Sunday, 1 June 2014

Membangun Pendidikan - Ada yang Lebih Baik daripada Ujian Nasional

Ujian Nasional (UN) seakan menjadi momok dalam dunia pendidikan negeri ini satu dekade terakhir. Pro dan kontra selalu muncul setiap tahunnya tanpa ada solusi yang mampu meleburkan hal tersebut. Tidak hanya itu, para peserta didik seakan hanya memiliki visi untuk melewati UN bagaimanapun caranya. Segala cara dan jalan ditempuh. Tidaklah heran pendidikan non-formal mulai menjamur sebagai peluang bisnis baru di dunia pendidikan negeri ini.

Kelebihan Ujian Nasional
UN tidaklah sepenuhnya buruk dalam menentukan patokan standar pendidikan negeri ini. Jika dilihat lebih dalam, esensi UN tidak hanya pada pengujian kemampuan kognitif para peserta didik di negeri ini. Esensi UN bisa dilihat lebih dalam, yaitu sebagai salah satu sarana melatih sekaligus menguji mental anak negeri ini. Secara kualitas soal, tentunya UN bukanlah masalah berarti bagi mereka yang mampu mengikuti dan paham apa yang telah diperoleh dalam proses pendidikan. Secara langsung maupun tidak langsung, mental anak negeri akan terasah dan terbentuk melalui UN. UN mampu memberikan gambaran mental setiap individu anak negeri ini di masa depan.

Sayangnya, tidak sedikit pula anak negeri ini memiliki mental “pecundang” dalam menghadapi UN. Segala cara ditempuh oleh mereka demi “mengobati” ketakutan mereka terhadap UN yang dilihatnya sebagai tembok besar. Tidaklah heran bagaimana negeri ini saat ini yang terlihat seperti bermental tempe. Mental tempe negeri ini muncul kembali di jiwa negeri ini karena efek pemuda yang begitu besar. Efek pemuda pun sudah diakui oleh Soekarno sebelumnya. Tinggal bagaimana negeri ini mengelola dan mengembangkan sumber daya pemuda negeri ini yang ada.

Kekurangan Ujian Nasional
Dibalik kelebihan UN di atas, tentunya kekurangan juga ada dalam pelaksanaan UN. Kekurangan ini sebenarnya efek dari bobroknya sistem pendidikan nasional yang sudah lama terbentuk. Banyak yang perlu sangat disayangkan dengan pelaksanaan UN dalam satu dekade terakhir ini.

Yang paling sangat disayangkan adalah bagaimana pemerintah seakan mendikotomi ilmu pegetahuan yang selanjutnya menimbulkan ekslusifitas ilmu pengetahuan. Sistem pendidikan negeri ini seakan mendewakan ilmu eksak dibandingkan dengan ilmu sosial. Secara tidak langsung hal ini juga telah mengkonstruksi pikiran siapa saja bahwa ilmu eksak lebih baik dibandingkan dengan ilmu sosial.

 Yang lebih substansi lagi, kekurangan UN yang jelas terihat adalah bagaimana sistem pendidikan negeri ini jauh mementingkan sisi kognitif dibandingkan dengan sisi lainnya yang perlu dikembangkan di setiap individu anak negeri. Materi-materi kognitif yang sebenarnya tidak serta merta bisa diimplemetasikan dalam realita hidup sehari-hari seakan dianggap jauh lebih penting dibandingkan hal lain yang jauh lebih bermakna dan berguna dalam realita. Tidaklah heran bagaimana negeri ini sekarang cenderung di isi oleh individu-individu yang kaku seperti robot yang jarang sekali hatinya digunakan.

Ada Cara yang Lebih Baik Daripada Ujian Nasional (?)
Ujian Nasional sebenarnya adalah cara yang baik untuk melakukan standarisasi pendidikan negeri ini tetapi perlu diperhatikan juga bagaimana infrastruktur dan kesiapan sistem pendidikan negeri ini. Negeri ini tidak hanya Pulau Jawa melainkan dari Sabang sampai Merauke. Luasnya negeri ini tentunya merupakan tantangan tersendiri bagi sistemp pendidikan negeri ini apalagi “dosa” Orde Baru terasa saat ini. Secara jelas terlihat bagaimana pembangunan begitu terpusat di Pulau Jawa.

 Sayangnya, infrastruktur dan kesiapan sistem pendidikan negeri ini belum sepenuhnya siap untuk melakukan UN. Perlu dicari alternatif lain selain UN yang mampu “menggiring” kesiapan sistem pendidikan negeri ini dalam menciptakan standarisasi dengan tingkat tinggi secara bertahap tetapi pasti. Ada kah cara yang lebih baik daripada UN?

 Saya mencoba menggambarkan ide yang saya miliki demi pendidikan negeri yang lebih baik. Ide yang saya miliki sebenarnya tidaklah jauh berbeda dengan UN tetapi bisa dibilang lebih sederhana dan mungkin mampu menjawab pertanyaan akan keadilan dalam pendidikan negeri ini. Jika UN berskala nasional, ide yang saya berikan hanya berskala provinsi atau regional.

Ide yang saya miliki sebenarnya mirip dengan sistem UMPTN atau SPMB atau SNMPTN yang sudah dilakukan sebelumnya untuk tingkat sekolah tinggi. Ya, saya merasa perlu sistem tersebut dicoba untuk setiap tingkatan pendidikan negeri ini. Sebelumnya sistem pendidikan negeri ini sudah mencoba sistem tersebut untuk tingkat pendidikan dasar. Setiap peserta didik Sekolah Dasar (SD) perlu mengikuti test yang dulu disebut sebagai General Test. Hampir seluruh materi yang diperoleh di kelas diujikan secara bersamaan dengan proporsional soal yang merata.

Skala dari tes akademik masuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi ini rasanya haya perlu dalam skala provinsi ataupun regional. Hal ini mengacu kepada kemampuan peserta didik yang belum sepenuhnya mampu hidup jauh secara mandiri. Selain itu, pemberdayaan SDM lokal perlu digalakkan demi memberikan kesempatan yang jauh terbuka lebar bagi mereka yang tinggal di provinsi maupun regional yang sama. Skala seperti ini tentunya mampu meringankan beban anggaran pemerintah pusat karena pengadaan barang untuk tes ini bisa dipegang dan dilaksanakan di setiap provinsi ataupun regional.

Untuk kelulusan peserta didik, hanya perlu dilakukan oleh sekolah bersangkutan. Hal ini mengaca kepada UN tingkat SMA yang bisa dikatakan tidak berguna sama sekali untuk mendaftar ke Perguruan Tinggi Negeri. Yang diperlukan dalam proses seleksi tersebut hanyalah hasil dari tes mandiri dan ijazah yang memiliki pernyataan lulus secara tertulis.

No comments:

Post a Comment