan berbagai gaya kolonialisme baru.

Seperti kita ketahui, kekayaan alam bumi nusantara sangat banyak dan berbeda dengan Negara lain yang serba terbatas. Kita semua tahu apa yang kita punya dan miliki, terlebih negeri lain diluar sana. Mereka membuka mata dan telinga dengan begitu seksama terhadap apa yang kita punya. Mereka begitu naksirnya dengan apa yang kita miliki. Kita tahu, apa yang kita punya mereka tidak punya. Dan itu membuat kita terlena akan kepemilikan kita sendiri tanpa harus belajar bagaimana cara mengolah kepemilikan itu. Kita terlalu terlena sampai sampai apa yang kita punya dan miliki harus kita berikan pada negeri lain sebagian besar hasil dan cara pengolahannya Dalam bentuk investasi yang membangun untuk negeri secara stag.  Pembagian hasil yang tidak merata serta alih teknologi yang hampir sama sekali tidak ada, nonsense. Saya katakan demikian karena sudah menjadi kebiasaan dan bukti bahwasanya kekayaan apapun yang ada dinegeri ini yang telah di eksplorasi, bukanlah menjadi titik balik yang menjanjikan untuk sekarang walaupun terbilang ada sedikit kecil yang bisa kita nikmati. Kenapa, tentunya banyak orang akan bertanya kenapa ? kita ambil contoh saja sebagian eksplorasi migas dan mineral di Indonesia ini, begitu banyak hasil yang didapat oleh sang investor. Sumberdaya inipun kita tahu kebayakan dikelola oleh multi Negara. Tapi apa yang kita dapatkan ? pembagian hasil yang merata, tidak sebegitu mungkin. Transfer of technology, hampir tidak ada padahal kita semua tahu bahwasanya Sdm kita mampu dan cukup unggul. Dampak eksplorasi lingkungan, 90% nyata walaupun sebagian penanganannya cukup signifikan. Kita sebenarnya tahu hasil eksplorasi itu berapa nilainya?? Tidak perlu saya teruskan, pastilah kita semua sudah  tahu berapa bagian kita?? Itulah persoalannya, dimana kita ?

Betapa indahnya negeri yang kita cintai ini. Negeri dengan 13 ribu pulau dimana menjadi suatu kenyataan logis bahwasanya belasan ribu pulau lainnya adalah kosong. Kosong dari penduduk, mata rantai ekonomi, pendidikan apalagi. Padahal seharusnya ada banyak cara untuk membangun dan memobilisasi rakyat untuk pindah. “Begitu banyaknya kesempatan, terlepas dari kita mampu atau tidak, semua berpaling lagi ke niat kita. Kita mau kita bisa, ekonomi kita tumbuh, struktur pembangunan kita mulai terencana, pendidikan mulai berbenah, militer kita kuat, sector perdagangan melonjak, daerah daerah mulai berkembang sedikit demi sedikit. Mari kita bangun negeri ini perlahan dengan irama yang “pas” terstruktur rapi dan konsisten tanpa harus memaksakan. Dari sekian banyak pembangunan, Tidakpun kita harus memandang pembangunan terpusat dengan Jakarta sebagai percontohan. Kita tahu bagaimana ibukota negeri ini dengan keluh kesahnya. Masalah kepadatan hingga moda transportasi menjadi umum dan lumrah pada sebagian kota kota besar didunia. “Tiada satupun negeri yang terbebas dari masalah”, Semua berpulang kepada niat kita untuk merubah, memperbaiki, menyusun, serta memikirkan dampak jangka panjang. saya pikir kita semua tahu harus seperti apa dan bagaimana. Toh begitu banyak opini diluar sana yang seabrek abrek ketika akan dikumpulkan tidak akan ada harganya jika tidak bukan orang pembesar saja yang berbicara dan mau merealisasikan, itulah ironi kita. Tapi yang jelas daerah kita perlahan mulai tumbuh berkembang menghiasi dan memperkuat negeri ini.

