A. PENDAHULUAN 
Di era reformasi ini, tekad pemerintah menyelenggarakan pemerintahan yang baik disambut antusias oleh masyarakat. Untuk mewujudkan hal itu terlebih dahulu korupsi dalam segala bentuknya harus ditanggulangi. Penanggulangan korupsi telah membuahkan hasil berupa timbulnya budaya takut sebagian birokrat untuk melakukan korupsi. Walaupun ini bukan menjadi tolak ukur korupsi sudah tidak ada lagi. Karena pada kenyataannya, kepercayaan masyarakat terhadap kinerja aparat penegak hukum semakin menurun.
C. PENUTUP 
Perlu dibentuk lembaga KPK lengkap dengan sarana dan prasarana yang diperlukan pada setiap wilayah agar gerakan anti korupsi dapat berjalan dengan efektif.
Di era reformasi ini, tekad pemerintah menyelenggarakan pemerintahan yang baik disambut antusias oleh masyarakat. Untuk mewujudkan hal itu terlebih dahulu korupsi dalam segala bentuknya harus ditanggulangi. Penanggulangan korupsi telah membuahkan hasil berupa timbulnya budaya takut sebagian birokrat untuk melakukan korupsi. Walaupun ini bukan menjadi tolak ukur korupsi sudah tidak ada lagi. Karena pada kenyataannya, kepercayaan masyarakat terhadap kinerja aparat penegak hukum semakin menurun.
Kini
 kepercayaan masyarakat dalam penanggulangan korupsi hanya kepada Komisi
 Pemberantasan Korupsi (KPK) karena lembaga pemerintah yang menangani 
perkara korupsi belum berfungsi dengan baik. Dengan kewenangan yang ada 
KPK berhasil membongkar kasus korupsi yang selama ini tidak terjangkau 
penegak hukum. Namun ditengah keberhasilannya itu KPK menghadapi 
beberapa kendala: Adanya kesan ketidakharmonisan antara Kejaksaan dan 
Kepolisian dengan KPK, KPK dianggap sarat muatan politis, sehingga 
pembentukan KPK dianggap sebagai solusi sementara, Masyarakat sudah 
jenuh dengan janji pemerintah memberantas korupsi (Neltje, 2007)
Mencuatnya
 kasus Antasari maupun Bibit-Chandra membuktikan hal ini, kendala yang 
dihadapi oleh KPK harus segera diatasi dan dicarikan solusi, jika tidak 
ingin mengalami kegagalan seperti sebelumnya, bahkan korupsi lebih 
merajalela dimasa mendatang.  Berdasarkan uraian di atas, maka penulis 
tertarik membahas budaya gerakan anti korupsi dalam rangka 
penanggulangan korupsi, dan peran pemerintah serta KPK.
B. PEMBAHASAN 
1. Budaya dan Penanggulangan Korupsi 
Komponen
 budaya memegang peran penting dalam penegakan hukum pidana. Adakalanya 
keberhasilan penegakan hukum karena didukung oleh budaya masyarakat, 
misalnya partisipasi dalam pencegahan kejahatan. Penegakan hukum selalu 
berinteraksi dan berinterelasi dengan lingkungan sosialnya: 
pelaksanaannya dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan dari 
bekerjanya proses dan kekuatan dalam masyarakat. Dengan demikian, hukum 
menjadi wadah bagi penyaluran proses dalam masyarakat, yang secara 
teoritis fungsi demikian dapat dilaksanakan.
Sebagaimana
 kejahatan pada umumnya, korupsi dapat terjadi kapan dan dimana saja, 
dilakukan baik oleh kalangan atas maupun oleh kalangan bawah. Untuk 
menanggulangi korupsi maka perlu diketahui faktor penyebabnya. Menurut 
Alatas (1986), faktor penyebab korupsi adalah: Ketiadaan atau kelemahan 
kepemimpinan dalam posisi kunci yang mampu memberikan ilham dan tingkah 
laku yang menjinakkan korupsi; Kelemahan pengajaran agama dan etika; 
Kolonialisme; Kurangnya pendidikan; Kemiskinan; Tiadanya tindakan hukum 
yang keras; Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti 
korupsi; Struktur pemerintahan; Perubahan radikal; Keadaan masyarakat.
