Thursday, 12 June 2014

Gerakan Antikorupsi - Mendidik Pemuda yang Anti Korupsi

Strategi pemberantasan korupsi sudah diatur dalam Perpu No. 55 Tahun 2012 peraturan presiden tentang strategi nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi jangka panjang tahun 2012-2025 dan jangka menengah tahun 2012-2014 sudah diatur dengan jelas. Namun undang-undang tersebut belum menjadi solusi dan sepertinya hanya sbagai formalitas belaka. Faktanya, kasus ini belum saja bisa ditangani dan diberantas, bahkan malah semakin membabi buta. Menengok Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Indonesia tiap tahunnya mencapai 2.000 triliun. Namun negara ini tidak punya prinsip proteksi uang. Sedangkan negara asing 90% menguasai saham Indonesia. Sehingga peluang korupsi sangatlah terbuka.

Mengingat kurikulum pendidikan sekarang ini sudah berbasis pendidikan karakter, yang baru saja diresmikan pada bulan Juli lalu di tahun ini oleh Mendikbud Muhammad Nuh. Kurikulum ini memadukan pendidikan dan kebudaan yang membangun karakter kejujuran bagi peserta didik. Mengingat hal tersebut, perlu kiranya mengimplementasikan kurikulum ini untuk membentuk sikap pemuda Indonesia seutuhnya, yang jujur adil dan bijaksana.

Menukil semboyan KPK, “Berani Jujur, Hebat”. Maka, untuk membangun kesadaran politik masyarakat dalam memajukan budaya anti korupsi dengan dimulai dari kejujuran. Salah satunya adalah tidak mengambil hak orang lain. Hal ini perlu kiranya ditanamkan sedini mungkin kepada para kawula muda. Kenapa ini menjadi penting? Karena sebagai pemuda calon generasi penerus bangsa yang ingin lebih baik. Tindakan yang paling sederhana, namun efek jangka panjangnya lebih tercanangkan dengan baik adalah bersikap jujur dalam hal apapun itu. Tidak dapat ditawar lagi.

Pendidikan dini terhadap kalangan pemuda yang katanya sebagai agen perubahan (agent of change) dan agen kontrol sosial (agent of social control), maka dari itu pemuda haruslah langsung bersentuhan dengan masyarakat. Bangun dari ketidaksadaran, menjadi aktivis sosial, dan berperan menyadarkan publik terhadap tindak pidana korupsi (tipikor). Sudah banyak pelaku tindak pidana korupsi mulai dari kalangan pemulung, tukang parkir sampai pengusaha dan pejabat pemerintahan. Semakin tinggi tingkat pendidkannya semakin banyak pula nominal yang dikorupsinya. Bukan begitu?

Saya rasa memang tidak ada hubungannya status atau tingkat pendidikan seseorang terhadap perilaku biadab tersebut. Entah itu di sarjana yang paribahasanya “sundul langit” pun kalau moralnya miskin tetap saja berani berbuat kejahatan publik itu. Dan hal seperti itu menjadi santer dilakukan. Oleh karenanya, konseptual sistem pendidikan ini haruslah sejalan dengan misi untuk memberantas korupsi. Corak pendidikan kita kebanyakan masih sangat materialistis. Semuanya diukur dengan nilai. Pemerintah haruslah memahami jika kesalahan dalam proses belajar mengajar seperti ini berpengaruh pula pada moralitas. Pendidikan tidaklah sebatas kenikmatan individual saja. Dengan pendidikan karakter inilah diharapkan dapat mengkonstruk pola pikir yang benar, memproteksi dari hal-hal yang termasuk dalam kategori penyelewengan serta dapat mempertajam analisis (kritis) dalam permasalahan terkait perilaku berbau korupsi.

Bertepatan tanggal 9 Desember yang dinyatakan sebagai Hari Anti Korupsi Internasional, para pemuda tidak malah mati rasa dan bersikap apatis terhadap “korupsi”. Pemuda yang sudah terdidik moralnya maka akan peka terhadap kasus korupsi tersentak hati ketika melihat dampak korupsi yang sangat komplek. Sehingga mulai berani praktek dengan tindakan nyata, salah satunya terlibat dalam pengawasan pelayanan publik. Ketika sudah memahami seluk beluk korupsi beserta gejala-gejalanya dan dapat ikut serta dalam pemberantasan. Pastinya yang tidak boleh dilupakan adalah pemahaman tersebut harus diamalkan dengan cara dimulai dari diri sendiri (ibda’ binafsi) menghindari hal-hal yang berbahu korupsi, kemudian memberi tahu komunitasnya dan menjadi harga mati untuk anti korupsi.

Melalui pendidikan karakter dengan membangun pribadi yang anti korupsi dapat mengantarkan pemudanya untuk membawa negara merdeka tidak karena negara asing, tapi karena bangsa sendiri. Pemuda adalah tiang harapan bangsa ini. Ia dituntut mampu menjadi titik balik membawa publik lebih baik. Jangan pesimis memberantas korupsi. Setidaknya dapat meminimalisir dari hal sekecil apapun, baru menuju skala yang lebih besar.

No comments:

Post a Comment