Monday, 2 June 2014

Membangun Pendidikan - Membangun Masyarakat Beradab Melalui Pendidikan dengan Student Loan

Belakangan ini, adanya pembaharuan gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh meningkatkan antusiasme masyarakat untuk memilih pemimpin negara seiring bangkitnya harapan untuk Indonesia yang lebih baik. Tentu saja pembaharuan kepemimpinan tidak serta-merta menjadikan Indonesia sebagai negara yang lebih maju, seperti katakanlah, negara-negara tetangga terdekat Indonesia, tempat kita mengekspor ‘asisten rumah tangga.’ Agar Indonesia sejajar dengan negara-negara Asia yang lebih maju, selain kepemimpinan diperlukan kerjasama seluruh masyarakatnya yang beradab (civilized).

Masyarakat yang beradab mendukung kemajuan suatu negara. Masyarakat beradab menjunjung tanggung-jawab, etika dan norma-norma serta menghargai kepentingan bersama. Dengan demikian, setiap kebijakan yang dibuat untuk kemaslahatan masyarakat tidak dirusak dan dilanggar oleh masyarakat itu sendiri. Contohnya, fasilitas publik tidak dirusak tetapi sebaliknya dijaga. Hak pejalan kaki dihormati. Ketertiban dan kedamaian dipelihara bersama. Amanah ditunaikan. Lebih dari itu, masyarakat yang beradab mampu bersama pemerintah membangun negara dengan kecerdasan dan peradaban yang tinggi. Tidak perlu lagi mengimpor bis-bis berkarat. Tentunya bisa diharapkan peran tenaga ahli yang menguasai teknologi yang diperlukan masyarakat. Masyarakat yang beradab cerdas tidak mudah dibodohi oleh pihak-pihak yang menginginkan kerusakan. Penulis sejarah kenamaan, Will Durrant menyatakan, "education is the transmission of civilization." Pendidikan adalah transmisi dari peradaban. Untuk membangun masyarakat yang beradab, pendidikan adalah hal yang seharusnya diprioritaskan.

Kendala utama dari pendidikan di Indonesia adalah dana. Untuk pendidikan dasar dan menengah telah ada kebijakan wajib belajar bagi seluruh rakyat. Walaupun belum semua anak memperoleh haknya untuk bersekolah, tetapi paling tidak telah ada kebijakan yang memaksa negara menyisihkan dana. Selepas pendidikan menengah, masih ada pendidikan tinggi. Seperti halnya hak atas pendidikan dasar dan menengah, setiap orang mempunyai hak yang sama untuk menikmati pendidikan tinggi. Kenyataannya, seperti kita ketahui, biaya kuliah berlipat kali dari biaya sekolah dasar dan menengah. Untuk yang mampu tak ada masalah. Untuk yang miskin tapi berprestasi, sebagiannya mendapat beasiswa. Sebagian mahasiswa kurang mampu yang masuk perguruan tinggi negeri dapat mengajukan BOP (Biaya Operasional Pendidikan) Berkeadilan yang jauh lebih ringan. Tentu saja dana subsidi dan beasiswa itu sangat terbatas.

Lalu bagaimana dengan siswa berprestasi yang miskin tetapi tak mendapat beasiswa? Bagaimana dengan siswa yang tak bisa memperoleh BOP Berkeadilan? Bagaimana dengan siswa miskin dengan prestasi akademik rata-rata, tetapi berkemauan untuk belajar di perguruan tinggi? Bagaimana dengan yang tidak masuk kategori miskin, tetapi ‘pas-pasan’ saja sehingga tidak bisa kuliah? Tidakkah mereka perlu juga dibantu? Haruskah mereka memupus impian masuk ke perguruan tinggi? Agar lebih banyak siswa menikmati bangku kuliah, diperlukan dana lebih banyak. Supaya dana yang tersedia bertambah, seharusnya dana yang diberikan tidak berupa beasiswa gratis, tetapi berupa pinjaman yang dikenal dengan student loan yang harus dikembalikan secara mencicil bila yang bersangkutan telah lulus dan bekerja. Student loan telah lama diterapkan di banyak negara dan merupakan kebijakan pemerintah, termasuk di negara-negara tetangga. Beasiswa gratis adalah kemewahan. Bukankah untuk membangun Indonesia semua harus berkorban? Dengan membayar pinjaman secara otomatis siswa yang memperoleh student loan dan berkesempatan mengecap pendidikan tinggi membayar hutangnya kepada masyarakat, dan dana tersebut dapat dimanfaatkan oleh siswa lainnya.

BOP Berkeadilan yang merupakan subsidi silang dari mahasiswa yang mampu untuk mahasiswa kurang mampu yang diterapkan di berbagai perguruan tinggi negeri baru dapat dinikmati oleh sebagian kecil siswa. Pemerintah menetapkan perguruan tinggi negeri menerima mahasiswa kurang mampu sebanyak 20 persen. Jadi dari seribu mahasiswa, dua ratus adalah mahasiswa kurang mampu. Andaikata 200 mahasiswa itu membayar setengah dari BOP yang seharusnya dibayarkan, dengan katakanlah BOP sebesar 40 juta rupiah, setengahnya dikalikan dua ratus mahasiswa, sudah menghabiskan dana 4 miliar rupiah untuk subsidi. Apabila dana 4 miliar rupiah itu dikembalikan, persentase penerimaan mahasiswa kurang mampu bisa ditambah.
Pemerintah memberikan beasiswa bagi siswa berprestasi untuk pendidikan di perguruan tinggi dengan program Bidik Misi. Pada tahun 2014 ada 60 ribu siswa mendapat beasiswa Bidik Misi. Andaikata setiap tahun tersedia dana untuk 60 ribu siswa berupa student loan, maka setiap tahun paling tidak akan ada dana pemerintah untuk 120 ribu siswa, yaitu dana yang tersedia untuk 60 ribu siswa ditambah dana yang kembali dari 60 ribu siswa angkatan terdahulu yang telah bekerja. Dana yang dipinjamkan untuk 120 ribu siswa tersebut akan kembali dan dipinjamkan lagi dan seterusnya. Bila ditambah berbagai sumber dana lain seperti dari berbagai perusahaan dan yayasan swasta yang biasa memberi beasiswa, maka dana yang tersedia akan semakin lama semakin banyak dan akhirnya diharapkan tersedia student loan untuk seluruh siswa Indonesia yang membutuhkan.

Apabila dalam satu keluarga dengan beberapa anak hanya satu yang beruntung memperoleh beasiswa, dengan kebijakan pemberian student loan dari pemerintah semua anak memperoleh dana kuliah. Selain itu, bagi yang masuk ke perguruan tinggi swasta tentunya juga akan mendapat kemudahan dengan student loan.

Dengan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan tinggi, mimpi ‘keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’ lebih mungkin menjadi kenyataan. Masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang cerdas dan beradab dan siap dipimpin oleh pemimpin yang mumpuni. Indonesia kemudian bisa diharapkan sejajar dengan negara-negara tetangga yang lebih dulu maju.

No comments:

Post a Comment