Sejak 2009, utang luar negeri Indonesia melonjak 50 persen dari Rp
1.590 triliun sampai dengan Rp 2.200 triliun per september 2013.
Lonjakan utang ini menunjukkan bahwa pemerintahan SBY, dengan Menko
Perekonomiannya Hatta Rajasa, tidak mencerminkan semangat untuk
mengurangi utang Indonesia, atau dengan kata lain gagal mengelola utang
Indonesia.
Karena itu, kata Direktur Eksekutif Pusat Kajian Trisakti, Fahmi Habcy, janji duet Prabowo-Hatta untuk me-nol-kan utang luar negeri pada 2019 bila dipercaya memimpin Indonesia sangat tidak masuk akal. Janji dan cita-cita ini sendiri tertuang dalam dokumen visi misi yang berjudul "Membangun Indonesia yang Bersatu, Berdaulat, Adil, Makmur serta Bermartabat" yang sudah diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagaiman disampaikan Wakil Ketua Umum PAN, Dradjad H Wibowo.
Karena itu, saran Fahmi, sebagaimana disampaikan kepada Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Jumat, 30/5), sebaiknya timses Prabowo-Hatta menanyakan dahulu kepada cawapres Hatta Rajasa kenapa ketika diberi amanat selama lima tahun menjadi Menko Perekonomian utang Indonesia terus bertambah. Sehingga publik tidak sekedar mendengar cita-cita setinggi langit namun bertabrakan dengan realita dan kinerjanya.
Ia pun mengungkapkan bahwa presiden ke depan mewariskan jejak kegagalan kebijakan ekonomi pemerintahan sebelumnya yaitu ancaman kelangkaaan listrik 2015 yang didepan mata akibat program kelistrikan Akselerasi I dan II yang tidak sesuai target, impor produk perikanan dan pertanian yang tinggi serta nilai tukar rupiah yang terpuruk.
"Tidak ada salahnya sekali-kali berpikir visi misi sambil berkaca di kolam yang jernih agar tidak terjebak dalam autisme berpikir. Publik menentukan calon presiden yang punya semangat anti-hutang mudah saja lihat saja profil keuangan para capres-cawapres tentang laporan kekayaan yang dilaporkan ke KPK. Siapa yang laporan utangnya nol persen," demikian politisi muda PDI Perjuangan ini.
Karena itu, kata Direktur Eksekutif Pusat Kajian Trisakti, Fahmi Habcy, janji duet Prabowo-Hatta untuk me-nol-kan utang luar negeri pada 2019 bila dipercaya memimpin Indonesia sangat tidak masuk akal. Janji dan cita-cita ini sendiri tertuang dalam dokumen visi misi yang berjudul "Membangun Indonesia yang Bersatu, Berdaulat, Adil, Makmur serta Bermartabat" yang sudah diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagaiman disampaikan Wakil Ketua Umum PAN, Dradjad H Wibowo.
Karena itu, saran Fahmi, sebagaimana disampaikan kepada Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Jumat, 30/5), sebaiknya timses Prabowo-Hatta menanyakan dahulu kepada cawapres Hatta Rajasa kenapa ketika diberi amanat selama lima tahun menjadi Menko Perekonomian utang Indonesia terus bertambah. Sehingga publik tidak sekedar mendengar cita-cita setinggi langit namun bertabrakan dengan realita dan kinerjanya.
Ia pun mengungkapkan bahwa presiden ke depan mewariskan jejak kegagalan kebijakan ekonomi pemerintahan sebelumnya yaitu ancaman kelangkaaan listrik 2015 yang didepan mata akibat program kelistrikan Akselerasi I dan II yang tidak sesuai target, impor produk perikanan dan pertanian yang tinggi serta nilai tukar rupiah yang terpuruk.
"Tidak ada salahnya sekali-kali berpikir visi misi sambil berkaca di kolam yang jernih agar tidak terjebak dalam autisme berpikir. Publik menentukan calon presiden yang punya semangat anti-hutang mudah saja lihat saja profil keuangan para capres-cawapres tentang laporan kekayaan yang dilaporkan ke KPK. Siapa yang laporan utangnya nol persen," demikian politisi muda PDI Perjuangan ini.
No comments:
Post a Comment