Indonesia, negeri yang kita cintai ini sekarang memang sedang tumbuh. Dengan berbagai pencitraannya yang disandang. Dengan beberapa gelarnya sebagai salah satu negeri G20 dan akan terus tumbuh. Kita pun tahu gelar terbaru militer di urutan 15 dunia saat ini. Wah kita harus bangga, ternyata negeri ini memang sedang membangun. Negeri ini punya daya saing di belantara internasional. Terlepas dari itu semua adalah tugas kita semua sebagai warga Negara yang harus turut ikut ambil bagian dalam kesuksesan pembangunan negeri kita ini. Kedepan kita sebentar lagi akan dihadapkan oleh pesta demokrasi yang akan memilih presiden dan parlemen. Dimana akan ada suatu pilihan, opini, dan kenyataan bahwa kesuksesan negeri ini akan berada dalam tampuk kepemimpinan yang kita semua harapkan. Begitu banyak calon dari latar belakang militer, ekonomi, politik, hukum dan lain lain yang akan bertarung. Begitu banyak pula dari kita yang akan memilih, membela, dan membuatnya berhasil. Kita harus tahu bahwasanya puncak kepemimpinan Indonesia ini nantinya akan menjadi puncak kepemimpinan tertinggi di regional. Sebuah kenyataan bahwa negeri sebesar ini akan begitu penting dan berpengaruh di kawasan terlebih presidennya nanti. Oleh karenanya kita semua patut berharap yang terbaik atas pucuk kepemimpinan negeri ini nanti.

Presidenku harapanku dan harapan 100 juta rakyat. Semoga beliau nanti mewakili dari segi militer, ekonomi, politik, dan ahli hukum. Pasti akan ada banyak pertanyaan kenapa harus militer lagi, kita kan tidak sedang berperang”. Ya memang kita tidak sedang berperang dan kitapun tidak juga sedang terancam. Lalu kenapa ? “kita butuh figure ini karena kita tahu side effectnya”. Walaupun dahulu kebanyakan figure ini terkesan kuat dan cenderung kekerasan. Jawabannya itu dulu, lain dulu lain sekarang. Figure ini yang akan membawa negeri kita disegani. Walaupun disatu sisi saya pun mendambakan figure sang proklamator. Kita tidak perlu takut lagi akan suatu pola kepemimpinan militer.

Yang perlu kita takuti adalah pola Kkn saat ini yang semakin banyak caranya. Yang harus kita gabungkan adalah tipical patriotisme militer, dengan gaya kepemimpinan anti imperialism, anti Kkn, ahli strategic, dan disokong oleh menteri menteri yang konsisten, berani dan mampu dibidangnya, serta tanggap apa yang menjadi tugasnya. Hal ini pun juga harus diperkuat oleh parlemen sebagai perwakilan rakyat. Merekalah harusnya orang orang yang pintar dan bukan terlalu pintar”. Merekalah yang harus kompeten dan membela rakyat. Kita tidak butuh parlemen yang karena dia banyak uang atau kolega membuat dia menjadi bisa duduk disana. Kita butuh parlemen untuk mengisi setiap kursi disana, dimana pada setiap kursi tersebut terletak impian dan harapan dari 100 juta rakyat Indonesia.

Terdapat janji janji yang harus ditepati dan terdapat tanggung jawab yang konsisten atas keinginan rakyat. Inilah sebenarnya pola kunci kesuksesan bernegara. Sukses tanpa harus diselingi dengan kasus korupsi yang kian hari makin kian terungkap. Sukses dengan gerakan anti korupsi yang sudah mulai ada titik terang, dengan kiprah KPK yang terbilang sudah bagus. Tinggal para pelakon korupsi saja yang mau membesarkan hati atas segala bukti yang ada, atas segala kesalahan yang dilakukannya tanpa harus bongkar sana bongkar sini, seret sana seret sini dan malu mengakui, “toh perbuatan adalah suatu perbuatan dimana akan ada selalu pertanggungjawaban”.

Mari kita membangun demokrasi yang lebih baik. Semoga apa yang kita harapkan sedikit banyak menjadi kenyataan. “Mari Bersatu untuk Indonesia satu”.

No comments:

Post a Comment