Jika kita termasuk warga asli Indonesia, pastilah tahu tentang
sejarah Indonesia. Mulai dari letak geografisnya, pulau-pulaunya,
kebudayaannya, hingga kehidupan penduduknya. Setiap warga Indonesia akan
mempelajari sejarah-sejarah negrinya dari sekolah mereka ataupun
kisah-kisah yang diceritakan oleh orang tua maupun nenek moyang.
Indonesia adalah sebuah Negara republik, yang dipimpin oleh seorang presiden dan didalam kepemimpinanya menggunakan sistem demokrasi. Dimana setiap orang memiliki hak dalam mengambil tindakan, dan mempunyai pilihan untuk menentukan keinginannya.
Sebagai warga Indonesia, haruslah memiliki rasa kecintaan terhadap negrinya sendiri bukan malah membanggakan negri orang lain. Dengan demikian negri Indonesia kita tak kan tertinggal jauh dari Negara-negara lainnya.
Masa penjajahan pada negri Indonesia telah lama berlalu, namun budaya para penjajah masih banyak yang tertinggal di negri kita Indonesia ini. Tahukah kalian, kenapa negri kita dengan mudahnya dijajah oleh para orientalis? Minimnya pendidikan pada para warga kita, itulah sebab utama yang menjadikan negri kita mudah untuk dijajah.
Tidak heran jika prestasi Negara Indonesia tidak lebih baik dibandingkan dengan Negara asia lainnya. Dengan minimnya pendidikan, warga masyarakat Indonesia hanya dapat diperalat dan diperbudak. Tanpa adanya pendidikan, perlawanan dengan menggunakan tenaga saja hanya akan menambah berat beban warga.
Pendidikan adalah gerbang menuju kehidupan yang lebih baik dengan memperjuangkan hal-hal terkecil hingga hal-hal terbesar yang normalnya akan dilewati oleh setiap manusia. Pendidikan adalah bekal untuk mengejar semua yang ditargetkan oleh seseorang dalam kehidupannya sehingga tanpa pendidikan, maka logikanya semua yang diimpikannya akan menjadi sangat sulit untuk dapat diwujudkan.
Namun, beberapa orang yang berpendidikan tidak dapat meraih sukses dalam perjalanan hidupnya. Karena dia adalah orang yang tidak dapat menghargai seberapa pentingnya pendidikan dan mengembangkannya, hanya ingin meraih gelar dari program pendidikan yang pernah dilaluinya.
Faktanya, memang tidak semua orang yang berpendidikan sukses dalam perjalanan hidupnya, tetapi jika dilakukan perbandingan maka orang yang berpendidikan tetap jauh lebih banyak yang bisa mengecap kesuksesan dari pada orang yang tidak pernah mengecap pendidikan, baik pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan adalah alat untuk mengembangkan diri, mental, pola pikir dan juga kualitas diri seseorang.
Jika orang yang sudah dibekali ilmu saja terbukti masih ada atau bahkan banyak yang mengalami kegagalan, lalu bagaimana dengan mereka yang tidak dibekali ilmu sama sekali? Logikanya sudah pasti mereka akan lebih kesulitan dalam mengembangkan hal-hal yang diminatinya dengan tujuan untuk mendapatkan level kehidupan yang lebih baik. Proses hidup membutuhkan teori, dan dengan pendidikan lah teori tersebut bisa didapatkan.
Setelah kemerdekaan Indonesia, kehidupan warga-warganya pun mulai lebih baik. Dan lambat laun, pendidikan itu mulai menyebar disetiap pulau di Indonesia. Sekolah-sekolah dibangun untuk memenuhi kebutuhan para warganya. Dengan berbagai jenis sekolah yang dibangun, Indonesia menjadi salah satu Negara yang mempunyai lembaga pendidikan banyak.
Untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak Indonesia maka pemerinah juga membuat program wajib belajar 9 tahun, pencairan dana BOS dan pemerintah juga telah membuka SMP yang diperuntukkan bagi anak-anak yang putus sekolah, namun belum dapat menampung semua untuk anak-anak yang tidak memiliki ketidak mampuan dana dari orang tua.
Tidak terkecuali bagi mahasiswa yang ingin melanjutkan pendidikannya tentu juga akan mendapatkan beasiswa bagi pemerintah. Namun tentu tidak semua mahasiswa mendapatkan beasiswa yang diinginkan. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa zaman sekarang adalah zaman yang harus menuntut manusia untuk memiliki pendidikan yang baik dan dihalangi dengan adanya biaya untuk pendidikan itu sendiri.
Jika pendidikan telah menyebar luas di setiap pulau-pulau, provinsi, dan wilayah-wilayah di Indonesia, tidak salah jika Negara kita ini patut mendapat sebutan ‘Indonesiaku Negri Berpendidikan’. Namun, tidak akan dipercaya lagi jika orang-orang yang berpendidikan malah menjatuhkan nama baik Indonesia. Seperti halnya para pejabat ataupun orang berpendidikan lainnya, mereka tega memakan hak milik warga kecil dengan berkorupsi.
Meski seorang pejabat yang martabatnya lebih unggul dengan pendidikan yang lebih tinggi pula, mereka hanya bisa membodohi rakyat-rakyat yang mempunyai pendidikan lebih rendah darinya. Padahal rakyat tersebut hanyalah warganya sendiri yang harusnya disejahterakan bukan malah ditindas dan diabaikan.
Hakekat manusia ialah makhluk yang membutuhkan. Maka dari itu dibutuhkannya pendidikan bagi setiap individu terkait. Karena dengan adanya pendidikan, manusia akan lebih mengetahui mana yang harusnya dia kerjakan dan tidak dia kerjakan. Sebagaimana kehidupan di muka bumi ini, setiap Negara memerlukan pendidikan bagi semua warga masyarakatnya.
Seperti halnya di Indonesia, Negara yang memiliki rating pendidikan cukup rendah, karena keterpurukannya terhadap kemajuan Negara. Para pemerintah kurang berimplementasi terhadap pendidikan pada masyarakat sekitar. Sehingga, kurangnya tenaga pendidikan selalu menjadi salah satu faktor penurunan pendidikan.
Masalah pendidikan yang ada di Negara kita ini sungguh sangat disayangkan sekali. Mulai dari sekolah-sekolah yang berada pada pelosok desa tertentu, memiliki banyak kekurangan dari segi kualitas sekolah, fasilitas gedung sekolah yang masih sangat kurang, para pengjar yang belum sesuai standar dan hanya diperbantukan, serta para murid-murid yang tidak melanjutkan sekolahnya hingga lulus.
Beberapa masalah pendidikan yang telah terjadi di Indonesia, negri kita tercinta ini sangatlah memprihatinkan. Jika tidak adanya perbaikan, maka negri kita ini akan terus tertinggal dan kembali lagi terjajah secara tidak langsung. Karena dengan menurunnya pendidikan, para warga akan patuh dengan mudahnya jika hanya ditawari dengan harta dan tidak menghiraukan kalau sebenarnya mereka sedang diijak-injak.
Globalisasi yang sedang terjadi saat ini adalah sebuah fakta tidak bisa diingkari. Revolusi teknologi, informasi dan komunikasi menjadikan dunia ini tanpa batas. Kita bisa mengetahui sesuatu yang terjadi dibelahan dunia dalam hitungan detik melalui internet dan lain-lain. Pengetahuan dan teknologi menjadi garda depan yang harus diprioritaskan dalam era globalisasi.
