Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI), korupsi diartikan ;
penyelewengan atau penggelapan uang( Negara, perusahaan dan sebagainya)
untuk kepentingan pribadi dan orang lain. Dari segala aspek dan sudut
pandang kemasyarakatan, tindakan korupsi adalah perbuatan yang sangat
kejam. Dan saat ini juga, korupsi memang tidak bisa dibilang sesuatu
yang mudah untuk dihilangkan. Sudah beberapa tahun bahkan sampai
berpuluh-puluh tahun tindakan korupsi belum bisa diberantas secara
tuntas, khususnya pada Negara Indonesia ini. Di tanah air Indonesia,
tindakan yang menyimpang aturan Negara(korupsi) seperti sudah membudaya.
dari pejabat parlemen, pejabat pemerintah bahkan sampai pejabat swasta
pun turut menganut ajaran ‘sesat’ ini. Jika perlu ditanyakan, kita
seharusnya membuat rumusan masalah untuk tindakan tersebut. “bagaimana
tindakan korupsi terjadi?”. Ada beberapa pernyataan dari pengamat
tindakan korupsi dalam menjawab rumusan masalah tersebut. Pertama, individu
yang berperan dalam suatu lembaga, seperti pejabat parlemen, pejabat
pemerintah dan pejabat swasta, mereka memiliki peluang yang cukup besar
untuk bertindak korupsi. Atas peluang tersebut akhirnya mereka para
pejabat memanfaatkan peluang itu sendiri untuk meraup ‘uang hitam’
sebanyak-banyaknya. Kedua, adakalanya memungkinkan tindakan
korupsi tersebut sebagai qodratnya manusia, yang sudah kita ketahui
bahwasannya manusia tidak lekang dengan sifat keserakahannya. Dengan
sifat serakahnya tersebut, manusia selalu menginginkan sesuatu yang
lebih dari yang mereka punya. Menurut logika, alasan atau pernyataan
tersebut memang masuk akal jika hal itu sebagai salah satu faktor
terjadinya tindakan korupsi.
Di Negara Indonesia, selama empat dekade terakhir tingkat kebocoran Negara baik kebocoran APBN atau APBD, baik melalui kecurangan dalam pengadaan barang dan jasa maupun melalui proses lain ini telah mencapai level yang sangat kritis, dampaknya pun sangat terasa pada kondisi perekonomian Indonesia yang terus terpuruk. Dan ketika itu, lembaga KPK memfokuskan perhatiannya pada tehnik bagaimana cara menjerakan penindak korupsi itu sendiri. Namun pada kenyataannya ide tersebut hanya bisa memberantas dan menangkap penindak korupsi dengan kisaran angka 5-20 koruptor yang sampai pada pengadilan dan ditetapkan pada hukuman Negara. Itu pun tidak seberapa bagi para koruptor, hanya beberapa tahun di penjara. Dan dalam kenyataannya juga mereka bebas sebelum waktu yang telah ditentukan. Selanjutnya, apakah memang benar koruptor di Negara Indonesia hanya berkisar antara angka 5-20 saja? Lalu, kita punya asumsi ada berapa ribu atau berapa puluh ribu atau berapa ratus ribu kasus korupsi di Indonesia? Kalau selama ini kita berhasil mengungkap 20 kasus(dan itu hebohnya bukan main), akan butuh berapa puluh tahun kita bisa menuntaskan semua kasus korupsi yang ratusan ribu itu? Karena hal itulah kenapa penggerak anti korupsi memerlukan metode yang konkrit untuk memberantas korupsi.
Di dalam buku “Memerangi Korupsi ; Sebuah Peta Jalan Untuk Indonesia” yang di tulis oleh Ian McWalter, SC mengungkapkan dalam pengantarnya bahwa untuk memberantas korupsi, suatu lembaga harus memiliki metode atau konsep yang sistematis. Dalam sesi ini, artikel yang berjudul “Penggerak Anti Korupsi Perlu Metode Konkrit” akan menjelaskan dan mengurai metode-metode yang dimilikinya untuk lembaga pemberantas korupsi di Negara Indonesia ini. Setidaknya ada 3 metode untuk mengonsepsasikan dengan sistematis untuk memberantas korupsi.
