Berita-berita di media massa nasional bulan Desember 2007: Lima orang pengurus wilayah organisasi massa Islam terbesar di Indonesia, Muhamaddiyah dan NU, berkunjung ke Israel. Salah satu agenda mereka adalah menghadiri perayaan hari raya keagamaan Yahudi Hanukkah yang ditandai dengan penyalaan lampu menorah.
            Pada
 tanggal 4 Desember 2007 lalu sebuah menorah (sebuah benda berbentuk 
sembilan sula yang ujung-ujungnya berupa lampu atau lilin, simbol utama 
agama Yahudi, oleh ummat Islam disebut sebagai lambang pohon gorgot 
sebagaimana disebut dalam hadits Nabi Muhammad) raksasa didirikan di 
pelataran, tepat di depan istana presiden Gedung Putih, Washington DC, Amerika). 
Apa masalahnya?
Masalahnya
 sebenarnya sangat banyak dan mendasar, kontroversial bahkan cenderung 
provokatif. Bagaimana mungkin di lokasi “sakral” seperti Gedung Putih 
dimana bahkan salib (lambang agama Kristen yang dianut oleh mayoritas 
rakyat Amerika) dilarang didirikan, sebuah lambang agama minoritas bisa 
berdiri.
Masih ada lagi kontroversi lainnya: Peresmian bangunan tersebut dilakukan oleh pejabat publik, Jaksa Agung Michael
 Mukasey. Padahal sebagai negara sekuler Amerika melarang hal-hal yang 
terkait dengan agama dikaitkan dengan simbol-simbol kenegaraan: 
tempat-tempat publik dan pejabat-pejabat publik. Untuk yang satu ini 
pemerintah Amerika bahkan melarang kebiasaan berdoa bersama (secara 
Kristen) di sekolah-sekolah publik (milik pemerintah).
Masih
 ada lagi kontroversi lainnya: Menorah adalah sebuah lambang rasisme. 
Tepatnya menorah dibuat oleh bangsa Yahudi untuk mengingatkan kaum 
Yahudi bahwa orang-orang Yahudi, sebagai manusia pilihan Tuhan, dilarang
 melakukan asimilasi (pembauran) dengan orang-orang non-Yahudi. Padahal 
sebagai negara yang mengklaim diri sebagai lokomotif demokrasi, Amerika 
mestinya mengharamkan simbol-simbol rasisme.
            Masih
 ada lagi kontroversi lainnya: Menorah besar kini berdiri di ratusan 
bangunan pemerintah di seluruh Amerika, sementara lambang-lambang agama 
lain termasuk Kristen dan apalagi Islam, dilarang. Selain di pelataran, 
menorah juga berdiri di dalam istana Gedung Putih. Menorah itu, bukan 
salib, tragisnya menjadi benda upacara peringatan hari Natal di Gedung 
Putih yang dilakukan oleh George Bush, Presiden Amerika yang beragama 
Kristen.
            Yang
 ini mengejutkan: Menorah berdiri di ratusan kantor pemerintah dan 
gedung parlemen di negara-negara Eropa yang selama ini dikenal sebagai 
negara sekuler. Menurut situs lubavitch.com milik kelompok Yahudi garis keras chabad lubavitch,
 sampai saat ini setidaknya ada 10.000 tempat publik di seluruh dunia, 
terutama lapangan-lapangan umum, dihiasi dengan menorah, mulai dari 
kota-kota besar Amerika dan Eropa, hingga New Delhi di India dan Peking 
di China.
            Perayaan
 hari Hanukkah yang ditandai dengan penyalaan lampu menorah dilakukan 
untuk memperingati “kemenangan” bangsa Yahudi atas bangsa Yunani di 
tanah Palestina abad 2 Sebelum Masehi. Peperangan antara Yahudi melawan 
Yunani terjadi murni karena masalah agama. Orang-orang Yahudi marah 
karena raja Yunani yang menguasai Palestina dimana bangsa Yahudi 
tinggal, Anthiochus IV, memadukan ritual-ritual Yunani pada 
upacara-upacara keagamaan Yahudi. Anthiocus melakukan hal itu karena 
kenyataan terjadinya asimilasi antara bangsa Yahudi dengan Yunani. 
