Demokrasi sering di dengar dari masa sekolah dasar sampai sekolah
menegah atas, kata demokrasi selalu muncul pada mata pelajaran
pendidikan kewarganegaaran. Bahkan di perguruan tinggi pun kita masih
mempelajari demokrasi sebagai bagian dari mata kuliah kewarganegaraan.
Namun terkadang kita belum dapat menghayati arti sesungguhnya dari
demokrasi. Demokrasi selalu berkaitan dengan kekuasaan dan kedaulatan
adalah ditangan rakyat, namun sampai sekarang rakyat belum merasakannya.
Hal ini dikarenakan demokrasi bangsa ini sudah kebablasan, sehingga
seakan buta arah tujuan demokrasi tersebut, terkadang keliru rakyat mana
yang dibela dan diberi wewenang dalam menentukan nasib bangsa ini.
Dewasa ini, sistem demokrasi yang kita gunakan lebih mengarah kepada sistem demokrasi kapitalis dan liberal. Sungguh ironis negara yang dibangun dengan cita-cita mulia dan memiliki falsafah yang sangat baik yaitu pancasila ini harus menyerah kepada sistem para kaum kapitalis dan liberalis. Apakah negara ini belum siap merdeka? Atau rakyatnya yang belum mampu mengisi kemerdekaan? Pertanyaan yang demikian sering muncul pada forum-forum diskusi. Maka yang perlu dilihat dari bangsa ini adalah pemimpinnya dan para elit politik yang mengatur sistem negara. Rakyat sebagai pelaksana kebijakan hanya dapat bertumpu dari sistem yang telah dibangun pemerintah yang akan menjadi tolak ukur tujuan dan arah bangsa ini.
Pemilu yang akan dilaksanakan pada waktu dekat ini seakan-akan hanya menjadi ceremonial belaka, tidak banyak berpengaruh di mata masyarakat. Angka golput yang semakin tinggi menandakan rasa kepercayaan rakyat terhadap para calon pejabat semakin rendah. Rakyat seakan sudah jenuh dan cape terhadap sistem demokrasi yang tidak ada kepentingan bersama. Pemilu tidak ubahnya seperti para penjudi yang sedang mempertaruhkan semua hartanya demi kemenangan yang semu. Dan rakyat bagaikan angka dadu yang dengan mudahnya dapat dipermainkan. Semua itu bukan semata-mata kesalahan para calon pejabatnya namun karena sistem demokrasi yang sekarang sedang dijalankan menuntut mereka melakukan hal-hal diluar kode etik demokrasi itu sendiri, selain itu adanya kepentingan kaum-kaum kapitalisme yang membangun kontrak politik dengan para calon adalah sebagian dari runtuhnya demokrasi kerakyatan yang telah lama dibangun. Hal ini menyebabkan sistem yang digunakan akan selalu mengarah kepada sistem kaplitalisme, dan rakyat lagi-lagi akan menjadi kobannya.
Demokrasi yang menjadi alat rakyat untuk menentukan nasib bangsa hanya sebagai topeng dari kebobrokan sistem demokrasi bangsa ini, dan rakyat pun tidak menyadari bahwa mereka telah ditipu oleh sistem pembodohan yang di buat oleh para wakil mereka. Permasalahan kemiskinan belum dapat di atasi, demokrasi yang sekarang hanya menjadi rakyat semakin miskin bukan semakin cerdas. Banyak para calon yang mengumbar janji-janji manis sebagai bumbu-bumbu penyedap dalam mengambil hati rakyatnya. Tidak jarang mereka menggunakan money politic sebagai cara untuk menarik suara-suara yang ingin diperoleh, rakyat yg memiliki pandangan sempit akan menerima itu sebagai tanda perhatian seorang calon kepada pendukungnya, dan mereka tidak menyadari selembar uang yang mereka terima akan menyengsarakan mereka selama 5 tahun mendatang. Hal ini diakibatkan karena calon yang telah memberikan uang kepada rakyat saat pesta demokrasi akan meminta balik uang yang telah dikeluarkan. Maka tidak jarang banyak kasus korupsi, hal itu dilakukan untuk mengembalikan uang yang telah diberikan kepada pendukung, maka baik calon maupun rakyat sama-sama menjadikan sistem menjadi rusak.
