Sunday, 1 June 2014

Membangun Pendidikan - Hati-hati

Bahwa, membangun pendidikan merupakan pekerjaan sangat mulia bagi siapapun, karena dari pendidikan itu sendiri, manusia dapat memudahkan segala  persoalan hidupnya sendiri, keluarga, tetangga, maupun Negara. Atau bisa dikata bisa menaklukan Dunia.
Bahwa, membangun pendidikan harus sejak dalam kandungan sampai akhir hidupnya. Sebab ada manusia yang pisiknya tua tapi jiwanya kekanak-kanakan. Atau sebaliknya pisiknya muda tapi jiwanya tua (paripurna).

Bahwa, membangun pendidikan merupakan tanggungjawab kita bersama dalam hal ini orang tua, lingkungan, sekolahan, dan Pemerintah, dalam rangka mempersiapkan generasi kita sendiri(manusia) untuk menghadapi tantangan-tantangan hidup generasi kita berikutnya.

Bahwa, dunia kita saat ini hanya merupakan titipan anak cucu kita, sehingga dalam membangun suatu pendidikan perlu direncanakan matang-matang untuk menyongsong jaman-jaman berikutnya. Sehingga anak-cucu tidak menyalahkan orang tua. Karena merasa ketinggalan jaman.
Bahwa, pendidikan untuk menyongsong masa depan harus seimbang antara pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan kebutuhan tenaga kerja. Sehingga tidak percuma dalam membangun pendidikan dan tidak akan menjadi beban Negara karena banyak pengangguran, gelandangan, pengemis dan sebagainya.
Bahwa, sebagai  prinsip membangun pendidikan adalah “Mengingat Bumi ini tidak bertambah, penghuninya terus-menerus bertambah”  sehingga harus dicarikan ilmunya untuk kelanggengan hidup manusia itu sendiri.
Bahwa, selaku Pemerintah dalam hal membangun pendidikan tolok ukur keberhasilanya hanyalah kemajuan Negaranya itu sendiri karena Sumber Daya Manusianya itu sendiri.  Untuk kemajuan Negaranya itu sendiri. Sehingga menjadi Negara yang terhormat dan disegani oleh Bangsa kita sendiri. Yaitu bangsa manusia.
Bahwa, kalau melihat Pemerintah dalam membangun pendidikan dibanding dengan kemajuan Negaranya sendiri, tampak jelas ketinggalan jaman dengan kereta cepat bawah tanah maupun pesawat jet-jet atau Negara serba Internet gratis.

Bahwa, membangga-banggakan generasi kita sendiri hanya untuk olimpiade ilmu pengetahuan yang hanya dari hasil inovasi ilmu sebelumnya, tanpa ditampilkan  bentuk produk,  akan mengecewakan. Yang paling bagus, dididik sebagai PENEMU (Cara/ Strategi)

Bahwa, kalau kita mau meniti sejarah perjalanan Bangsa Indonesia mulai sejak jaman purbakala, dengan adanya produk nenek moyang yang diantaranya, Hurup Jawa, Gong/ Gamelan Jawa, Wayang kulit, Candi Borobudur, dan Candi-candi lainya itu membuktikan kita Bangsa yang berilmu tinggi sekali. Karena dasar dari segala macam ilmu itu “SENI”.

Bahwa, kata “SENI” identik dengan “SENENG/SENANG” sehingga PRINSIP MENDIDIK  itu cukup “di iming-iming”/diperlihatkan yang menjadi kesenanganya, untuk bisa “di raih” Jawanya “di ranggeh”. Seperti  orang tua-orang tua memperlihatkan mainan anaknya. Atau seperti  peribahasa “ RAIH lah ilmu, walaupun sampai ke negeri Cina”.

Bahwa, untuk Pendidikan Nalar (Naluri) /Pengertian  untuk disekolahan atau sejenisnya,  dasarnya sama yaitu harus terlihat(ditulis), harus terdengar(disuarakan) dan harus dirasakan(dimengerti). Karena mata (alat perekam gambar). Telinga (alat perekam suara), sehingga dapat dirasakan/dimengerti/dinalar.

Bahwa, untuk pendidikan nalar/pengertian, biasanya terkait umur anak, atau pada waktu jaman kita dulu hanya simpel untuk melihat “Nalar anak” Yaitu hanya tanganya sendiri untuk meraih(ngranggeh) telinganya sendiri lewat atas kepalanya sendiri. Yang apabila belum bisa, belum diperkenankan Sekolah.

Bahwa, untuk  pendidikan karakter yang ada di Negara kita saat ini. Terlihat membanggakan karena sejak usia dini sudah di doktrin, harus begita, harus begitu. Sehingga anak tidak bisa meraih kesenanganya. Sepertinya mendidik tapi justru membunuh kesenanganya/ karakternya.

Bahwa, untuk pendidikan kejiwaan, sebenarnya cukup di berikan pakaian yang seperti seorang propesional, pakai koper, dan sepatu mengkilat, kalau perlu pakai jas.. Sehingga apabila yang berpakaian itu akan berbuat kotor malu dengan pakaianya sendiri.

Bahwa, dari seluruh ulasan diatas, pada intinya membangun pendidikan itu, mengarahkan generasi kita sendiri untuk meraih masa depan sesuai kehendak jaman-jaman berikutnya dengan tidak meninggalkan jatidirinya semula, yaitu jatidirinya orang tua atau para leluhur kita masing-masing. Apabila orang tuanya Njowo (mengerti) anaknya lebih Njowo. Jadi hidup ini Langgeng (abadi).

Bahwa, oleh karena itu, kita daripada meninggalkan harta materi, baiknya meninggalkan harta berupa ilmu/cara/strategi. Sehingga bagaimanapun rintangan-rintangan hidup anak cucu/generasi kita mendatang bisa teratasi sendiri. Bukanya seperti keadaan saat ini bisanya hanya minta uang IBU-BAPAK yang di atas sana. REPOT.

Bahwa, dengan demikian dalam rangka penyadaran dalam MEMBANGUN PENDIDIKAN jangan asal-asalan, ibarat kita menyetir BUS yang penumpangnya anak-anak kita sendiri. Yang  mengendalikan setir jelas kita sendiri, yang tahu medan jalan didepan ya kita sendiri, Kita sendiri juga punya nyawa, mestinya HATI-HATI (pakai perasaan). OK.GITU SAJA KOK REPOT

No comments:

Post a Comment