Negara kita Indonesia, dalam pengetahuan dan teknologi masih berada jauh dibawah negara-negara maju. Indonesia masih menjadi bangsa konsumen yang senang menikmati produk globalisasi. Sebenarnya, ada beberapa langkah yang bisa diambil Indonesia untuk menghadapi globalisasi ini. Pertama, mengirim kader-kader terbaik ke negara-negara maju untuk menyerap pengetahuan dan teknologi mereka, kemudian pulang kampung untuk mengembangkannya di negeri sendiri. Kedua, menggalakkan penelitian dan pengembangan disemua lembaga dan bidang untuk menghasilkan temuan-temuan baru yang orisinal dan spektakuler. Ketiga, memperkokoh karakter bangsa, khususnya kader-kader muda yang baru aktif di bangku sekolah dan kuliah. Sebagai calon generasi masa depan bangsa. Karakter bangsa harus diperkokoh, sebab globalisasi tidak hanya membawa dampak positif, tetapi juga negatif. (Jamal Ma’mur Asmani, 2011)
Pada kutipan buku yang tertera diatas karya Jamal Ma’mur Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Dapat kita simpulkan bahwasanya didalam dunia pendidikan sangat diperlukan pengembangan kepada para generasi-generasi muda saat ini untuk mepertahankan kemerdekaan Negara kita serta lebih memajukan pendidikan yang mulai memudar.
Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh perkembangan globalisasi, di mana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Era pasar bebas juga merupakan tantangan bagi dunia pendidikan Indonesia, karena terbuka peluang lembaga pendidikan dan tenaga pendidik dari mancanegara masuk ke Indonesia. Untuk menghadapi pasar global maka kebijakan pendidikan nasional harus dapat meningkatkan mutu pendidikan, baik akademik maupun non-akademik, dan memperbaiki manajemen pendidikan agar lebih produktif dan efisien serta memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan.
Ketidaksiapan bangsa kita dalam mencetak SDM yang berkualitas dan bermoral yang dipersiapkan untuk terlibat dan berkiprah dalam kancah globalisasi, menimbulkan dampak positif dan negatif dari dari pengaruh globalisasi dalam pendidikan dijelaskan dalam poin-poin berikut: yang pertama adalah dampak positif globalisasi terhadap dunia pendidikan Indonesia
Pada pengajaran interaktif multimedia, kemajuan teknologi akibat pesatnya arus globalisasi, merubah pola pengajaran pada dunia pendidikan. Pengajaran yang bersifat klasikal berubah menjadi pengajaran yang berbasis teknologi baru seperti internet dan computer. Apabila dulu, guru menulis dengan sebatang kapur, sesekali membuat gambar sederhana atau menggunakan suara-suara dan sarana sederhana lainnya untuk mengkomunikasikan pengetahuan dan informasi. Sekarang sudah ada computer. Sehingga tulisan, film, suara, music, gambar hidup, dapat digabungkan menjadi suatu proses komunikasi.
Dalam fenomena balon atau pegas, dapat terlihat bahwa daya itu dapat mengubah bentuk sebuah objek. Dulu, ketika seorang guru berbicara tentang bagaimana daya dapat mengubah bentuk sebuah objek tanpa bantuan multimedia, para siswa mungkin tidak langsung menangkapnya. Sang guru tentu akan menjelaskan dengan contoh-contoh, tetapi mendengar tak seefektif melihat. Levie dan Levie (1975) dalam Arsyad (2005) yang membaca kembali hasil-hasil penelitian tentang belajar melalui stimulus kata, visual dan verbal menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan hasil belajar yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat kembali, dan menghubung-hubungkan fakta dengan konsep.
Kemudian pada perubahan corak pendidikan, mulai longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk berkompetisi dan tekanan institusi global, seperti IMF dan World Bank, mau atau tidak, membuat dunia politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan perubahan. Lahirnya UUD 1945 yang telah diamandemen, UU Sisdiknas, dan PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) setidaknya telah membawa perubahan paradigma pendidikan dari corak sentralistis menjadi desentralistis. Sekolah-sekolah atau satuan pendidikan berhak mengatur kurikulumnya sendiri yang dianggap sesuai dengan karakteristik sekolahnya. Kemudahan Dalam Mengakses Informasi Dalam dunia pendidikan, teknologi hasil dari melambungnya globalisasi seperti internet dapat membantu siswa untuk mengakses berbagai informasi dan ilmu pengetahuan serta sharing riset antarsiswa terutama dengan mereka yang berjuauhan tempat tinggalnya.
Pembelajaran Berorientasikan Kepada Siswa Dulu, kurikulum terutama didasarkan pada tingkat kemajuan sang guru. Tetapi sekarang, kurikulum didasarkan pada tingkat kemajuan siswa. KBK yang dicanangkan pemerintah tahun 2004 merupakan langkah awal pemerintah dalam mengikutsertakan secara aktif siswa terhadap pelajaran di kelas yang kemudian disusul dengan KTSP yang didasarkan pada tingkat satuan pendidikan. Di dalam kelas, siswa dituntut untuk aktif dalam proses belajar-mengajar. Dulu, hanya guru yang memegang otoritas kelas. Berpidato di depan kelas. Sedangkan siswa hanya mendngarkan dan mencatat. Tetapi sekarang siswa berhak mengungkapkan ide-idenya melalui presentasi. Disamping itu, siswa tidak hanya bisa menghafal tetapi juga mampu menemukan konsep-konsep, dan fakta sendiri.
Yang kedua ialah dampak negatif globalisasi terhadap dunia pendidikan Indonesia. Komersialisasi Pendidikan, era globalisasi mengancam kemurnian dalam pendidikan. Banyak didirikan sekolah-sekolah dengan tujuan utama sebagai media bisnis. John Micklethwait menggambarkan sebuah kisah tentang pesaingan bisnis yang mulai merambah dunia pendidikan dalam bukunya “Masa Depan Sempurna” bahwa tibanya perusahaan pendidikan menandai pendekatan kembali ke masa depan. Salah satu ciri utamanya ialah semangat menguji murid ala Victoria yang bisa menyenangkan Mr. Gradgrind dalam karya Dickens. Perusahaan-perusahaan ini harus membuktikan bahwa mereka memberikan hasil, bukan hanya bagi murid, tapi juga pemegang saham.(John Micklethwait, 2007:166). .
Bahaya Dunia Maya. Dunia maya selain sebagai sarana untuk mengakses informasi dengan mudah juga dapat memberikan dampak negative bagi siswa. Terdapat pula, Aneka macam materi yang berpengaruh negative bertebaran di internet. Misalnya: pornografi, kebencian, rasisme, kejahatan, kekerasan, dan sejenisnya. Berita yang bersifat pelecehan seperti pedafolia, dan pelecehan seksual pun mudah diakses oleh siapa pun, termasuk siswa. Barang-barang seperti viagra, alkhol, narkoba banyak ditawarkan melalui internet. Contohnya, 6 Oktober 2009 lalu diberitakan salah seorang siswi SMA di Jawa Timur pergi meninggalkan sekolah demi menemui seorang lelaki yang dia kenal melalui situs pertemanan “facebook”. Hal ini sangat berbahaya pada proses belajar mengajar.
Ketergantungan. Mesin-mesin penggerak globalisasi seperti computer dan internet dapat menyebabkan kecanduan pada diri siswa ataupun guru. Sehingga guru ataupun siswa terkesan tak bersemangat dalam proses belajar mengajar tanpa bantuan alat-alat tersebut.
Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem pendidikan yang sekular-materialstik. Hal ini dapat terlihat antara lain pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi : Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, kagamaan, dan khusus dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Sistem pendidikan dikotomis semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia yang sholeh yang berkepribadian sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi.