Sistem demokrasi yang saat mengarah kepada kebobrokan moral para calon pejabat, calon yang bermental lemah akan mendatangi paranormal dan dukun yang dianggap dapat memperlancar jalan menuju kemenangan. Mereka tidak segan-segan membuat ritual-ritual yang jauh dari tuntunan agama mereka, dan berbondong datang ke makam yang dianggap keramat untuk meminta keberkahan dalam pesta rakyat nanti. Hal semacam ini akan berpengaruh kepada calon nantinya jika terpilih menjadi wakil rakyat, perbuatan negatif seperti korupsi, asusila dan lain sebagainya dianggap wajar bagi mereka. Pejabat yang semacam ini biasanya mempunyai watak yang sombong dan serakah, mereka akan membuat undang-undang yang mengarah kepada kepentingan pribadi tanpa memikirkan nasib rakyatnya.
Pada akhirnya sistem yang saat ini dilaksanakan oleh bangsa ini akan membawa indonesia pada pintu kehancuran aset-aset negara dengan mudah dikuasai oleh asing, para kaum kapitalis dapat mengambil hasil kekayaan bangsa ini dengan hanya mengeluarkan beberapa dolar untuk membantu mereka yang gila jabatan dengan imbalan kekayaan bangsa ini. Tidak heran undang-undang yang dibuat selalu memudahkan para kaum kapitalis berkeliaran dan merampok kekayaan alam negeri ini. Sedangkan masyarakatnya menjadi budak dinegeri sendiri. Mereka yang memiliki pengetahuan tinggi yang seharusnya ikut membangun dan mengelola hasil kekayaan negeri ini untuk kesejahteraan rakyat justru berlomba-lomba masuk keperusahaan asing yang ada di dalam negeri sendiri, dan mereka yang memiliki pendidikan rendah hanya dapat menjadi kuli-kuli yang diperas tenaganya dengan upah yang minim. Sedangkan Kaum kapitalis dengan duduk santai menikmati hasil bumi negeri ini.
Solusi untuk mengubah kondisi bangsa yang demikian adalah dengan mengubah sistem demokrasi yang saat ini sangat jauh dari cita-cita negara indonesia, tujuan negara yang tertuang pada pembukaan undang-undang dasar yang salah satu poinnya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa akan sulit dicapai jika sistem demokrasi saat ini masih digunakan. Sistem yang sudah jauh dari nilai budaya bangsa indonesia akan semakin memperburuk situasi negara, dan negara indonesia akan semakin diambang keterpurukan dan kehancuran sistem pemerintahannya, hal ini akan mengarah kepada revolusi negara seperti yang terjadi pada tahun 1998 pada saat tumbangnya orde baru, jika sistem demokrasi belum diubah maka akan menyebabkan kechaosan dimasyarakat yang tidak puas dengan kinerja wakilnya yang hanya duduk diam dan mendengkur digedung wakil rakyat.
Seharusnya Indonesia kembali kepada demokrasi kerakyatan yang mana rakyat sebagai tonggak dari perbaikan nasib bangsa. Rakyat sendiri yang akan menilai sejauh mana parpol dapat memberikan kontribusi kepada rakyat. Sistem sekarang sangat jauh dari kepentingan rakyat, parpol justru telah kehilangan jati dirinya sebagai alat untuk memperbaiki sistem negara, parpol saat ini hanya sebagai baju yang untuk mendapatkan kursi kekuasaan. Dahulu parpol sebagai basis ideologi yang sangat kental dengan ideologi masing-masing dan jumlahnya dapat dihitung dengan jari. Sehingga rakyat dapat menilai sendiri partai mana yang sesuai dengan kebutuhan negaranya. Parpol pada saat itu sangat berhati-hati dalam memilih para kadernya yang akan diwakilkan untuk maju menduduki jabatan sebagai wakil rakyat, dengan demikian parpol mempunyai tanggungjawab moral terhadap tingkah laku kadernya dalam mengambil kebijakan penting. Namun saat ini yang terjadi adalah saling sikut antar calon, bukan hanya antar parpol, tetapi calon sesama partai pun saling berselisih. Sehingga ideologi partai sudah tidak dipandang lagi karena masing-masing mementingkan pribadinya.
Selain itu, menurut hemat saya adalah mempersatukan kembali parpol yang memiliki ideologi yang sama untuk membangun kekuatan membangun sistem negara sesuai ideologi parpolnya. Sehingga parpol lebih fokus pada pembangunan negara atas pemikiran parpol masing-masing, dan kepercayaan rakyat akan tumbuh kembali, karena rakyat akan memandang langsung kepada parpol secara langsung, sehingga rakyat dapat memblacklist parpol yang memiliki catatan buruk kadernya. Hal ini akan membuat sikap keterhati-hatian sebuah parpol dalam memilih figur yang akan diwakilkan untulk maju pada pesta demokrasi yang akan datang. Sebuah negara yang kuat dilihat seberapa kuat pemimpinya. Pemimpin mempunyai sikap tegas dan mampu menjalankan amanah rakyatnya akan menjadikan negara menuju kemajuan dengan sistem negara sesuai dengan idelogi bangsa indonesia.
