Friday, 30 May 2014

Secarik Kertas yang Mengubah Sejarah

Ibarat berjalan dalam terowongan yang gelap, paska tumbangnya rezim Orde Baru, para sejarawan kita mencoba membawa obor untuk mencari jalan keluar dari kepengapan sejarah yang penuh dengan kontroversi. Begitu sulitnya sejarawan kita keluar dari jebakan rute yang diputarbalikkan dan dimanipulsi karena banyak bukti sejarah yang dihilangkan. 

Itulah yang terjadi pada Surat Perintah 11 Maret (Supersemar). Secarik kertas yang mempertaruhkan ribuan nasib rakyat Indonesia selama kurang lebih 32 tahun itu hingga kini masih penuh misteri. Kuatnya rezim Orde Baru—melalui metode indoktrinasi pemahaman sejarah versi penguasa—membuat ingatan kita ihwal Supersemar penuh dengan santun.
Kegelapan yang menyelimuti panggung sejarah Supersemar terus didobrak, dibongkar dan dipereteli satu persatu rentetan peristiwa-peristiwa yang menyertainya. Banyak sejarawan dan buku yang mencoba mencari “titik terang” dari misteri Supersemar itu, salah satunya adalah buku Misteri Supersemar, Di Manakah Supersemar Berada?. Buku ini mencoba menarasikan rangkaian peristiwa-peristiwa “heroik bikinan” sebelum tanggal 11 Maret, hari-hari krusial setelahnya dan jejaring global yang mempunyai kepentingan dari semua itu. Semua rangkaian yang menyertai Supersemer mesti dibaca dengan utuh.
ccover_New1Sebelum 11 Maret, ada peristiwa “heroik bikinan” yang sulit dilupakan dalam ingatan kita, peristiwa yang terjadi mulai dari tanggal 30 september sampai 1 Oktober. Pembantaian terjadi dimana-mana, darah anak bangsa berbanjiran, suasana mencekam meliputi semua warga. Atas nama kebencian dan paham seakan dihalalkan melakukan pembunuhan. Itulah musibah politik yang bernama Gestapu. Di tengah kepanikan yang mencekam masyarakat, mahasiswa tiba-tiba terkonsolidasi secara massif untuk melakukan aksi demonstrasi. Aksi “demonstrasi pesanan” yang menantang Soekarno membuat goncangan politik kian memanas. Adanya rangkaian peristiwa itu, Soekarno kian yakin bahwa ada aktor dibalik itu semua yang menginginkan dirinya lengser.


Rangkaian peristiwa “bikinan” yang menciptakan kepanikan di masyarakat dan kegaduhan politik di tingkat elit menjadi pintu masuk peralihan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru. Pada saat itulah terjadi penandatangan Supersemar oleh Soekarno di di istana Bogor. Bagi Asvi Wirman Adam (2007) ini adalah peristiwa “kudeta merangkak”. Soeharto menjadi Presiden RI melalui suatu proses yang tidak bisa dinalar; suatu proses yang diawali dengan percobaan kudeta pada 1 oktober 1965, dan diakhiri dengan keluarnya Supersemar yang secara de fakto memberikan kekuasaan pada Soeharto. Selama 32 tahun kepemimpinan Soeharto menjadi tidak abash mengingat Supersemar yang dijadikan sebagai legitimasi sudah tidak lagi “super”.


Kekuasaan Orde Baru membungkus semua peristiwa itu sesua dengan versinya. Tapi seiring tumbangnya rezim Orde Baru tahun 1998, tafsir ulang terhadap peristiwa Supersemar kian mengemuka. Hanya saja upaya untuk mencari naskah asli Supersemar dan siapa yang menulis dan menyimpan naskah itu hingga masih penuh misteri. Semua yang hadir ke permukaan masih bersifat tafsiran-tafsiran belaka, tak terkecuali dengan buku ini (hal. 85-94). Pada bagian itu penulis alih-alih ingin mengungkapan di mana Supersemar itu berada. Hanya saja ketika membaca lebih jauh itu jauh dari apa yang kita harapkan—seperti banyak buku lain ihwal peristiwa Supersemar yang selalu tak menemukan titik terang.


Konflik Ideologis
Soekarno dikenal sebagai sosok yang menantang kapitalisme dan imprealisme asing. Semenjak menjadi presiden RI, Soekarno dalam pidato-pidatonya sangat keras menolak intervensi AS dan Inggris. Soekarno pernah menulis tentang “Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme” di Indonesia Muda yang diterbitkan oleh Komite Persatuan Indonesia (CPI). Soekarno ingin melakukan ajakan terhadap ideologi tersebut dan menantang secara keras terhadap kapitalisme, sebagaimana Soekarno menyerang kolonialisme melalui pidatonya di depan Kongres Amerika Serikat pada tanggal 17 Mei 1956. Atas dasar itulah, AS ingin menjatuhkan Soekarno (hal.105-125). Negara yang memuja kapitalisme mengingikan Soekarno lengser.


Cukup banyak bukti yang menunjukkan keterlibatan AS dalam proses penggulingan Soekarno. A Yusriato, penulis buku ini, pada bagian kesembilan secara khusus menghadirkan bukti-bukti ihwal keteribatan AS dalam Supersemar. Selain itu juga ada buku Membongkar Supersemar; dari CIA Hingga Kudeta Merangkak Melawan Bung Karno karya Baskara T. Wardaya, ada juga buku otoritatif yang menjadi sumber utama dari buku tersebut dan tentunya buku ini pula, yakni buku Foreign Relation of The United States. Dari beberapa fakta sejarah yang dihadirkan untuk menerobos kontroversi sejarah Supersemar, ternyata AS dan segala antek-antek kapitalisme berada dibalik semua itu.


Peristiwa Supersemar bukan hanya konflik kekuasaan antara Soeharto dan Soekarno atau kudeta militer biasa, tapi itu adalah konflik ideologis; antara marxisme-relegius dengan kapitalisme. Sebagaimana layaknya konflik ideologis yang selalu penuh dengan pertumpahan darah di banyak negara, konflik ideologis di indonesi juga memakan banyak tumbal. Tidak hanya ribuan nyawa yang harus melayang, tapi kemerdekaan dan kemandirian sebagai sebuah bangsa tergadaikan. Aspek politik, pendidikan ekonomi dan kebudayaan kita telah tersandera kepentingan yang ingin menancapkan ideologi kapitalistik.


Aspek pendidikan dan kebudayaan kita tersandra begitu lama dan mengakar sehingga banyak generasi anak bangsa yang mengkonsumsi pelajaran sejarah yang palsu dan pemutarbalikan fakta. Diangkatnya Nugroho Noto Susanto sebagai sejarawan istana adalah babak baru dimulainya manipulasi sejarah secara sistemik dan terorganisir. Mulai dari penyusunan pelajaran PSPB hingga penulisan “buku putih” tentang tragedi 1965, semuanya ditulis menurut versi peguasa. Selama 32 tahun itulah generasi kita dijejali dengan pelajaran sejarah yang fiktif.


Ajaran trisakti Soekarno; berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian sosial dan budaya, hilang dari bumi nusantara. Arus balik Negara tersandra dan dijajah berawal dari secarik kertas bernama Supersemar itu. Negara yang kaya akan sumber daya alam ini dirubah menjadi negara pengemis. Anak yang tak berdosa, tiba-tiba baru lahir sudah menangung hutang. Kalau dulu bung Karno menentang keras kapitalisme yang diusung AS dan Inggris, maka dengan secarik kertas itu Soeharto telah mengubah segalanya.

No comments:

Post a Comment