Wakil rakyat saat ini mewakili kesenangan rakyat digedung megah.
Wakil rakyat mewakili kepemilikan mobil bergaya sport mahal. Wakil
rakyat mewakili kepuasan makanan bergizi bagi anak busung lapar. Wakil
rakyat mewakili rumah nyaman ber AC dilingkungan elit bagi rakyat
kawasan kumuh. Wakil rakyat mewakili tamasya indah keluar negeri. Wakil
rakyat mewakili baju necis berdasi dan bersepatu mengkilap bagi rakyat
pakaian compang-camping. Wakil rakyat mewakili gelimpangan harta duniawi
bagi rakyat kaya surgawi. Benarkah itu?
Pemimpin yang seharusnya mengayomi masyarakat. Pemimpin yang seharusnya menjadi teladan masyarakat. Pemimpin yang seharusnya berdiri tegak ketika ujian sambangi diri. Pemimpin yang seharusnya bermental baja hadapi nurani hati. Pemimpin yang seharusnya berjubahkan wibawa. Pemimpin yang seharusnya bergulat dengan rasa dan jiwa yang dipimpin. Pemimpin yang seharusnya iba dan lara melihat isak tangis yang dipimpin. Pemimpin yang seharusnya takluk dengan curahan hati derita yang dipimpin. Pemimpin yang seharusnya mendengar, melihat dan merasakan lingkungan hidupnya. Pemimpin yang seharusnya bersua tirani. Tapi masihkah ada, pemimpin itu?
Tak peduli seberapa berat pengorbanan yang diterjang didepan mata. Tak peduli seberapa banyak orang mencibir disosial media. Tak peduli terik matahari dan hujan menerpa tubuh. Tak peduli berjuta kerikil menyandung langkah laki. Tak peduli suara sangar rasuki telinga kanan maupun kiri. Tak peduli terpaan angin kian mendera dan mendekati. Tak peduli rayuan hal ghaib tuk berbuat tak sesuai norma. Tak peduli ada kesempatan emas tuk berbuat kenikmatan sesaat duniawi. Tak peduli peluh kian menetas deras iringi perjuangan diri. Tapi masihkah ada, pemimpin itu?
Pemimpin adalah seseorang yang dapat memberikan pengaruh besar bagi yang dipimpinnya. Pengaruh tersebut pastilah harus positif dan menjadikan orang lain menjadi individu yang lebih baik dari sebelumnya. Tak sedikit masyarakat mencoba peruntungan dikancah politik Indonesia. Mulai dari tukang jamu, tukang pijat, tukang sampah, penjual warung hingga orang berdasi konglomerat, tak terkecuali para pekerja seni yang sudah sering nongol didepan layar kaca televisi. Pemimpin bukan hanya semata-mata orang yang dikenal masyarakat, yang kemudian dengan enaknya menjadi seorang pemimpin duduk disinggasana empuk gedung mewah. Pemimpin yang dibutuhkan adalah pemimpin yang benar-benar tulus mengabdi bagi masyarakat. Tapi masihkah ada, pemimpin itu?
Budget selangit pun tak tanggung-tanggung mengucur deras dari kantong para calon wakil rakyat disemua lini. Dari lini spesialis ikan teri sampai lini spesialis ikan kakap. Para calon wakil rakyat tak segan-segan berhutang sana sini demi terkabulnya permintaan tingginya untuk menjadi katanya wakil rakyat. Perjuangan pun tak hanya sampai disitu saja. Banyak hal yang terjadi di lapangan yaitu saat pemilihan calon wakil rakyat, hal tersebut menjadi kewajaran dikalangan masyarakat. Mungkin saja sudah mendarah daging hingga akhirnya menjadi tradisi yang sulit dihilangkan, karena sudah mengakar kuat didasar pemikiran masyarakat. Seperti tindak suap menyuap disebuah desa agar memilih salah satu calon wakil rakyat tertentu, itu benar-benar terjadi dan malah menjadi hal yang menggembirakan dalam hal penambahan kas desa. Mungkin saja anggapan mereka adalah sebagai simbiosis mutualisme yaitu saling menguntungkan satu sama lain. Tapi benarkah seperti itu? Disisi lain, hal tersebut telah menyimpang dari hak asasi manusia, karena setiap manusia mempunyai hak dan kewajiban yang sesuai dengan dirinya. Doktrin yang terjadi di masyarakat telah menjadi hal biasa dan mungkin telah menjadi angin lalu bagi sebagian kalangan.