Secara kelembagaan, sekularisasi pendidikan tampak pada pendidikan agama melalui madrasah, institusi agama, dan pesantren yang dikelola oleh Departemen Agama; sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah, kejurusan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas dan dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama. Pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius. Agama ditempatkan sekadar salah satu aspek yang perannya sangat minimal, bukan menjadi landasan seluruh aspek.
Pendidikan yang sekular-materialistik ini memang bisa melahirkan orang yang menguasai sains-teknologi melalui pendidikan umum yang diikutinya. Akan tetapi, pendidikan semacam itu terbukti gagal membentuk kepribadian peserta didik dan penguasaan ilmu agama. Banyak lulusan pendidikan umum yang ‘buta agama’ dan rapuh kepribadiannya. Sebaliknya, mereka yang belajar di lingkungan pendidikan agama memang menguasai ilmu agama dan kepribadiannya pun bagus, tetapi buta dari segi sains dan teknologi. Sehingga, sektor-sektor modern diisi orang-orang awam. Sedang yang mengerti agama membuat dunianya sendiri, karena tidak mampu terjun ke sektor modern.
Pendidikan bermutu itu mahal, itulah kalimat yang sering terlontar di kalangan masyarakat. Mereka menganggap begitu mahalnya biaya untuk mengenyam pendidikan yang bermutu. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) sampai Perguruan Tinggi membuat masyarakat miskin memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), dimana di Indonesia dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, komite sekolah yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah komite sekolah terbentuk, segala pungutan disodorkan kepada wali murid sesuai keputusan komite sekolah. Namun dalam penggunaan dana, tidak transparan. Karena komite sekolah adalah orang-orang dekat kepada sekolah.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu pemerintah secara mudah dapat melempar tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas.
Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sector yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).
Koordinator LSM Education network foa Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersalialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara kaya dan miskin.
Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya?. Kewajiban Pemerintahlah untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataan Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.
Fandi achmad (Jawa Pos, 2/6/2007) menjelaskan sebagai berikut. Mencermati konteks pendidikan dalam praktik seperti itu, tujuan pendidikan menjadi bergeser. Awalnya, pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan tidak membeda-bedakan kelas sosial. Pendidikan adalah untuk semua. Namun, pendidikan kemudian menjadi perdagangan bebas (free trade).
Tesis akhirnya, bila sekolah selalu mengadakan drama tahun ajaran masuk sekolah dengan bentuk pendidikan diskriminatif sedemikian itu, pendidikan justru tidak bisa mencerdaskan bangsa. Ia diperalat untuk mengeruk habis uang rakyat demi kepentingan pribadi maupun golongan.
Akibat paradigma pendidikan nasional yang sekular-materialistik, kualitas kepribadian anak didik di Indonesia semakin memprihatinkan. Dari sisi keahlian pun sangat jauh jika dibandingkan dengan Negara lain. Jika dibandingkan dengan India, sebuah Negara dengan segudang masalah (kemiskinan, kurang gizi, pendidikan yang rendah), ternyata kualitas SDM Indonesia sangat jauh tertinggal. India dapat menghasilkan kualitas SDM yang mencengangkan. Jika Indonesia masih dibayang-bayangi pengusiran dan pemerkosaan tenaga kerja tak terdidik yang dikirim ke luar negeri, banyak orang India mendapat posisi bergengsi di pasar Internasional.
Di samping kualitas SDM yang rendah juga disebabkan di beberapa daerah di Indonesia masih kekurangan guru, dan ini perlu segera diantisipasi. Tabel 1. berikut menjelaskan tentang kekurangan guru, untuk tingkat TK, SD, SMP dan SMU maupun SMK untuk tahun 2004 dan 2005. Total kita masih membutuhkan sekitar 218.000 guru tambahan, dan ini menjadi tugas utama dari lembaga pendidikan keguruan.
Dalam menghadapi era globalisasi, kita tidak hanya membutuhkan sumber daya manusia dengan latar belakang pendidikan formal yang baik, tetapi juga diperlukan sumber daya manusia yang mempunyai latar belakang pendidikan non formal.
Penyesuaian Pendidikan Indonesia di Era Globalisasi. Dari beberapa takaran dan ukuran dunia pendidikan kita belum siap menghadapi globalisasi. Belum siap tidak berarti bangsa kita akan hanyut begitu saja dalam arus global tersebut. Kita harus menyadari bahwa Indonesia masih dalam masa transisi dan memiliki potensi yang sangat besar untuk memainkan peran dalam globalisasi khususnya pada konteks regional.
Inilah salah satu tantangan dunia pendidikan kita yaitu menghasilkan SDM yang kompetitif dan tangguh. Kedua, dunia pendidikan kita menghadapi banyak kendala dan tantangan. Namun dari uraian di atas, kita optimis bahwa masih ada peluang. Ketiga, alternatif yang ditawarkan di sini adalah penguatan fungsi keluarga dalam pendidikan anak dengan penekanan pada pendidikan informal sebagai bagian dari pendidikan formal anak di sekolah.
Kesadaran yang tumbuh bahwa keluarga memainkan peranan yang sangat penting dalam pendidikan anak akan membuat kita lebih hati-hati untuk tidak mudah melemparkan kesalahan dunia pendidikan nasional kepada otoritas dan sektor-sektor lain dalam masyarakat, karena mendidik itu ternyata tidak mudah dan harus lintas sektoral.
Semakin besar kuantitas individu dan keluarga yang menyadari urgensi peranan keluarga ini, kemudian mereka membentuk jaringan yang lebih luas untuk membangun sinergi, maka semakin cepat tumbuhnya kesadaran kompetitif di tengah-tengah bangsa kita sehingga mampu bersaing di atas gelombang globalisasi ini.
Yang dibutuhkan Indonesia sekarang ini adalah visioning (pandangan), repositioning strategy (strategi) , dan leadership (kepemimpinan). Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah beranjak dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-tahapan yang juga jelas, dan komitmen semua pihak serta kepemimpinan yang kuat untuk mencapai itu, tahun 2020 bukan tidak mungkin Indonesia juga bisa bangkit kembali menjadi bangsa yang lebih bermartabat dan jaya sebagai pemenang dalam globalisasi.
Jangan meyakini opini sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab. Apa pun alasannya, setiap orang tetap membutuhkan pendidikan. Meskipun pendidikan tidak menjamin kesuksesan seseorang, namun pendidikan akan membekali anda kualitas diri yang lebih baik sehingga anda akan lebih berpeluang untuk mendapatkan apa yang anda cita-citakan. Pendidikan merupakan alat terpenting untuk merealisasikan semua impian anda. Pendidikan adalah prioritas untuk menjuju kearah yang lebih baik, dan masa depan yang lebih layak buat Anda.
Tujuan pendidikan nasional pada umumnya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indoensia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Dengan adanya pendidikan, maka akan timbul dalam diri seseorang untuk berlomba-lomba dan memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan. Pendidikan merupakan salah satu syarat untuk lebih memajukan pemrintah ini, maka usahakan pendidikan mulai dari tingkat SD sampai pendidikan di tingkat Universitas.
Pada intinya pendidikan itu bertujuan untuk membentuk karakter seseorang yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Akan tetapi disini pendidikan hanya menekankan pada intelektual saja, dengan bukti bahwa adanya UN sebagai tolak ukur keberhasilan pendidikan tanpa melihat proses pembentukan karakter dan budi pekerti anak.
Namun, selama ini pendidikan nasional di Indonesia tidak menentu arah dan tujuannya. Padahal, dalam masyarakat dunia yang berubah cepat, tujuan pendidikan suatu bangsa haruslah jelas. Meskipun harus dinamis mengikuti perkembangan zaman, tujuan pendidikan nasional harus tetap bertolak pada kebudayaan Indonesia.
