Sunday, 1 June 2014

Membangun Pendidikan - Anggaran Besar Pendidikan Berkualitas

Pendidikan merupakan pintu gerbang utama suatu bangsa untuk mencapai kemakmuran. Bangsa dengan pendidikan yang lemah, akan hanya menjadi “Boneka” bagi bangsa lain. Banyak bukti menunjukkan masih minimnya kualitas pendidikan di Indonesia. Dari segi infrastuktur, tercatat masih ratusan ribu sekolah rusak di penjuru Indonesia. Dari segi sistem pengajaran, pemerintah melalui kementrian pendidikan, masih mencari kurikulum yang paling ideal untuk diterapkan. Belum lagi rendahnya tingkat kompetensi guru di Tanah Air dan persebarannya yang tidak merata, ikut memperburuk kondisi pendidikan Indonesia. Hal ini menjadi suatu ironi, karena ditengah gencarnya pemerintah membanggakan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia , namun berbanding terbalik dengan apa yang terjadi terhadap dunia pendidikan.

            Banyak para pengamat  yang mengemukakan pendapat bahwa anggaran pendidikan yang dialokasikan dari APBN, masih belum cukup untuk membenahi pendidikan dan memenuhi kebutuhan dunia pendidikan kita sekarang ini. Namun, apakah anggaran diperbesar dapat menyelesaikan masalah? Belum tentu.

            Anggaran fungsi pendidikan nasional pada tahun 2014 menjadi Rp 371,2 triliun. Alokasi itu naik 7,5 persen jika dibandingkan dengan anggaran pendidikan tahun 2013 sebanyak Rp345,3 triliun. Hal ini telah sesuai dengan amanat konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 untuk mengalokasikan 20 persen dari APBN. Setiap tahun anggaran pendidikan di Indonesia mengalami trend kenaikan. Tetapi trend kenaikan ini tidak disertai dengan peningkatan kualitas pendidikan. Menggutip berita dari kompas.com (23/05/2013), Pada tahun 1997, kualitas pendidikan Indonesia menempati peringkat ke-39 dari 49 negara yang disurvei. Adapun tahun 2007, kualitas pendidikan Indonesia menurun menjadi peringkat ke-53 dari 55 negara yang disurvei. Padahal, anggaran pendidikan meningkat selama masa Reformasi karena dipatok harus 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

            Alokasi anggaran pendidikan pada tahun 2013, yang diklaim pemerintah telah mencapai 20% dari jumlah APBN sampai saat ini belum berhasil menyelesaikan permasalahan-permasalahan di dunia pendidikan. Sekitar 160 ribu sekolah di nusantara tercatat tidak layak pakai, mutu dan kualitas guru yang masih jauh di bawah standar. Mengutip dari kompas.com (23/05/2013) Pada uji kompetensi guru yang diikuti guru bersertifikat, rata-rata nasional untuk nilai guru hanya 43,2. Adapun nilai rata-rata nasional para guru yang belum bersertifikat di uji kompetensi awal berkisar 42,25. Di sisi lain, kondisi minimnya riset berkualitas yang mampu menembus di jurnal internasional setelah 15 tahun Reformasi masih menjadi persoalan. Publikasi ilmiah (1996-2009), berdasarkan data dari Scimago Journal & Country Rank, 2011, dalam satu tahun posisi Indonesia tidak beranjak. Pada tahun 2010, Indonesia berada di posisi 64, dan tahun berikutnya tetap di posisi 64 dari 70 negara. Negara-negara lain bisa maju, seperti Malaysia pada tahun 2011 di posisi 44 dan pada tahun 2010 di posisi 48. Adapun Banglades lebih unggul dari Indonesia di posisi 62. Thailand dan Singapura juga lebih unggul dari Indonesia. Di kawasan ASEAN, Indonesia belum mampu menembus dominasi Singapura, Malaysia, dan Thailand dalam berbagai penilaian mutu pendidikan. Misalnya, dalam pengukuran kemampuan sains, matematika, dan membaca lewat Program for International Student Assessment ataupun TIMS untuk siswa berusia 15 tahun, Indonesia berada di urutan bawah.