Dari
 berbagai faktor tersebut, maka perlu gerakan membudayakan nilai dan 
sikap anti korupsi sehingga menjadi motor penggerak bagi bekerjanya 
hukum. Dalam hal nilai hukum dan sikap anti korupsi dimaksud agar 
masyarakat tidak mentolerir segala bentuk penyimpangan yang cenderung 
korup, seperti dirumuskan dalam UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 tahun 
2001, terdapat 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi pada dasarnya dapat
 dikelompokkan: Kerugian uang Negara, suap-menyuap, penggelapan dalam 
jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam 
pengadaan, dan gratifikasi (Ubbe, 2007)
Keterbatasan
 hukum pidana mengakibatkan tidak semua pelaku kejahatan korupsi dapat 
diajukan ke pengadilan, tidak jarang meski sampai pengadilan hasilnya 
adalah putusan bebas dari segala tuntutan hukum, karena syarat 
pembuktian yang harus dipenuhi menurut UU tidak mencukupi atau kurang 
memadainya alat bukti.  Hal ini menunjukkan pentingnya sarana 
penanggulangan lainnya, yaitu sarana pencegah tanpa menggunakan pidana (prevention without punishment).
2. KPK: Ujung Tombak Gerakan Anti Korupsi 
Beberapa
 tahun yang lalu masyarakat dikejutkan dengan kasus korupsi yang 
terjadi. Kasus tersebut seakan bukti bahwa yang menjadi kendala bagi KPK
 dalam menjalankan tugasnya memberantas korupsi, dan merupakan rekayasa 
dari pihak yang tidak senang dengan keberhasilan KPK. Diluar dugaan 
sebagai reaksi masyarakat telah melahirkan gerakan moral yang dahsyat, 
yaitu memberikan dukungan kepada KPK untuk tetap melaksanakan tugasnya 
dalam memberantas korupsi.
Ini adalah momen yang 
tepat ntuk meningkatkan gerakan anti korupsi dengan membudayakan nilai 
dan sikap anti korupsi melalui pendidikan formal dan non formal secara 
berkesinambungan, menanamkan pemahaman bahwa korupsi dalam segala 
bentuknya adalah perbuatan yang merugikan. Berdasarkan ketentuan Pasal 6
 huruf d, dan Pasal 13 huruf c, d, dan e dalam UU No 30 Tahun 2002, 
jelas bahwa KPK bertugas dan memiliki wewenang untuk menyelenggarakan 
gerakan anti korupsi dan melakukan kampanye anti korupsi dalam rangka 
melaksanakan tugas pencegahan tindak pidana korupsi, disamping tugas 
represif atau penegakan hukum pidana.
Kini saatnya
 masyarakat bangkit melawan korupsi bersama KPK, untuk itu KPK sebagai 
motivator menjadi ujung tombak dalam penanggulangan korupsi harus ada di
 setiap wilayah dan dilengkapi dengan sarana serta prasarana yang 
memadai.  Dengan demikian diharapkan suatu saat nanti timbulnya budaya 
malu melakukan korupsi dan budaya anti terhadap korupsi dalam 
masyarakat.  
- Kesimpulan
 
- Membudayakan gerakan anti korupsi, adalah upaya yang tepat guna menanamkan pemahaman bahwa korupsi adalah perbuatan yang tercela.
 - Gerakan anti korupsi menimbulkan budaya malu melakukan korupsi, dan sikap anti terhadap perbuatan korupsi dalam masyarakat.
 - KPK sebagai ujung tombak gerakan anti korupsi di Indonesia
 
Perlu dibentuk lembaga KPK lengkap dengan sarana dan prasarana yang diperlukan pada setiap wilayah agar gerakan anti korupsi dapat berjalan dengan efektif.
No comments:
Post a Comment