Pakar pendidikan HAR Tilaar menegaskan, pendidikan di Indonesia belum memiliki arah tujuan yang jelas untuk menyiapkan manusia-manusia yang cakap, kreatif, dan bertanggung jawab. Padahal, Indonesia sudah harus menciptakan generasi emas yang diharapkan bisa memajukan kehidupan bangsa.
Tilaar mengatakan, kunci perubahan dalam pendidikan serta membangun sumber daya manusia berkualitas sepenuhnya ada di tangan guru.
“Karena perannya yang sangat penting, guru wajib dilibatkan secara aktif dalam perumusan kebijakan pendidikan. Sayangnya, selama ini guru atau organisasi guru tidak dilibatkan secara aktif oleh pemerintah,” kata Tilaar.
Untuk meningkatkan peran guru, Tilaar mengusulkan agar penanganan guru kembali disentralisasi. Sebab, dengan desentralisasi, guru seperti sekarang. Guru sering dijadikan komoditas politik oleh elite politik lokal. Guru sering dalam posisi terjepit karena dilibatkan dalam aktivitas politik.
Syawal menambahkan, kualitas mayoritas guru yang masih rendah bukan sepenuhnya salah guru. Ini disebabkan selama ini guru jarang mendapatkan pelatihan. Oleh karena itu, mulai tahun ini guru akan memperoleh pelatihan berkala secara spesifik pada kebutuhan materi-materi yang dirasa menjadi kekurangan setiap guru.
Jusuf Kalla pada kesempatan ini mengemukakan, pendidikan menjadi kunci untuk meningkatkan kemampuan bangsa melakukan sesuatu agar bisa bersaing dengan komunitas internasional. Kemampuan itu lebih dititikberatkan pada keterampilan dan penguasaan pada teknologi yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Dengan semakin berkembangnya manusia, berkembanglah pula ilmu pengetahuan dan teknologi di segala bidang. Itu semua mengharuskan pendidikan menyesuaikan langkahnya jika ingin tetap relevan. Hal itu menjadikan pendidikan menjadi kian mahal, satu kenyataan yang sering kurang disadari oleh banyak orang. Di lain pihak berkembangnya umat manusia mendorong makin banyak orang untuk maju dan tak mau tertinggal. Dan mereka semua memerlukan pendidikan yang lebih baik. Akibatnya, baik faktor kualitas maupun kuantitas pendidikan tidak dapat bisa diabaikan. Pendidikan harus diselenggarakan secara bermutu dan adil merata bagi seluruh rakyat. Maka, pendidikan yang sudah mahal, karena harus mencapai kualitas, menjadi semakin mahal karena harus melayani pula kuantitas.
Meskipun demikian peranan TI diangga sangat penting dalam dunia pendidkan. Pendidikan suatu bangsa merupakan tolak ukur kemampuan suatu bangsa. Oleh karena itu, pemanfaatan TI dihararapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan kita. Salah satu cara pemanfaatan TI adalah melalui pembelajaran di kelas yang berfasis teknologi dan informasi. Guru sebai tenaga pengajar yang professional harus tahu dan paham akan pentingnya TI dalam pembelajaran pada saat ini.
Profesionalisme dalam pendidikan tidak lain ialah seperangkat fungsi dan tugas dalam lapangan pendidikan berdasarkan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusus di bidang pekerjaan yang mampu menekuni bidang profesinya selama hidupnya. Mereka itu adalah para guru yang profesional yang memiliki kompetensi keguruan berkat pendidikan atau latihan di lembaga pendidikan guru dalam jangka waktu tertentu. Diharapkan dengan pemanfaatan TI ini guru dapat meningkatkan profesionalisme dalam mengajar dan dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
Dari beberapa kutipan diatas, dapat diambil keimpulan bagi para guru harusnya lebih memperhatikan perkembangan anak didiknya. Guru adalah salah satu alternatif untuk perkembangan murid, sehingga jika guru tidak dapat mengelola muridnya maka pendidikan juga tidak akan maju.
Untuk para siswa saat ini, dibutukkannya pengetahuan tentang iptek serta kebudayaan-kebudayaan di negri Indonesia kita ini, agar meraka tidak luput dari ketinggalan Negara-negara lainnya. Dan tetap dalam perkembangan pendidikan di negri kita ini.
Siswa yang memahami iptek serta tertanam nilai-nilai budaya bangsa di dalam dirinya akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Mereka akan menjadi generasi muda yang unggul dari sisi iptek dan juga memiliki daya saing global tanpa kehilangan kecintaan serta semangat pengabdian pada bangsa dan Tanah Air.
Di Indonesia, banyak problematika yang terkait tentang pendidikan sangatlah banyak. Diantaranya: Indeks pembangunan pendidikan untuk semua atau education for all (EFA) di indonesia menurun tiap tahunnya. Hal ini disebabkan oleh jumlah anak yang putus sekolah sangatlah banyak dikarnaka biaya yang sangat tinggi. Maka dari itu, dibutuhkanya kerjasama dengan pihak-pihak yang mampu memberi penggalaan dana terhadap anak-anak yang kurang mampu.
Kemudian, mutu guru dan kualitas kurikulum yang belum standar. Mutu maupun kualitas seorang guru masih sangat kurang, karena banyak dari mereka belum memenuhi standar profesional guru. Sedangkan kualitas kurikulum sendiri juga belum dapat disebut sesuai, karena di Indonesia hampir setiap tahun mengalami perombakan dan belum adanya standar kurikulum yang digunakan. Sehingga jika sering terjadi perombakan, maka proses penyesuainnya akan lama. Maka dari itu, adanya pengarahan juga pendampingan bagi guru-guru untuk dapat meningkatkan kualitas mereka. Dan juga bagi tim penyusun kurikulum, sebaiknya lebih memperharikan kesesuaian kurikulum terhadap para peserta didiknya.
Lalu ada juga infrastruktur pendidikan masih menjadi hantu bagi pendidikan di Indonesia. Hal ini dikarenakan masih banyaknya sekolah-sekolah yang belum menerima bantuan untuk perbaikan, sedangkan proses perbaikan dan pembangunan sekolah yang rusak atau tidak layak dilakukan secara sporadis sehingga tidak kunjung selesai. Maka dari itu, kita membutuhkan lembaga perantara yang dapat berperan membantu manajemen sekolah untuk mengembangkan kerjasama dengan instansi-instansi terkait, guna memperoleh dana pengembangan infrastruktur sekolah. Tidak hanya itu, lembaga tersebut juga dapat menggalang dana dari sponsor untuk perbaikan bangunan sekolah yang hampir rusak di wilayah terpencil.
Untuk keadaan Indonesia saat ini yang akan diadakannya pemilu, untuk menentukan pemimpin yang akan datang. Pastilah semua warga kita menginginkan seorang pemimpin yang dapat menjadi panutan maupun tauladan. Sehingga banyak diantara para calon melakukan kampanye untuk mencari dukungan kepada para rakyatnya.
Telah kita ketahui juga bahwasanya setiap orang itu sama saja, jika mereka telah memiliki sebuah tahta pasti akan melupakan kerabatnya ataupun janji yang pernah diutarakannya. Meski bersikeras untuk tetap menepati janji dan akan mensejahterakan rakyatnya, dengan perubahan jabatan tersebut sangat sulit untuk mempertahankannya.
Sehingga tidak sedikit dari orang-orang yang telah terpilih menjadi pemimpin telah mengecewakan para warganya sendiri. Maka dari itu, ketika kita ingin memilih seorang pemimpin jangan hanya tergiur dari janji-janji mereka saja, kita juga harus mempertimbangkan bukti kesungguhannya untuk benar-benar sanggup menjadi pemimpin bagi kita kelak.