            Beberapa fakta dan data diatas membuktikan bahwa anggaran yang besar tidak dapat menjamin perbaikan mutu pendidikan, malahan dengan semakin besarnya anggaran, semakin  menciptakan peluang korupsi di anggaran pendidikan. Mengutip pernyataan Indonesia Corruption Watch (ICW) pada okezone.com (27/02/2013), Korupsi juga merajalela di sekolah dan perguruan tinggi. Banyak orangtua terpaksa menyuap sekolah agar anak-anak mereka lulus tes masuk, atau membayar fasilitas yang seharusnya disediakan oleh negara. Indonesian Corruption Watch (ICW) mengklaim, hanya sedikit sekolah Indonesia yang bersih dari korupsi, dengan 40 persen biaya operasional sekolah yang seharusnya menjadi jatah mereka "disunat" sebelum sampai ke ruang kelas. 

            Oleh sebab itu perlu adanya solusi penyelesaian permasalahan terbsebut, adapun upaya yang dapat dilakukan ialah :

Pemerataan Penyaluran Bantuan
            Penyaluran anggaran selama ini dinilai tidak tepat sasaran dikarenakan masih banyaknya sekolah yang lebih membutuhkan , namun tidak tersentuh bantuan. Bantuan anggaran lebih berfokus kepada sekolah-sekolah diperkotaan. Sedangkan sekolah dipelosok daerah masih bnayak yang terbengkalai.  Perlu adanya skala prioritas dari pemerintah terhadap besaran bantuan yang diberikan setiap sekolahnya.

            Meminta peran aktif pemerintah setempat unuk melaporkan keadaan sekolah baik infrastruktur maupun tenaga pengajar dengan semaksimal mungkin sehingga, sekolah yang sudah memasuki kategori urgent (sangat membutuhkan) bisa mendapat bantuan.

Penggunaan anggaran yang efektif dan efisien
            Anggaran pendidikan sekarang ini tidak akan pernah terasa cukup, apabila penggunaannya tidak efektif dan efisien. Banyak sekali kebocoran anggaran yang terjadi selama ini. Salah satu fakta di lapangan ditemukan bahwa, banyaknya sekolah yang rusak di karenakan pembangunan sekolah menggunakan material yang tidak standar, sehingga sangat mudah rusak. Hal semacam ini terus berulang dan bahkan sudah menjadi budaya dikalangan pemangku jabatan baik di pihak kementrian maupun pihak sekolah. Apabila hal ini terus dibiarkan maka, kebutuhan anggaran akan infrastruktur tidak akan pernah tercukupi

Penguatan Pengawasan Penyaluran Anggaran
            Minimnya pengawasan penyaluran anggaran pendidikan di daerah, membuat prkatek korupsi makin merajalela. Perlu adanya tindakan pengawasan yang ketat dari pihak yang terkait, baserta ikut mengajak masyarakat turut melaporkan segala macam tindakan – tindakan yang tidak diperbolehkan seperti pungutan liar (pungli) dan sejenisnya. Selain itu, memastikan setiap anggaran tersalurkan dengan baik kepada pihak yang semestinya menerima.

            Dalam pengawasan pengelolaan anggaran, perlu adanya lembaga yang kompeten, professional, independen serta akuntabel dalam menjalankan pengawasan akan anggaran, dalam hal ini BPK (Badan Pengawas Keuangan) memiliki kewajiban untuk memeriksa jlur keuangan anggaran serta transparan. Sehingga masyrakat dapat menilai langsung apakah, penyaluran anggaran selama ini sudah terawasi atau tidak.

            Anggaran yang besar tidak dapat menjamin kualitas pendidikan, masih banyak aspek yang mesti diperhatikan. Perlu adanya peranan dan kesadaran dari semua pihak agara tujuan pendidikan yang tertulis dalam  UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 akan semakin mudah untuk dicapai.  

No comments:

Post a Comment