Sunday, 1 June 2014

Membangun Pendidikan - Bangun Pendidikan Indonesia dengan 2C

Ironis. Ternyata negara yang paling besar dengan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah ruah harus memosisikan indeks pendidikannya pada posisi yang jauh, bahkan sangat jauh. Kalah dengan negara kecil seperti Singapura dan Finlandia. Sistem pendidikan pada kedua negara tersebut tergolong maju. Sungguh, ini merupakan tamparan keras bagi Indonesia.

            Jika kita berbicara sistem pendidikan Indonesia sekarang, jauh dari harapan ideal. Buktinya saja, institusi pendidikan yang tujuan utamanya mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) handal, memiliki integritas dan berkualitas justru melahirkan pengangguran intelek. Hal ini disebabkan oleh sistem pembelajaran di Indonesia masih kaku. Para pelajar dijejalkan dengan kurikulum yang njelemit dengan serangkaian tes yang rumit. Lebih dari itu, teknik pengajaran yang dilakukan tak berjiwa dan mentah.

            Potret pendidikan negeri ini pun semakin suram dengan kondisi akses pendidikan yang tidak merata dan infrastruktur yang tak layak di banyak daerah. Sungguh, miris! Sebenarnya Indonesia mampu menerapkan sistem pendidikan yang lebih baik untuk kedepannya. Tetapi, hanya segelintir orang yang memahaminya. Maka dari itu, ada beberapa unsur guna mmembangun pendidikan Indonesia yang lebih unggul dan memiliki nilai lebih ketimbang dari negara lainnya.

            Pertama, seluruh lapisan yang termasuk didalamnya harus clean alias bersih, baik pemerintah – selaku pemangku kekuasaan maupun tenaga pendidik. Bersih yang dimaksudkan di sini adalah bersih dalam berpikir, berkata, dan berbuat.

            Seorang guru harus berpikir jernih kepada anak muridnya sebelum berkata dan bertindak. Jangan pernah membuat semangat anak didik redup lantaran sang pendidik membentak atau bahkan sampai memukul. Besarkan hati mereka dengan kata-kata motivasi ketika mereka melakukan kesalahan. Sehingga hal tersebut memupuskan rasa malu dan dendam pada diri anak didik. Dengan begitu pula, proses belajarnya tidak akan terhambat.

            Selanjutnya, pemerintah yang memiliki kewajiban utama menyukseskan pendidikan, dituntut untuk lebih bersih, terutama dalam menyalurkan bantuan pendidikan. Memprihatinkan! Katanya setiap tahun bermiliaran rupiah dialokasikan dana untuk pendidikan. Nyatanya di lapangan masih banyak kita temukan gedung sekolah yang bocor, anak putus sekolah, akses jalan ke sekolah tak layak, dan sederet peristiwa lainnya. Mengalir kemana uang-uang tersebut? Coba saja pemerintah yang menangani bidang pendidikan lebih bersih dan serius memberikan bantuan, rasanya peristiwa miris tersebut tak akan menghiasi potret pendidikan di negeri ini.

            Point yang kedua adalah character(karakter).Guna melahirkan lulusan institusi pendidikan yang berkarakter kuat, maka sang guru harus kuat pula karakternya. Selain sebagai pengajar, guru yang berkualitas baik adalah seorang pembimbing, pendidik, dan pemberi inspirasi kepada anak didiknya.

            Sayangnya, banyak kita temukan guru yang tidak memiliki karakter kuat. Masih ada guru yang melakukan diskriminasi kepada anak didik, membanding-bandingkan, menyodorkan PR yang begitu banyak, tidak menciptakan metode baru dalam mengajar, dan kadang sikap guru yang sangar bin bengis justru membuat anak didik takut untuk berkomunikasi. Padahal jika guru membuka ruang komunikasi dan memberikan rasa kasih sayang tanpa membedakan murid yang diajarnya, dijamin proses belajar-mengajar akan lebih meneduhkan hati dan mengikis mental takut pada diri anak didik.

            Dan yang tak kalah penting, pengajar yang memiliki karakter kuat mulai dari saling berbagi, mengajar dengan kerendahan hati, selalu memberikan motivasi, menanamkan nilai moral yang baik, menghadirkan suasana belajar yang nyaman, kreatif dan inovatif menciptakan metode pembelajaran,  terus menggali potensi anak didik dan memberikan ruang untuk pengembangan diri, maka implikasinya akan melahirkan generasi penerus bangsa yang unggul.

            Di sisi lain, karakter pemerintah, baik pusat maupun daerah sebagai penyelenggara pendidikan dinilai masih lemah, tak sigap. Terbukti, masih banyak masalah pendidikan lamban diatasi bahkan belum terselesaikan. Jika ditarik kesimpulannya, hal ini dilatarbelakangi oleh kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat atau kementerian pendidikan dengan pemerintah provinsi, kota atau kabupaten.

            Ditambah lagi dengan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan tanah air yang belum teratur, membuat Indonesia semakin jauh ketinggalan dengan negara sekaliber Finlandia.  Di Finlandia, pemerintahnya mempunyai kebijakan gratis sekolah 12 tahun, menyokong penuh dalam hal infrastruktur dan fasilitas lainnya serta hampir tidak ada les tambahan dan tidak menganut penyelenggaraan Ujian Nasional dengan batas nilai tertentu.

            Sementara kita? Baru sebatas wajib belajar 9 tahun. Biaya sekolah masih terbilang tinggi. Tidak heran, jika banyak anak yang putus sekolah bahkan memilih tidak untuk mengenyam pendidikan. Ujian Nasional dinilai menghamburkan uang negara dan disinyalir terjadi tindak korupsi pada prosesnya. Dan yang paling mengkhawatirkan lagi, Ujian Nasional hanya membenamkan kreativitas dan membuat generasi muda kini penuh dengan tekanan.

            Disini, terlihat jelas ketidakberdayaan pemerintah menangani sektor pendidikan. Seharusnya pemerintah merenung. Melakukan instropeksi diri. Apa yang harus ditata ulang dan diperbaiki. Ada baiknya berkiblat pada sistem pendidikan negara-negara maju. Sehingga sistem pendidikan negeri ini dapat berubah menjadi lebih baik.

            Demikianlah ide yang dapat saya sumbang pada sektor pendidikan di tanah air.  Semoga poin 2C dapat diaplikasikan sebenar-benarnya sehingga terwujud pendidikan Indoensia yang unggul.

No comments:

Post a Comment