Indonesia adalah sebuah Negara republik, yang dipimpin oleh seorang presiden dan didalam kepemimpinanya menggunakan sistem demokrasi. Dimana setiap orang memiliki hak dalam mengambil tindakan, dan mempunyai pilihan untuk menentukan keinginannya.
Sebagai warga Indonesia, haruslah memiliki rasa kecintaan terhadap negrinya sendiri bukan malah membanggakan negri orang lain. Dengan demikian negri Indonesia kita tak kan tertinggal jauh dari Negara-negara lainnya.
Masa penjajahan pada negri Indonesia telah lama berlalu, namun budaya para penjajah masih banyak yang tertinggal di negri kita Indonesia ini. Tahukah kalian, kenapa negri kita dengan mudahnya dijajah oleh para orientalis? Minimnya pendidikan pada para warga kita, itulah sebab utama yang menjadikan negri kita mudah untuk dijajah.
Tidak heran jika prestasi Negara Indonesia tidak lebih baik dibandingkan dengan Negara asia lainnya. Dengan minimnya pendidikan, warga masyarakat Indonesia hanya dapat diperalat dan diperbudak. Tanpa adanya pendidikan, perlawanan dengan menggunakan tenaga saja hanya akan menambah berat beban warga.
Pendidikan adalah gerbang menuju kehidupan yang lebih baik dengan memperjuangkan hal-hal terkecil hingga hal-hal terbesar yang normalnya akan dilewati oleh setiap manusia. Pendidikan adalah bekal untuk mengejar semua yang ditargetkan oleh seseorang dalam kehidupannya sehingga tanpa pendidikan, maka logikanya semua yang diimpikannya akan menjadi sangat sulit untuk dapat diwujudkan.
Namun, beberapa orang yang berpendidikan tidak dapat meraih sukses dalam perjalanan hidupnya. Karena dia adalah orang yang tidak dapat menghargai seberapa pentingnya pendidikan dan mengembangkannya, hanya ingin meraih gelar dari program pendidikan yang pernah dilaluinya.
Faktanya, memang tidak semua orang yang berpendidikan sukses dalam perjalanan hidupnya, tetapi jika dilakukan perbandingan maka orang yang berpendidikan tetap jauh lebih banyak yang bisa mengecap kesuksesan dari pada orang yang tidak pernah mengecap pendidikan, baik pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan adalah alat untuk mengembangkan diri, mental, pola pikir dan juga kualitas diri seseorang.
Jika orang yang sudah dibekali ilmu saja terbukti masih ada atau bahkan banyak yang mengalami kegagalan, lalu bagaimana dengan mereka yang tidak dibekali ilmu sama sekali? Logikanya sudah pasti mereka akan lebih kesulitan dalam mengembangkan hal-hal yang diminatinya dengan tujuan untuk mendapatkan level kehidupan yang lebih baik. Proses hidup membutuhkan teori, dan dengan pendidikan lah teori tersebut bisa didapatkan.
Setelah kemerdekaan Indonesia, kehidupan warga-warganya pun mulai lebih baik. Dan lambat laun, pendidikan itu mulai menyebar disetiap pulau di Indonesia. Sekolah-sekolah dibangun untuk memenuhi kebutuhan para warganya. Dengan berbagai jenis sekolah yang dibangun, Indonesia menjadi salah satu Negara yang mempunyai lembaga pendidikan banyak.
Untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak Indonesia maka pemerinah juga membuat program wajib belajar 9 tahun, pencairan dana BOS dan pemerintah juga telah membuka SMP yang diperuntukkan bagi anak-anak yang putus sekolah, namun belum dapat menampung semua untuk anak-anak yang tidak memiliki ketidak mampuan dana dari orang tua.
Tidak terkecuali bagi mahasiswa yang ingin melanjutkan pendidikannya tentu juga akan mendapatkan beasiswa bagi pemerintah. Namun tentu tidak semua mahasiswa mendapatkan beasiswa yang diinginkan. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa zaman sekarang adalah zaman yang harus menuntut manusia untuk memiliki pendidikan yang baik dan dihalangi dengan adanya biaya untuk pendidikan itu sendiri.
Jika pendidikan telah menyebar luas di setiap pulau-pulau, provinsi, dan wilayah-wilayah di Indonesia, tidak salah jika Negara kita ini patut mendapat sebutan ‘Indonesiaku Negri Berpendidikan’. Namun, tidak akan dipercaya lagi jika orang-orang yang berpendidikan malah menjatuhkan nama baik Indonesia. Seperti halnya para pejabat ataupun orang berpendidikan lainnya, mereka tega memakan hak milik warga kecil dengan berkorupsi.
Meski seorang pejabat yang martabatnya lebih unggul dengan pendidikan yang lebih tinggi pula, mereka hanya bisa membodohi rakyat-rakyat yang mempunyai pendidikan lebih rendah darinya. Padahal rakyat tersebut hanyalah warganya sendiri yang harusnya disejahterakan bukan malah ditindas dan diabaikan.
Hakekat manusia ialah makhluk yang membutuhkan. Maka dari itu dibutuhkannya pendidikan bagi setiap individu terkait. Karena dengan adanya pendidikan, manusia akan lebih mengetahui mana yang harusnya dia kerjakan dan tidak dia kerjakan. Sebagaimana kehidupan di muka bumi ini, setiap Negara memerlukan pendidikan bagi semua warga masyarakatnya.
Seperti halnya di Indonesia, Negara yang memiliki rating pendidikan cukup rendah, karena keterpurukannya terhadap kemajuan Negara. Para pemerintah kurang berimplementasi terhadap pendidikan pada masyarakat sekitar. Sehingga, kurangnya tenaga pendidikan selalu menjadi salah satu faktor penurunan pendidikan.
Masalah pendidikan yang ada di Negara kita ini sungguh sangat disayangkan sekali. Mulai dari sekolah-sekolah yang berada pada pelosok desa tertentu, memiliki banyak kekurangan dari segi kualitas sekolah, fasilitas gedung sekolah yang masih sangat kurang, para pengjar yang belum sesuai standar dan hanya diperbantukan, serta para murid-murid yang tidak melanjutkan sekolahnya hingga lulus.
Beberapa masalah pendidikan yang telah terjadi di Indonesia, negri kita tercinta ini sangatlah memprihatinkan. Jika tidak adanya perbaikan, maka negri kita ini akan terus tertinggal dan kembali lagi terjajah secara tidak langsung. Karena dengan menurunnya pendidikan, para warga akan patuh dengan mudahnya jika hanya ditawari dengan harta dan tidak menghiraukan kalau sebenarnya mereka sedang diijak-injak.
Globalisasi yang sedang terjadi saat ini adalah sebuah fakta tidak bisa diingkari. Revolusi teknologi, informasi dan komunikasi menjadikan dunia ini tanpa batas. Kita bisa mengetahui sesuatu yang terjadi dibelahan dunia dalam hitungan detik melalui internet dan lain-lain. Pengetahuan dan teknologi menjadi garda depan yang harus diprioritaskan dalam era globalisasi.