Dalam menjadi calon wakil rakyat haruslah sesuai dengan norma hukum yang ada. Hal tersebut diperlukan inovasi baru melalui cara pemilihan calon wakil rakyat. Salah satu pertanyaan yang dapat disampaikan adalah 0 rupiah jadi wakil rakyat? Apakah bisa? Mustahil? Bisa jadi? Tapi? Bisa juga? Banyak sekali kontroversi mengenai hal ini, karena sepertinya imposible jika menjadi calon wakil rakyat tanpa memerlukan biaya sepeser pun. Katanya “bunuh diri”? Maksudnya adalah jika calon wakil rakyat sudah berniat menjadi wakil rakyat, katanya harus konsekuen dalam hal totalitas mempersiapkan semuanya dari embel-embel tim sukses sampai menggerakkan massa besar. Kalau tidak punya uang ya jangan berani-berani nyebur api panas, begitu katanya.
Rp 0 jadi wakil rakyat? Pasti bisa. Bukan karena harta bukan karena popularitas tetapi karena dedikasi. Itulah salah satu yang terpenting. Wakil rakyat yang mumpuni adalah seseorang yang mempunyai dedikasi dibidangnya masing-masing. Tak perlu jabatan tinggi digedung tinggi seorang yang berdedikasi tapi seorang yang berprofesi sederhana pun dapat mempunyai dedikasi tinggi. Contohnya seorang penjual warung memberikan dagangan terbaik bagi konsumennya, memberikan pelayanan terbaik dan memberikan kenyamanan bagi konsumen. Seorang buruh memberikan pekerjaan terbaik bagi atasannya, memberikan kerja totalitas dan memberikan sikap jujur dan tanggungjawab. Pembangunan dedikasi pun tak mungkin terjadi dalam waktu sekejap tetapi memerlukan proses. Suatu kesuksesan besar tidak dapat terjadi dalam waktu yang singkat. Jika ingin mencapai kesuksesan dalam waktu singkat adalah suatu hal pemaksaan kehendak. Itulah kunci utama bahwa jika ingin menjadi wakil rakyat tanpa harus mengeluarkan biaya dapat dilakukan dari awal yaitu salah satunya memberikan dedikasi sesuai dengan profesi masing-masing. Ketika dedikasi baik, maka orang lain dapat respect dengan kehadiran kita dimanapun berada, maka promosi mouth to mouth dapat terjadi tanpa harus menggunakan sarana poster maupun baliho besar yang malah mengotori jalanan dan menghalangi kebersihan kota. Itulah salah satu hal simple yang dapat dilakukan menjadi calon wakil rakyat, meski perlu perjuangan yang lebih lagi maka kelak kesuksesan akan mendekat.
Pemimpin yang seharusnya mengayomi masyarakat. Pemimpin yang seharusnya menjadi teladan masyarakat. Pemimpin yang seharusnya berdiri tegak ketika ujian sambangi diri. Pemimpin yang seharusnya bermental baja hadapi nurani hati. Pemimpin yang seharusnya berjubahkan wibawa. Pemimpin yang seharusnya bergulat dengan rasa dan jiwa yang dipimpin. Pemimpin yang seharusnya iba dan lara melihat isak tangis yang dipimpin. Pemimpin yang seharusnya takluk dengan curahan hati derita yang dipimpin. Pemimpin yang seharusnya mendengar, melihat dan merasakan lingkungan hidupnya. Pemimpin yang seharusnya bersua tirani. Tapi masihkah ada, pemimpin itu?
Tak peduli seberapa berat pengorbanan yang diterjang didepan mata. Tak peduli seberapa banyak orang mencibir disosial media. Tak peduli terik matahari dan hujan menerpa tubuh. Tak peduli berjuta kerikil menyandung langkah laki. Tak peduli suara sangar rasuki telinga kanan maupun kiri. Tak peduli terpaan angin kian mendera dan mendekati. Tak peduli rayuan hal ghaib tuk berbuat tak sesuai norma. Tak peduli ada kesempatan emas tuk berbuat kenikmatan sesaat duniawi. Tak peduli peluh kian menetas deras iringi perjuangan diri. Tapi masihkah ada, pemimpin itu?
Pemimpin adalah seseorang yang dapat memberikan pengaruh besar bagi yang dipimpinnya. Pengaruh tersebut pastilah harus positif dan menjadikan orang lain menjadi individu yang lebih baik dari sebelumnya. Tak sedikit masyarakat mencoba peruntungan dikancah politik Indonesia. Mulai dari tukang jamu, tukang pijat, tukang sampah, penjual warung hingga orang berdasi konglomerat, tak terkecuali para pekerja seni yang sudah sering nongol didepan layar kaca televisi. Pemimpin bukan hanya semata-mata orang yang dikenal masyarakat, yang kemudian dengan enaknya menjadi seorang pemimpin duduk disinggasana empuk gedung mewah. Pemimpin yang dibutuhkan adalah pemimpin yang benar-benar tulus mengabdi bagi masyarakat. Tapi masihkah ada, pemimpin itu?