Merasa terancam kemurnian agamanya terganggu, di bawah pimpinan 
Macabbees bangsa Yahudi memberontak dan berhasil mengalahkan bangsa 
Yunani. 
            Dan
 meskipun bangsa Yunani menerima asimilasi dengan Yahudi, orang-orang 
Yahudi dengan sangat kejam membalas “kekurang ajaran” orang-orang Yunani
 mengotori agama mereka. Kekejaman itu bahkan tidak terbayangkan oleh 
orang-orang jaman dahulu di mana standar moral masih sangat rendah 
dibanding jaman sekarang. Setelah dimutilasi, tubuh orang-orang Yunani (maaf, pen) direbus di dalam kuali. Ususnya (ma’af. pen) dijadikan ikat pinggang. Semuanya itu tercatat dalam manuskrip-manuskrip kuno yang masih ada sampai sekarang.
            Latar
 belakang itulah yang menyebabkan perayaan hari raya Hannukah, sampai 
saat ini oleh orang-orang Yahudi dianggap sebagai kemenangan agama dan 
bangsa Yahudi dari agama dan bangsa lainnya sekaligus mengukuhkan diri 
sebagai bangsa pilihan Tuhan.
            Pembangunan
 simbol Yahudi di tempat-tempat publik berbagai negara di dunia 
menunjukkan dominasi Yahudi tidak lagi sebagai sebuah ilusi. Bahkan 
sebelum menorah-menorah itu berdiri orang-orang yang “memiliki informasi
 baik” telah tahu bahwa Yahudi, bangsa yang paling dibenci oleh 
bangsa-bangsa lain di dunia karena kelicikan dan kekejamannya, secara 
riel telah menguasai dunia melalui militer Amerika dan NATO, jaringan 
media massa, perusahaan-perusahaan trans-nasional, high paid professionals, politisi, public figure hingga tokoh-tokoh agama non-Yahudi.
            Dominasi
 Yahudi tidak datang seketika. Sampai awal abad 20 mayoritas rakyat 
Amerika tidak mengenal libur hari Sabtu (Sabbath). Sentimen anti Yahudi 
pun masih sangat tinggi di sebagian besar rakyat Amerika. Namun semuanya
 itu berubah dengan sangat drastis. Orang-orang Yahudi berhasil 
memaksakan hari Sabtu sebagai hari libur nasional. Simbol-simbol Yahudi 
pun menggusur simbol-simbol Kristen di tempat-tempat publik termasuk 
Gedung Putih. Sampai saat ini pun orang-orang Yahudi masih terus 
berusaha menyingkirkan simbol-simbol Kristen. Kasus terakhir yang tengah
 marak saat ini adalah tuntutan organisasi-organisasi Yahudi agar bentuk
 susunan kursi dalam gedung parlemen Amerika diubah karena menurut 
mereka membentuk tanda salib.
            Yang
 sangat ironis justru adalah nasib orang-orang kulit putih di Amerika 
yang mayoritas beragama Kristen. Sebagai pendiri Amerika dan etnis 
mayoritas, sedikit demi sedikit mereka tersingkir dari domainnya. Secara
 demografis dan sosiologis kedudukan mereka mulai tersingkir oleh etnis 
kulit hitam dan etnis pendatang lainnya. Di panggung bisnis dan politik 
mereka tersingkir oleh Yahudi. Media massa, film-film Hollywood dan dunia hiburan (yang dikuasai Yahudi) pun cenderung tidak berpihak kepada mereka. Di beberapa kota termasuk New Orleans,
 orang-orang kulit putih terpaksa menyingkir ke pinggiran karena kalah 
bersaing dengan orang-orang kulit hitam dan para imigran. Apalagi dengan
 rencana diterapkannya undang-undang imigrasi baru yang memberikan hak 
kewarganegaraan bagi 20 juta pendatang haram, maka orang kulit putih 
akan semakin terdesak.