Negara kita Indonesia, dalam pengetahuan dan teknologi masih berada jauh dibawah negara-negara maju. Indonesia masih menjadi bangsa konsumen yang senang menikmati produk globalisasi. Sebenarnya, ada beberapa langkah yang bisa diambil Indonesia untuk menghadapi globalisasi ini. Pertama, mengirim kader-kader terbaik ke negara-negara maju untuk menyerap pengetahuan dan teknologi mereka, kemudian pulang kampung untuk mengembangkannya di negeri sendiri. Kedua, menggalakkan penelitian dan pengembangan disemua lembaga dan bidang untuk menghasilkan temuan-temuan baru yang orisinal dan spektakuler. Ketiga, memperkokoh karakter bangsa, khususnya kader-kader muda yang baru aktif di bangku sekolah dan kuliah. Sebagai calon generasi masa depan bangsa. Karakter bangsa harus diperkokoh, sebab globalisasi tidak hanya membawa dampak positif, tetapi juga negatif. (Jamal Ma’mur Asmani, 2011)
Pada kutipan buku yang tertera diatas karya Jamal Ma’mur Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Dapat kita simpulkan bahwasanya didalam dunia pendidikan sangat diperlukan pengembangan kepada para generasi-generasi muda saat ini untuk mepertahankan kemerdekaan Negara kita serta lebih memajukan pendidikan yang mulai memudar.
Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh perkembangan globalisasi, di mana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Era pasar bebas juga merupakan tantangan bagi dunia pendidikan Indonesia, karena terbuka peluang lembaga pendidikan dan tenaga pendidik dari mancanegara masuk ke Indonesia. Untuk menghadapi pasar global maka kebijakan pendidikan nasional harus dapat meningkatkan mutu pendidikan, baik akademik maupun non-akademik, dan memperbaiki manajemen pendidikan agar lebih produktif dan efisien serta memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan.
Ketidaksiapan bangsa kita dalam mencetak SDM yang berkualitas dan bermoral yang dipersiapkan untuk terlibat dan berkiprah dalam kancah globalisasi, menimbulkan dampak positif dan negatif dari dari pengaruh globalisasi dalam pendidikan dijelaskan dalam poin-poin berikut: yang pertama adalah dampak positif globalisasi terhadap dunia pendidikan Indonesia
Pada pengajaran interaktif multimedia, kemajuan teknologi akibat pesatnya arus globalisasi, merubah pola pengajaran pada dunia pendidikan. Pengajaran yang bersifat klasikal berubah menjadi pengajaran yang berbasis teknologi baru seperti internet dan computer. Apabila dulu, guru menulis dengan sebatang kapur, sesekali membuat gambar sederhana atau menggunakan suara-suara dan sarana sederhana lainnya untuk mengkomunikasikan pengetahuan dan informasi. Sekarang sudah ada computer. Sehingga tulisan, film, suara, music, gambar hidup, dapat digabungkan menjadi suatu proses komunikasi.
Dalam fenomena balon atau pegas, dapat terlihat bahwa daya itu dapat mengubah bentuk sebuah objek. Dulu, ketika seorang guru berbicara tentang bagaimana daya dapat mengubah bentuk sebuah objek tanpa bantuan multimedia, para siswa mungkin tidak langsung menangkapnya. Sang guru tentu akan menjelaskan dengan contoh-contoh, tetapi mendengar tak seefektif melihat. Levie dan Levie (1975) dalam Arsyad (2005) yang membaca kembali hasil-hasil penelitian tentang belajar melalui stimulus kata, visual dan verbal menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan hasil belajar yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat kembali, dan menghubung-hubungkan fakta dengan konsep.
Kemudian pada perubahan corak pendidikan, mulai longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk berkompetisi dan tekanan institusi global, seperti IMF dan World Bank, mau atau tidak, membuat dunia politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan perubahan. Lahirnya UUD 1945 yang telah diamandemen, UU Sisdiknas, dan PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) setidaknya telah membawa perubahan paradigma pendidikan dari corak sentralistis menjadi desentralistis. Sekolah-sekolah atau satuan pendidikan berhak mengatur kurikulumnya sendiri yang dianggap sesuai dengan karakteristik sekolahnya. Kemudahan Dalam Mengakses Informasi Dalam dunia pendidikan, teknologi hasil dari melambungnya globalisasi seperti internet dapat membantu siswa untuk mengakses berbagai informasi dan ilmu pengetahuan serta sharing riset antarsiswa terutama dengan mereka yang berjuauhan tempat tinggalnya.
Pembelajaran Berorientasikan Kepada Siswa Dulu, kurikulum terutama didasarkan pada tingkat kemajuan sang guru. Tetapi sekarang, kurikulum didasarkan pada tingkat kemajuan siswa. KBK yang dicanangkan pemerintah tahun 2004 merupakan langkah awal pemerintah dalam mengikutsertakan secara aktif siswa terhadap pelajaran di kelas yang kemudian disusul dengan KTSP yang didasarkan pada tingkat satuan pendidikan. Di dalam kelas, siswa dituntut untuk aktif dalam proses belajar-mengajar. Dulu, hanya guru yang memegang otoritas kelas. Berpidato di depan kelas. Sedangkan siswa hanya mendngarkan dan mencatat. Tetapi sekarang siswa berhak mengungkapkan ide-idenya melalui presentasi. Disamping itu, siswa tidak hanya bisa menghafal tetapi juga mampu menemukan konsep-konsep, dan fakta sendiri.
Yang kedua ialah dampak negatif globalisasi terhadap dunia pendidikan Indonesia. Komersialisasi Pendidikan, era globalisasi mengancam kemurnian dalam pendidikan. Banyak didirikan sekolah-sekolah dengan tujuan utama sebagai media bisnis. John Micklethwait menggambarkan sebuah kisah tentang pesaingan bisnis yang mulai merambah dunia pendidikan dalam bukunya “Masa Depan Sempurna” bahwa tibanya perusahaan pendidikan menandai pendekatan kembali ke masa depan. Salah satu ciri utamanya ialah semangat menguji murid ala Victoria yang bisa menyenangkan Mr. Gradgrind dalam karya Dickens. Perusahaan-perusahaan ini harus membuktikan bahwa mereka memberikan hasil, bukan hanya bagi murid, tapi juga pemegang saham.(John Micklethwait, 2007:166). .
Bahaya Dunia Maya. Dunia maya selain sebagai sarana untuk mengakses informasi dengan mudah juga dapat memberikan dampak negative bagi siswa. Terdapat pula, Aneka macam materi yang berpengaruh negative bertebaran di internet. Misalnya: pornografi, kebencian, rasisme, kejahatan, kekerasan, dan sejenisnya. Berita yang bersifat pelecehan seperti pedafolia, dan pelecehan seksual pun mudah diakses oleh siapa pun, termasuk siswa. Barang-barang seperti viagra, alkhol, narkoba banyak ditawarkan melalui internet. Contohnya, 6 Oktober 2009 lalu diberitakan salah seorang siswi SMA di Jawa Timur pergi meninggalkan sekolah demi menemui seorang lelaki yang dia kenal melalui situs pertemanan “facebook”. Hal ini sangat berbahaya pada proses belajar mengajar.
Ketergantungan. Mesin-mesin penggerak globalisasi seperti computer dan internet dapat menyebabkan kecanduan pada diri siswa ataupun guru. Sehingga guru ataupun siswa terkesan tak bersemangat dalam proses belajar mengajar tanpa bantuan alat-alat tersebut.
Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem pendidikan yang sekular-materialstik. Hal ini dapat terlihat antara lain pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi : Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, kagamaan, dan khusus dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Sistem pendidikan dikotomis semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia yang sholeh yang berkepribadian sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi.
Secara kelembagaan, sekularisasi pendidikan tampak pada pendidikan agama melalui madrasah, institusi agama, dan pesantren yang dikelola oleh Departemen Agama; sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah, kejurusan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas dan dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama. Pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius. Agama ditempatkan sekadar salah satu aspek yang perannya sangat minimal, bukan menjadi landasan seluruh aspek.