Pertama, amati penindak korupsi dan pembelajarannya. Untuk mengetahui permasalahan yang ada, kita perlu mengamati pejabat atau aparat yang bermasalah dalam korupsi agar mengetahui jalan konsep ‘sesat’nya tersebut, entah itu dengan mengintrogasi pelaku atau penyelidikan yang tersembunyi. Dengan begitu, lembaga pemberantas korupsi akan lebih mudah juga untuk mengonsepkan solusi penuntasan masalah tersebut dengan sistematis. Di sisi lain, kita bukan mengamati permasalahannya, namun mengamati contoh yang telah bersolusi. Semisal Negara Hongkong. 30 tahun yang lalu, Hongkong boleh dibilang sama dengan apa yang terjadi di Indonesia selama ini. Mereka(masyarakat Hongkong) juga mempunyai istilah bahwa “korupsi sudah membudaya” di negaranya sendiri. Begitu membudayanya sehingga petugas pemadam kebakaran yang sudah berada di lokasi amukan api pun tidak akan memulai menyemprotkan airnya kalau belum disogok. Perawat yang sudah siap alat suntiknya di rumah sakit umum pun tidak akan memulai menginjeksi pasiennya kalau belum dapat penghasilan tambahan. Pada saat itu, 90 persen tindak korupsi dilakukan oleh aparat Negara, mulai dari atas sampai yang paling bawah. Mulai pejabat kementrian sampai petugas di kampung-kampung melakukannya, sedang sisanya 10 persen dilakukan oleh swasta. Sampai kemudian dilakukan pemberantasan korupsi secara sistematis. Hasilnya bukan saja berupa sistem kenegaraan dan kemasyarakatan yang bersih, tapi juga kemajuan ekonomi yang luar biasa. Kini kalau masih ada tindak korupsi, jumlahnya sangat kecil dan persentasinya sngat menakjubkan : hanya 30 persen dilakukan aparat pemerintah dengan sisanya yang terbesar dilakukan oleh swasta, terutama di pasar modal.
Kedua, ikuti penindak korupsi dan pembelajarannya. Sudah kita mengamati permasalahan penindak korupsi serta contoh yang memberi solusi, metode ini kita akan dibawa untuk mengikuti segala hal tersebut. ikuti permasalahan penindak korupsi untuk ‘menyamar’ sebagai koruptor. Setelah kita ‘menyamar’ dan faham apa yang dilakukan oleh koruptor secara otomatis kita akan mendapatkan jalan keluar utnuk masalah tersebut. di sisi lain juga, terapkan contoh pemberi solusi(pemberantasan korupsi di Negara Hongkong) yang sudah dijelaskan pada metode pertama tadi.
Ketiga, modifikasi segala sisi. Di metode terakhir ini akan di urai untuk memodifikasi segala konsep yang sudah tersedia. Di metode kedua, kita sudah menyamar dan faham apa yang dilakukan oleh para koruptor serta kita juga sudah mendapatkan solusi yang sistematis tadi. Dan di metode ketiga ini kita akan memodifikasi seluruh konsep yang sudah dijelaskan diatas. Entah itu dikurangi, ditambah, dirubah, ataupun dirapikan dengan segala gagasan yang ada. Kita akan mencampur adukkan persepsi masing-masing individu dalam lembaga tersebut untuk mencapai pemberantasan korupsi secara tuntas.
Metode konkrit memang sangat dibutuhkan untuk memberantas korupsi yang semakin memperparah perekonomian tanah air ini. Lembaga KPK perlu belajar pada Negara Hongkong yang sudah diakui sebagai “pusat dunia untuk belajar pemberantasan korupsi” itu. Dengan segala konsep yang sistematis, lembaga KPK akan lebih mudah untuk mengungkap dan memberantas tindakan korupsi di Negara Indonesia dengan tuntas, bukan dengan cara ‘mematikan’ satu korupsi dan akhirnya akan lahir seribu penindak korupsi.
Di Negara Indonesia, selama empat dekade terakhir tingkat kebocoran Negara baik kebocoran APBN atau APBD, baik melalui kecurangan dalam pengadaan barang dan jasa maupun melalui proses lain ini telah mencapai level yang sangat kritis, dampaknya pun sangat terasa pada kondisi perekonomian Indonesia yang terus terpuruk. Dan ketika itu, lembaga KPK memfokuskan perhatiannya pada tehnik bagaimana cara menjerakan penindak korupsi itu sendiri. Namun pada kenyataannya ide tersebut hanya bisa memberantas dan menangkap penindak korupsi dengan kisaran angka 5-20 koruptor yang sampai pada pengadilan dan ditetapkan pada hukuman Negara. Itu pun tidak seberapa bagi para koruptor, hanya beberapa tahun di penjara. Dan dalam kenyataannya juga mereka bebas sebelum waktu yang telah ditentukan. Selanjutnya, apakah memang benar koruptor di Negara Indonesia hanya berkisar antara angka 5-20 saja? Lalu, kita punya asumsi ada berapa ribu atau berapa puluh ribu atau berapa ratus ribu kasus korupsi di Indonesia? Kalau selama ini kita berhasil mengungkap 20 kasus(dan itu hebohnya bukan main), akan butuh berapa puluh tahun kita bisa menuntaskan semua kasus korupsi yang ratusan ribu itu? Karena hal itulah kenapa penggerak anti korupsi memerlukan metode yang konkrit untuk memberantas korupsi.