Tidak
 heran bila saat ini muncul kelompok-kelompok ekstremis kulit putih yang
 bertujuan mengembalikan dominasi kulit putih di Amerika. Beberapa aksi 
mereka yang terkenal adalah peledakan gedung federal di Oklahoma City serta insiden Waco. Aspirasi kaum kulit putih yang terpinggirkan itu dapat dilihat dengan jelas di beberapa media massa dan situs internet seperti davidduke, counterpunch, american free press, barnes review dll.
            Seiring
 dengan maraknya pembangunan menorah di berbagai penjuru dunia, di 
Indonesia sendiri simbol-simbol Yahudi beberapa waktu terakhir ini mulai
 banyak bermunculan. Di beberapa sudut kota Jakarta muncul graffity
 berbentuk bintang daud (lambang utama Yahudi selain menorah). Di 
Bandung seorang caleg Gubernur Propinsi Jawa Barat memasang simbol 
bintang daud di spanduk-spanduk kampanyenya. Beberapa seniman dan 
selebriti, termasuk pentolan group band Dewa, Ahmad Dhani (diduga 
seorang keturunan Yahudi Jerman), tanpa takut menggunakan aksesoris 
bintang daud. Seorang mantan presiden pun tanpa merasa risih mengaku 
menjadi anggota LSM Yahudi dan dengan kedok demokrasi, HAM dan kebebasan
 berekspresi (kedok yang sama yang diucapkan para agen Yahudi di seluruh
 dunia sejak Revolusi Perancis, pen) terus-menerus meneriakkan kepentingan Yahudi. Semuanya itu paralel dengan menggemanya wacana pembukaan hubungan resmi dengan Israel yang ditentang keras ummat Islam Indonesia.
            Saat ini para birokrat pemerintah dan politisi Indonesia sudah tidak alergi lagi berhubungan dengan orang-orang Yahudi, hal yang masih sangat tabu beberapa tahun lalu. Para
 pengusaha? Apalagi. Hanya kalangan ummat Islam saja ---yang berdasarkan
 rasa solidaritasnya kepada rakyat Palestina dan bangsa Arab yang masih 
dijajah Israel, serta karena keyakinan agama ---, yang “alergi Yahudi”. Kunjungan para ulama ke Israel merupakan test case bagi ummat Islam Indonesia. Memang pimpinan NU dan Muhammadiyah mengaku tidak tahu-menahu kunjungan anggotanya ke Israel. Namun hal itu tetap menjadi pertanyaan ummat. Mungkinkah kelima orang ulama itu berani berkunjung ke Israel tanpa backing
 siapa-siapa di tanah air? Bukankah mereka menghadapi resiko yang sangat
 besar? (Minimal diturunkan dari kepengurusan organisasi dan maksimal 
fatwa mati oleh ulama yang menentang tindakan mereka).
            Sepak
 terjang Yahudi yang kotor sebenarnya sudah sering kita rasakan. 
Beberapa waktu lalu misalnya, Monsanto, perusahaan agribisnis milik 
Yahudi menyuap seorang Menneg LH yang sayangnya kasusnya di-“peti 
eskan”. Monsanto juga telah menyelundupkan produk ilegal kapas 
transgenik ke Indonesia
 setelah menyuap beberapa pejabat teras Departeman Pertanian. 
Penyelundupan daging ayam “haram” asal Amerika yang pernah diributkan 
media massa 
beberapa waktu lalu diduga juga dilakukan oleh perusahaan ini. Monsanto 
adalah perusahaan agribisnis terbesar dunia yang paling kontroversial 
yang sering dikecam kalangan pecinta lingkungan karena produk-produknya 
yang tidak ramah lingkungan di samping praktik-praktik ilegal yang 
dilakukannya.