Dewasa ini, sistem demokrasi yang kita gunakan lebih mengarah kepada sistem demokrasi kapitalis dan liberal. Sungguh ironis negara yang dibangun dengan cita-cita mulia dan memiliki falsafah yang sangat baik yaitu pancasila ini harus menyerah kepada sistem para kaum kapitalis dan liberalis. Apakah negara ini belum siap merdeka? Atau rakyatnya yang belum mampu mengisi kemerdekaan? Pertanyaan yang demikian sering muncul pada forum-forum diskusi. Maka yang perlu dilihat dari bangsa ini adalah pemimpinnya dan para elit politik yang mengatur sistem negara. Rakyat sebagai pelaksana kebijakan hanya dapat bertumpu dari sistem yang telah dibangun pemerintah yang akan menjadi tolak ukur tujuan dan arah bangsa ini.
Pemilu yang akan dilaksanakan pada waktu dekat ini seakan-akan hanya menjadi ceremonial belaka, tidak banyak berpengaruh di mata masyarakat. Angka golput yang semakin tinggi menandakan rasa kepercayaan rakyat terhadap para calon pejabat semakin rendah. Rakyat seakan sudah jenuh dan cape terhadap sistem demokrasi yang tidak ada kepentingan bersama. Pemilu tidak ubahnya seperti para penjudi yang sedang mempertaruhkan semua hartanya demi kemenangan yang semu. Dan rakyat bagaikan angka dadu yang dengan mudahnya dapat dipermainkan. Semua itu bukan semata-mata kesalahan para calon pejabatnya namun karena sistem demokrasi yang sekarang sedang dijalankan menuntut mereka melakukan hal-hal diluar kode etik demokrasi itu sendiri, selain itu adanya kepentingan kaum-kaum kapitalisme yang membangun kontrak politik dengan para calon adalah sebagian dari runtuhnya demokrasi kerakyatan yang telah lama dibangun. Hal ini menyebabkan sistem yang digunakan akan selalu mengarah kepada sistem kaplitalisme, dan rakyat lagi-lagi akan menjadi kobannya.
Demokrasi yang menjadi alat rakyat untuk menentukan nasib bangsa hanya sebagai topeng dari kebobrokan sistem demokrasi bangsa ini, dan rakyat pun tidak menyadari bahwa mereka telah ditipu oleh sistem pembodohan yang di buat oleh para wakil mereka. Permasalahan kemiskinan belum dapat di atasi, demokrasi yang sekarang hanya menjadi rakyat semakin miskin bukan semakin cerdas. Banyak para calon yang mengumbar janji-janji manis sebagai bumbu-bumbu penyedap dalam mengambil hati rakyatnya. Tidak jarang mereka menggunakan money politic sebagai cara untuk menarik suara-suara yang ingin diperoleh, rakyat yg memiliki pandangan sempit akan menerima itu sebagai tanda perhatian seorang calon kepada pendukungnya, dan mereka tidak menyadari selembar uang yang mereka terima akan menyengsarakan mereka selama 5 tahun mendatang. Hal ini diakibatkan karena calon yang telah memberikan uang kepada rakyat saat pesta demokrasi akan meminta balik uang yang telah dikeluarkan. Maka tidak jarang banyak kasus korupsi, hal itu dilakukan untuk mengembalikan uang yang telah diberikan kepada pendukung, maka baik calon maupun rakyat sama-sama menjadikan sistem menjadi rusak.
Sistem demokrasi yang saat mengarah kepada kebobrokan moral para calon pejabat, calon yang bermental lemah akan mendatangi paranormal dan dukun yang dianggap dapat memperlancar jalan menuju kemenangan. Mereka tidak segan-segan membuat ritual-ritual yang jauh dari tuntunan agama mereka, dan berbondong datang ke makam yang dianggap keramat untuk meminta keberkahan dalam pesta rakyat nanti. Hal semacam ini akan berpengaruh kepada calon nantinya jika terpilih menjadi wakil rakyat, perbuatan negatif seperti korupsi, asusila dan lain sebagainya dianggap wajar bagi mereka. Pejabat yang semacam ini biasanya mempunyai watak yang sombong dan serakah, mereka akan membuat undang-undang yang mengarah kepada kepentingan pribadi tanpa memikirkan nasib rakyatnya.