Pendidikan yang sekular-materialistik ini memang bisa melahirkan orang yang menguasai sains-teknologi melalui pendidikan umum yang diikutinya. Akan tetapi, pendidikan semacam itu terbukti gagal membentuk kepribadian peserta didik dan penguasaan ilmu agama. Banyak lulusan pendidikan umum yang ‘buta agama’ dan rapuh kepribadiannya. Sebaliknya, mereka yang belajar di lingkungan pendidikan agama memang menguasai ilmu agama dan kepribadiannya pun bagus, tetapi buta dari segi sains dan teknologi. Sehingga, sektor-sektor modern diisi orang-orang awam. Sedang yang mengerti agama membuat dunianya sendiri, karena tidak mampu terjun ke sektor modern.
Pendidikan bermutu itu mahal, itulah kalimat yang sering terlontar di kalangan masyarakat. Mereka menganggap begitu mahalnya biaya untuk mengenyam pendidikan yang bermutu. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) sampai Perguruan Tinggi membuat masyarakat miskin memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), dimana di Indonesia dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, komite sekolah yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah komite sekolah terbentuk, segala pungutan disodorkan kepada wali murid sesuai keputusan komite sekolah. Namun dalam penggunaan dana, tidak transparan. Karena komite sekolah adalah orang-orang dekat kepada sekolah.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu pemerintah secara mudah dapat melempar tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas.
Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sector yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).
Koordinator LSM Education network foa Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersalialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara kaya dan miskin.
Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya?. Kewajiban Pemerintahlah untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataan Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.
Fandi achmad (Jawa Pos, 2/6/2007) menjelaskan sebagai berikut. Mencermati konteks pendidikan dalam praktik seperti itu, tujuan pendidikan menjadi bergeser. Awalnya, pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan tidak membeda-bedakan kelas sosial. Pendidikan adalah untuk semua. Namun, pendidikan kemudian menjadi perdagangan bebas (free trade).
Tesis akhirnya, bila sekolah selalu mengadakan drama tahun ajaran masuk sekolah dengan bentuk pendidikan diskriminatif sedemikian itu, pendidikan justru tidak bisa mencerdaskan bangsa. Ia diperalat untuk mengeruk habis uang rakyat demi kepentingan pribadi maupun golongan.
Akibat paradigma pendidikan nasional yang sekular-materialistik, kualitas kepribadian anak didik di Indonesia semakin memprihatinkan. Dari sisi keahlian pun sangat jauh jika dibandingkan dengan Negara lain. Jika dibandingkan dengan India, sebuah Negara dengan segudang masalah (kemiskinan, kurang gizi, pendidikan yang rendah), ternyata kualitas SDM Indonesia sangat jauh tertinggal. India dapat menghasilkan kualitas SDM yang mencengangkan. Jika Indonesia masih dibayang-bayangi pengusiran dan pemerkosaan tenaga kerja tak terdidik yang dikirim ke luar negeri, banyak orang India mendapat posisi bergengsi di pasar Internasional.
Di samping kualitas SDM yang rendah juga disebabkan di beberapa daerah di Indonesia masih kekurangan guru, dan ini perlu segera diantisipasi. Tabel 1. berikut menjelaskan tentang kekurangan guru, untuk tingkat TK, SD, SMP dan SMU maupun SMK untuk tahun 2004 dan 2005. Total kita masih membutuhkan sekitar 218.000 guru tambahan, dan ini menjadi tugas utama dari lembaga pendidikan keguruan.
Dalam menghadapi era globalisasi, kita tidak hanya membutuhkan sumber daya manusia dengan latar belakang pendidikan formal yang baik, tetapi juga diperlukan sumber daya manusia yang mempunyai latar belakang pendidikan non formal.
Penyesuaian Pendidikan Indonesia di Era Globalisasi. Dari beberapa takaran dan ukuran dunia pendidikan kita belum siap menghadapi globalisasi. Belum siap tidak berarti bangsa kita akan hanyut begitu saja dalam arus global tersebut. Kita harus menyadari bahwa Indonesia masih dalam masa transisi dan memiliki potensi yang sangat besar untuk memainkan peran dalam globalisasi khususnya pada konteks regional.
Inilah salah satu tantangan dunia pendidikan kita yaitu menghasilkan SDM yang kompetitif dan tangguh. Kedua, dunia pendidikan kita menghadapi banyak kendala dan tantangan. Namun dari uraian di atas, kita optimis bahwa masih ada peluang. Ketiga, alternatif yang ditawarkan di sini adalah penguatan fungsi keluarga dalam pendidikan anak dengan penekanan pada pendidikan informal sebagai bagian dari pendidikan formal anak di sekolah.
Kesadaran yang tumbuh bahwa keluarga memainkan peranan yang sangat penting dalam pendidikan anak akan membuat kita lebih hati-hati untuk tidak mudah melemparkan kesalahan dunia pendidikan nasional kepada otoritas dan sektor-sektor lain dalam masyarakat, karena mendidik itu ternyata tidak mudah dan harus lintas sektoral.
Semakin besar kuantitas individu dan keluarga yang menyadari urgensi peranan keluarga ini, kemudian mereka membentuk jaringan yang lebih luas untuk membangun sinergi, maka semakin cepat tumbuhnya kesadaran kompetitif di tengah-tengah bangsa kita sehingga mampu bersaing di atas gelombang globalisasi ini.
Yang dibutuhkan Indonesia sekarang ini adalah visioning (pandangan), repositioning strategy (strategi) , dan leadership (kepemimpinan). Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah beranjak dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-tahapan yang juga jelas, dan komitmen semua pihak serta kepemimpinan yang kuat untuk mencapai itu, tahun 2020 bukan tidak mungkin Indonesia juga bisa bangkit kembali menjadi bangsa yang lebih bermartabat dan jaya sebagai pemenang dalam globalisasi.
Jangan meyakini opini sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab. Apa pun alasannya, setiap orang tetap membutuhkan pendidikan. Meskipun pendidikan tidak menjamin kesuksesan seseorang, namun pendidikan akan membekali anda kualitas diri yang lebih baik sehingga anda akan lebih berpeluang untuk mendapatkan apa yang anda cita-citakan. Pendidikan merupakan alat terpenting untuk merealisasikan semua impian anda. Pendidikan adalah prioritas untuk menjuju kearah yang lebih baik, dan masa depan yang lebih layak buat Anda.
Tujuan pendidikan nasional pada umumnya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indoensia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Dengan adanya pendidikan, maka akan timbul dalam diri seseorang untuk berlomba-lomba dan memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan. Pendidikan merupakan salah satu syarat untuk lebih memajukan pemrintah ini, maka usahakan pendidikan mulai dari tingkat SD sampai pendidikan di tingkat Universitas.
Pada intinya pendidikan itu bertujuan untuk membentuk karakter seseorang yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Akan tetapi disini pendidikan hanya menekankan pada intelektual saja, dengan bukti bahwa adanya UN sebagai tolak ukur keberhasilan pendidikan tanpa melihat proses pembentukan karakter dan budi pekerti anak.
Namun, selama ini pendidikan nasional di Indonesia tidak menentu arah dan tujuannya. Padahal, dalam masyarakat dunia yang berubah cepat, tujuan pendidikan suatu bangsa haruslah jelas. Meskipun harus dinamis mengikuti perkembangan zaman, tujuan pendidikan nasional harus tetap bertolak pada kebudayaan Indonesia.