Budget selangit pun tak tanggung-tanggung mengucur deras dari kantong para calon wakil rakyat disemua lini. Dari lini spesialis ikan teri sampai lini spesialis ikan kakap. Para calon wakil rakyat tak segan-segan berhutang sana sini demi terkabulnya permintaan tingginya untuk menjadi katanya wakil rakyat. Perjuangan pun tak hanya sampai disitu saja. Banyak hal yang terjadi di lapangan yaitu saat pemilihan calon wakil rakyat, hal tersebut menjadi kewajaran dikalangan masyarakat. Mungkin saja sudah mendarah daging hingga akhirnya menjadi tradisi yang sulit dihilangkan, karena sudah mengakar kuat didasar pemikiran masyarakat. Seperti tindak suap menyuap disebuah desa agar memilih salah satu calon wakil rakyat tertentu, itu benar-benar terjadi dan malah menjadi hal yang menggembirakan dalam hal penambahan kas desa. Mungkin saja anggapan mereka adalah sebagai simbiosis mutualisme yaitu saling menguntungkan satu sama lain. Tapi benarkah seperti itu? Disisi lain, hal tersebut telah menyimpang dari hak asasi manusia, karena setiap manusia mempunyai hak dan kewajiban yang sesuai dengan dirinya. Doktrin yang terjadi di masyarakat telah menjadi hal biasa dan mungkin telah menjadi angin lalu bagi sebagian kalangan.
Dalam menjadi calon wakil rakyat haruslah sesuai dengan norma hukum yang ada. Hal tersebut diperlukan inovasi baru melalui cara pemilihan calon wakil rakyat. Salah satu pertanyaan yang dapat disampaikan adalah 0 rupiah jadi wakil rakyat? Apakah bisa? Mustahil? Bisa jadi? Tapi? Bisa juga? Banyak sekali kontroversi mengenai hal ini, karena sepertinya imposible jika menjadi calon wakil rakyat tanpa memerlukan biaya sepeser pun. Katanya “bunuh diri”? Maksudnya adalah jika calon wakil rakyat sudah berniat menjadi wakil rakyat, katanya harus konsekuen dalam hal totalitas mempersiapkan semuanya dari embel-embel tim sukses sampai menggerakkan massa besar. Kalau tidak punya uang ya jangan berani-berani nyebur api panas, begitu katanya.
Rp 0 jadi wakil rakyat? Pasti bisa. Bukan karena harta bukan karena popularitas tetapi karena dedikasi. Itulah salah satu yang terpenting. Wakil rakyat yang mumpuni adalah seseorang yang mempunyai dedikasi dibidangnya masing-masing. Tak perlu jabatan tinggi digedung tinggi seorang yang berdedikasi tapi seorang yang berprofesi sederhana pun dapat mempunyai dedikasi tinggi. Contohnya seorang penjual warung memberikan dagangan terbaik bagi konsumennya, memberikan pelayanan terbaik dan memberikan kenyamanan bagi konsumen. Seorang buruh memberikan pekerjaan terbaik bagi atasannya, memberikan kerja totalitas dan memberikan sikap jujur dan tanggungjawab. Pembangunan dedikasi pun tak mungkin terjadi dalam waktu sekejap tetapi memerlukan proses. Suatu kesuksesan besar tidak dapat terjadi dalam waktu yang singkat. Jika ingin mencapai kesuksesan dalam waktu singkat adalah suatu hal pemaksaan kehendak. Itulah kunci utama bahwa jika ingin menjadi wakil rakyat tanpa harus mengeluarkan biaya dapat dilakukan dari awal yaitu salah satunya memberikan dedikasi sesuai dengan profesi masing-masing. Ketika dedikasi baik, maka orang lain dapat respect dengan kehadiran kita dimanapun berada, maka promosi mouth to mouth dapat terjadi tanpa harus menggunakan sarana poster maupun baliho besar yang malah mengotori jalanan dan menghalangi kebersihan kota. Itulah salah satu hal simple yang dapat dilakukan menjadi calon wakil rakyat, meski perlu perjuangan yang lebih lagi maka kelak kesuksesan akan mendekat.
No comments:
Post a Comment