Pada akhirnya sistem yang saat ini dilaksanakan oleh bangsa ini akan membawa indonesia pada pintu kehancuran aset-aset negara dengan mudah dikuasai oleh asing, para kaum kapitalis dapat mengambil hasil kekayaan bangsa ini dengan hanya mengeluarkan beberapa dolar untuk membantu mereka yang gila jabatan dengan imbalan kekayaan bangsa ini. Tidak heran undang-undang yang dibuat selalu memudahkan para kaum kapitalis berkeliaran dan merampok kekayaan alam negeri ini. Sedangkan masyarakatnya menjadi budak dinegeri sendiri. Mereka yang memiliki pengetahuan tinggi yang seharusnya ikut membangun dan mengelola hasil kekayaan negeri ini untuk kesejahteraan rakyat justru berlomba-lomba masuk keperusahaan asing yang ada di dalam negeri sendiri, dan mereka yang memiliki pendidikan rendah hanya dapat menjadi kuli-kuli yang diperas tenaganya dengan upah yang minim. Sedangkan Kaum kapitalis dengan duduk santai menikmati hasil bumi negeri ini.
Solusi untuk mengubah kondisi bangsa yang demikian adalah dengan mengubah sistem demokrasi yang saat ini sangat jauh dari cita-cita negara indonesia, tujuan negara yang tertuang pada pembukaan undang-undang dasar yang salah satu poinnya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa akan sulit dicapai jika sistem demokrasi saat ini masih digunakan. Sistem yang sudah jauh dari nilai budaya bangsa indonesia akan semakin memperburuk situasi negara, dan negara indonesia akan semakin diambang keterpurukan dan kehancuran sistem pemerintahannya, hal ini akan mengarah kepada revolusi negara seperti yang terjadi pada tahun 1998 pada saat tumbangnya orde baru, jika sistem demokrasi belum diubah maka akan menyebabkan kechaosan dimasyarakat yang tidak puas dengan kinerja wakilnya yang hanya duduk diam dan mendengkur digedung wakil rakyat.
Seharusnya Indonesia kembali kepada demokrasi kerakyatan yang mana rakyat sebagai tonggak dari perbaikan nasib bangsa. Rakyat sendiri yang akan menilai sejauh mana parpol dapat memberikan kontribusi kepada rakyat. Sistem sekarang sangat jauh dari kepentingan rakyat, parpol justru telah kehilangan jati dirinya sebagai alat untuk memperbaiki sistem negara, parpol saat ini hanya sebagai baju yang untuk mendapatkan kursi kekuasaan. Dahulu parpol sebagai basis ideologi yang sangat kental dengan ideologi masing-masing dan jumlahnya dapat dihitung dengan jari. Sehingga rakyat dapat menilai sendiri partai mana yang sesuai dengan kebutuhan negaranya. Parpol pada saat itu sangat berhati-hati dalam memilih para kadernya yang akan diwakilkan untuk maju menduduki jabatan sebagai wakil rakyat, dengan demikian parpol mempunyai tanggungjawab moral terhadap tingkah laku kadernya dalam mengambil kebijakan penting. Namun saat ini yang terjadi adalah saling sikut antar calon, bukan hanya antar parpol, tetapi calon sesama partai pun saling berselisih. Sehingga ideologi partai sudah tidak dipandang lagi karena masing-masing mementingkan pribadinya.
Selain itu, menurut hemat saya adalah mempersatukan kembali parpol yang memiliki ideologi yang sama untuk membangun kekuatan membangun sistem negara sesuai ideologi parpolnya. Sehingga parpol lebih fokus pada pembangunan negara atas pemikiran parpol masing-masing, dan kepercayaan rakyat akan tumbuh kembali, karena rakyat akan memandang langsung kepada parpol secara langsung, sehingga rakyat dapat memblacklist parpol yang memiliki catatan buruk kadernya. Hal ini akan membuat sikap keterhati-hatian sebuah parpol dalam memilih figur yang akan diwakilkan untulk maju pada pesta demokrasi yang akan datang. Sebuah negara yang kuat dilihat seberapa kuat pemimpinya. Pemimpin mempunyai sikap tegas dan mampu menjalankan amanah rakyatnya akan menjadikan negara menuju kemajuan dengan sistem negara sesuai dengan idelogi bangsa indonesia.
No comments:
Post a Comment