Pakar pendidikan HAR Tilaar menegaskan, pendidikan di Indonesia belum memiliki arah tujuan yang jelas untuk menyiapkan manusia-manusia yang cakap, kreatif, dan bertanggung jawab. Padahal, Indonesia sudah harus menciptakan generasi emas yang diharapkan bisa memajukan kehidupan bangsa.
Tilaar mengatakan, kunci perubahan dalam pendidikan serta membangun sumber daya manusia berkualitas sepenuhnya ada di tangan guru.
“Karena perannya yang sangat penting, guru wajib dilibatkan secara aktif dalam perumusan kebijakan pendidikan. Sayangnya, selama ini guru atau organisasi guru tidak dilibatkan secara aktif oleh pemerintah,” kata Tilaar.
Untuk meningkatkan peran guru, Tilaar mengusulkan agar penanganan guru kembali disentralisasi. Sebab, dengan desentralisasi, guru seperti sekarang. Guru sering dijadikan komoditas politik oleh elite politik lokal. Guru sering dalam posisi terjepit karena dilibatkan dalam aktivitas politik.
Syawal menambahkan, kualitas mayoritas guru yang masih rendah bukan sepenuhnya salah guru. Ini disebabkan selama ini guru jarang mendapatkan pelatihan. Oleh karena itu, mulai tahun ini guru akan memperoleh pelatihan berkala secara spesifik pada kebutuhan materi-materi yang dirasa menjadi kekurangan setiap guru.
Jusuf Kalla pada kesempatan ini mengemukakan, pendidikan menjadi kunci untuk meningkatkan kemampuan bangsa melakukan sesuatu agar bisa bersaing dengan komunitas internasional. Kemampuan itu lebih dititikberatkan pada keterampilan dan penguasaan pada teknologi yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Dengan semakin berkembangnya manusia, berkembanglah pula ilmu pengetahuan dan teknologi di segala bidang. Itu semua mengharuskan pendidikan menyesuaikan langkahnya jika ingin tetap relevan. Hal itu menjadikan pendidikan menjadi kian mahal, satu kenyataan yang sering kurang disadari oleh banyak orang. Di lain pihak berkembangnya umat manusia mendorong makin banyak orang untuk maju dan tak mau tertinggal. Dan mereka semua memerlukan pendidikan yang lebih baik. Akibatnya, baik faktor kualitas maupun kuantitas pendidikan tidak dapat bisa diabaikan. Pendidikan harus diselenggarakan secara bermutu dan adil merata bagi seluruh rakyat. Maka, pendidikan yang sudah mahal, karena harus mencapai kualitas, menjadi semakin mahal karena harus melayani pula kuantitas.
Meskipun demikian peranan TI diangga sangat penting dalam dunia pendidkan. Pendidikan suatu bangsa merupakan tolak ukur kemampuan suatu bangsa. Oleh karena itu, pemanfaatan TI dihararapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan kita. Salah satu cara pemanfaatan TI adalah melalui pembelajaran di kelas yang berfasis teknologi dan informasi. Guru sebai tenaga pengajar yang professional harus tahu dan paham akan pentingnya TI dalam pembelajaran pada saat ini.
Profesionalisme dalam pendidikan tidak lain ialah seperangkat fungsi dan tugas dalam lapangan pendidikan berdasarkan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusus di bidang pekerjaan yang mampu menekuni bidang profesinya selama hidupnya. Mereka itu adalah para guru yang profesional yang memiliki kompetensi keguruan berkat pendidikan atau latihan di lembaga pendidikan guru dalam jangka waktu tertentu. Diharapkan dengan pemanfaatan TI ini guru dapat meningkatkan profesionalisme dalam mengajar dan dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
Dari beberapa kutipan diatas, dapat diambil keimpulan bagi para guru harusnya lebih memperhatikan perkembangan anak didiknya. Guru adalah salah satu alternatif untuk perkembangan murid, sehingga jika guru tidak dapat mengelola muridnya maka pendidikan juga tidak akan maju.
Untuk para siswa saat ini, dibutukkannya pengetahuan tentang iptek serta kebudayaan-kebudayaan di negri Indonesia kita ini, agar meraka tidak luput dari ketinggalan Negara-negara lainnya. Dan tetap dalam perkembangan pendidikan di negri kita ini.
Siswa yang memahami iptek serta tertanam nilai-nilai budaya bangsa di dalam dirinya akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Mereka akan menjadi generasi muda yang unggul dari sisi iptek dan juga memiliki daya saing global tanpa kehilangan kecintaan serta semangat pengabdian pada bangsa dan Tanah Air.
Di Indonesia, banyak problematika yang terkait tentang pendidikan sangatlah banyak. Diantaranya: Indeks pembangunan pendidikan untuk semua atau education for all (EFA) di indonesia menurun tiap tahunnya. Hal ini disebabkan oleh jumlah anak yang putus sekolah sangatlah banyak dikarnaka biaya yang sangat tinggi. Maka dari itu, dibutuhkanya kerjasama dengan pihak-pihak yang mampu memberi penggalaan dana terhadap anak-anak yang kurang mampu.
Kemudian, mutu guru dan kualitas kurikulum yang belum standar. Mutu maupun kualitas seorang guru masih sangat kurang, karena banyak dari mereka belum memenuhi standar profesional guru. Sedangkan kualitas kurikulum sendiri juga belum dapat disebut sesuai, karena di Indonesia hampir setiap tahun mengalami perombakan dan belum adanya standar kurikulum yang digunakan. Sehingga jika sering terjadi perombakan, maka proses penyesuainnya akan lama. Maka dari itu, adanya pengarahan juga pendampingan bagi guru-guru untuk dapat meningkatkan kualitas mereka. Dan juga bagi tim penyusun kurikulum, sebaiknya lebih memperharikan kesesuaian kurikulum terhadap para peserta didiknya.
Lalu ada juga infrastruktur pendidikan masih menjadi hantu bagi pendidikan di Indonesia. Hal ini dikarenakan masih banyaknya sekolah-sekolah yang belum menerima bantuan untuk perbaikan, sedangkan proses perbaikan dan pembangunan sekolah yang rusak atau tidak layak dilakukan secara sporadis sehingga tidak kunjung selesai. Maka dari itu, kita membutuhkan lembaga perantara yang dapat berperan membantu manajemen sekolah untuk mengembangkan kerjasama dengan instansi-instansi terkait, guna memperoleh dana pengembangan infrastruktur sekolah. Tidak hanya itu, lembaga tersebut juga dapat menggalang dana dari sponsor untuk perbaikan bangunan sekolah yang hampir rusak di wilayah terpencil.
Untuk keadaan Indonesia saat ini yang akan diadakannya pemilu, untuk menentukan pemimpin yang akan datang. Pastilah semua warga kita menginginkan seorang pemimpin yang dapat menjadi panutan maupun tauladan. Sehingga banyak diantara para calon melakukan kampanye untuk mencari dukungan kepada para rakyatnya.
Telah kita ketahui juga bahwasanya setiap orang itu sama saja, jika mereka telah memiliki sebuah tahta pasti akan melupakan kerabatnya ataupun janji yang pernah diutarakannya. Meski bersikeras untuk tetap menepati janji dan akan mensejahterakan rakyatnya, dengan perubahan jabatan tersebut sangat sulit untuk mempertahankannya.
Sehingga tidak sedikit dari orang-orang yang telah terpilih menjadi pemimpin telah mengecewakan para warganya sendiri. Maka dari itu, ketika kita ingin memilih seorang pemimpin jangan hanya tergiur dari janji-janji mereka saja, kita juga harus mempertimbangkan bukti kesungguhannya untuk benar-benar sanggup menjadi pemimpin bagi kita kelak.
No comments:
Post a Comment