Di dalam buku “Memerangi Korupsi ; Sebuah Peta Jalan Untuk Indonesia” yang di tulis oleh Ian McWalter, SC mengungkapkan dalam pengantarnya bahwa untuk memberantas korupsi, suatu lembaga harus memiliki metode atau konsep yang sistematis. Dalam sesi ini, artikel yang berjudul “Penggerak Anti Korupsi Perlu Metode Konkrit” akan menjelaskan dan mengurai metode-metode yang dimilikinya untuk lembaga pemberantas korupsi di Negara Indonesia ini. Setidaknya ada 3 metode untuk mengonsepsasikan dengan sistematis untuk memberantas korupsi.
Pertama, amati penindak korupsi dan pembelajarannya. Untuk mengetahui permasalahan yang ada, kita perlu mengamati pejabat atau aparat yang bermasalah dalam korupsi agar mengetahui jalan konsep ‘sesat’nya tersebut, entah itu dengan mengintrogasi pelaku atau penyelidikan yang tersembunyi. Dengan begitu, lembaga pemberantas korupsi akan lebih mudah juga untuk mengonsepkan solusi penuntasan masalah tersebut dengan sistematis. Di sisi lain, kita bukan mengamati permasalahannya, namun mengamati contoh yang telah bersolusi. Semisal Negara Hongkong. 30 tahun yang lalu, Hongkong boleh dibilang sama dengan apa yang terjadi di Indonesia selama ini. Mereka(masyarakat Hongkong) juga mempunyai istilah bahwa “korupsi sudah membudaya” di negaranya sendiri. Begitu membudayanya sehingga petugas pemadam kebakaran yang sudah berada di lokasi amukan api pun tidak akan memulai menyemprotkan airnya kalau belum disogok. Perawat yang sudah siap alat suntiknya di rumah sakit umum pun tidak akan memulai menginjeksi pasiennya kalau belum dapat penghasilan tambahan. Pada saat itu, 90 persen tindak korupsi dilakukan oleh aparat Negara, mulai dari atas sampai yang paling bawah. Mulai pejabat kementrian sampai petugas di kampung-kampung melakukannya, sedang sisanya 10 persen dilakukan oleh swasta. Sampai kemudian dilakukan pemberantasan korupsi secara sistematis. Hasilnya bukan saja berupa sistem kenegaraan dan kemasyarakatan yang bersih, tapi juga kemajuan ekonomi yang luar biasa. Kini kalau masih ada tindak korupsi, jumlahnya sangat kecil dan persentasinya sngat menakjubkan : hanya 30 persen dilakukan aparat pemerintah dengan sisanya yang terbesar dilakukan oleh swasta, terutama di pasar modal.
Kedua, ikuti penindak korupsi dan pembelajarannya. Sudah kita mengamati permasalahan penindak korupsi serta contoh yang memberi solusi, metode ini kita akan dibawa untuk mengikuti segala hal tersebut. ikuti permasalahan penindak korupsi untuk ‘menyamar’ sebagai koruptor. Setelah kita ‘menyamar’ dan faham apa yang dilakukan oleh koruptor secara otomatis kita akan mendapatkan jalan keluar utnuk masalah tersebut. di sisi lain juga, terapkan contoh pemberi solusi(pemberantasan korupsi di Negara Hongkong) yang sudah dijelaskan pada metode pertama tadi.
Ketiga, modifikasi segala sisi. Di metode terakhir ini akan di urai untuk memodifikasi segala konsep yang sudah tersedia. Di metode kedua, kita sudah menyamar dan faham apa yang dilakukan oleh para koruptor serta kita juga sudah mendapatkan solusi yang sistematis tadi. Dan di metode ketiga ini kita akan memodifikasi seluruh konsep yang sudah dijelaskan diatas. Entah itu dikurangi, ditambah, dirubah, ataupun dirapikan dengan segala gagasan yang ada. Kita akan mencampur adukkan persepsi masing-masing individu dalam lembaga tersebut untuk mencapai pemberantasan korupsi secara tuntas.
Metode konkrit memang sangat dibutuhkan untuk memberantas korupsi yang semakin memperparah perekonomian tanah air ini. Lembaga KPK perlu belajar pada Negara Hongkong yang sudah diakui sebagai “pusat dunia untuk belajar pemberantasan korupsi” itu. Dengan segala konsep yang sistematis, lembaga KPK akan lebih mudah untuk mengungkap dan memberantas tindakan korupsi di Negara Indonesia dengan tuntas, bukan dengan cara ‘mematikan’ satu korupsi dan akhirnya akan lahir seribu penindak korupsi.
No comments:
Post a Comment