            Secara de facto
 sebenarnya Yahudi sudah menancapkan kekuasaannya di Indonesia, melalui 
penguasaan saham-saham perusahaan Indonesia, dan juga melalui 
spion-spionnya yang bertebaran di kursi birokrasi sipil dan militer, 
LSM, media massa, artis, rokhaniawan, budayawan, cendekiawan hingga 
politisi. Bukankah mantan Kasad Jendral Ryamizard Ryacudu pernah 
menyatakan bahwa ada puluhan ribu spion asing yang tinggal di Indonesia? Hanya karena adanya resistensi umat Islam saja maka dominasi Yahudi masih tampak “malu-malu kucing”.
            Terkait kunjungan ulama Indonesia ke Israel kini ummat Islam tinggal menunggu reaksi organisasi-organisasi massa
 Islam. Jika NU dan Muhammadiyah tidak memberikan sanksi apa-apa kepada 
kelima ulama maka jelas sudah kunjungan mereka telah mendapat restu dari
 pimpinan organisasi mereka. Jika itu yang terjadi, apalagi jika MUI pun
 diam seribu basa, maka “harapan” tinggal pada ormas-ormas Islam 
“radikal” seperti MMI dan FPI. 
Lima
 orang pengurus wilayah NU dan Muhammadiyah sebenarnya hanya batu 
loncatan saja. Yang dibidik oleh kaum zionis adalah NU dan Muhammadiyah 
sebagai organisasi massa Islam terbesar di negara Islam terbesar di dunia, Indonesia.
 Jika NU dan Muhammadiyah dapat “dijinakkan”, maka kedua organisasi itu 
bakal menjadi bemper bagi dominasi Yahudi di Indonesia. Suatu saat 
mungkin tidak hanya pengurus wilayah NU dan Muhammadiyah saja yang 
datang ke Israel,
 melainkan para pimpinan pusatnya. Dan bila hubungan mesra Israel dengan
 NU dan Muhammadiyah sudah terjalin, maka bersiap-siaplah kita untuk 
melihat menorah raksasa berdiri megah di depan istana negara dan ambisi 
ummat Yahudi menjadi penguasa dunia tinggal di depan mata karena 
Indonesia sebagai negara Islam terbesar di dunia berhasil ditaklukkan. 
Penerimaan dominasi Yahudi oleh bangsa Indonesia membawa implikasi yang sangat mendalam baik dari segi ketatanegaraan Indonesia maupun dari segi keimanan ummat Islam yang mayoritas di Indonesia.
 Penerimaan terhadap dominasi Yahudi berarti menerima bentuk-bentuk 
penjajahan dan penindasan karena terbukti Israel-lah bangsa satu-satunya
 di dunia yang masih mempraktekkan hukum apartheid dan penjajahan yang 
bertentangan dengan konstitusi Indonesia.
 Dari segi agama penerimaan terhadap Yahudi berarti menentang isi Al 
Qur’an dan hadits-hadits nabi Muhammad S.A.W yang secara tegas melarang 
ummat Islam menjalin hubungan dengan mereka setelah terbukti watak 
mereka yang jahat.
Meski
 dominasi Yahudi sudah di depan mata, namun penulis masih percaya pada 
takdir mulia yang melekat pada bangsa ini. Hanya bangsa Nusantara 
Indonesia-lah yang punya pengalaman sejarah mengalahkan 
kekuatan-kekuatan besar jahat dunia. Indonesia pernah mengalahkan imperalisme Mongolia, kolonialisme Eropa dan juga komunisme. Insya Allah anak cucu Raden Wijaya, Gadjah Mada, Singamangaraja, Hasanuddin dan Diponegoro juga akan mengalahkan Zionisme Yahudi.

No comments:
Post a Comment