Saya
sangat setuju dengan pandangan anda dengan merujuk pada buku Richmond
Lloyd. Memang benar, bahwa kepentingan nasional adalah hulu untuk
merumuskan strategi. Justru gagasan yang mendasari proses pengambilan
keputusan terkait kepentingan nasional inilah yang jadi dasar
keprihatinan dan kegusaran saya.
|
Maka
itu fokus tulisan saya kemudian membahas secara rinci geopolitik
sebagai kerangka dasar penyusunan kepentingan nasional. Kepentingan
nasional disusun dan dirumuskan tidak berasal dari ruang hampa.
Melainkan melalui dinamika politik dan pergolakan pemikiran serta
kesadaran yang berkembang di kalangan “Pemangku Kepentingan” kebijakan
luar negeri dan pertahanan nasional kita.
betapa para elite nasional pengambil kebijakan strategis
kepentingan nasional kita saat ini, mengabaikan nilai strategis dari
Geopolitik sebagai dasar pertimbangan utama penyusunan kepentingan
nasional kita.
Setelah
tahapan ini disadari, yaitu betapa pentingnya geopolitik harus jadi
dasar pertimbangan strategis penyusunan kepentingan nasional, maka
pandangan Mbak Rahmawati dalam tulisan ini, kemudian menjadi relevan.
Abai
Geopolitik, itulah gagasan yang mendasari tulisan saya. Apalagi ketika
konstalasi global saat ini semakin mengindikasikan akan bergesernya
persaingan global Amerika Serikat versus Cina-Rusia dari kawasan Timur
Tengah dan Asia Tengah (Heartland), ke kawasan Asia Pasifik.
Jika Indonesia, khususnya para pemangku kepentingan (stakeholders) kebijakan
luar negeri dan pertahanan kita abai geopolitik, maka tak akan mungkin
menyusun dan merumuskan kepentingan nasional di bidang politik luar
negeri dan pertahanan yang akan mampu memanfaatkan momentum pergeseran
sentral geopolitik dari kawasan Heartland (daerah jantung) ke Asia Pasifik, demi kepentingan nasional RI.
Indonesia bisa merdeka pada 17 Agustus 1945, karena para founding fathers
kita seperti Bung Karno, Dr Samratulangi, Mohammad Yamin, dan Tan
Malaka, berkat kesadaran geopolitik dan pergeseran yang terjadi dalam
konstalasi internasional ketika itu. Karena para founding fathers
tersebut sudah bisa membaca tren bahwa pada awal 1940 akan pecah Perang
Asia Timur Raya, dan Jepang akan menjajah Indonesia, menggantikan
kedudukan Belanda.
Dan
ketika Jepang akhirnya kalah terhadap Amerika Serikat dan Sekutu,
kemudian terjadi kevakuman kekuasaan di tanah air, dan Indonesia
akhirnya memanfaatkan momentum tersebut untuk merdeka.
Hal itu bisa terjadi berkat kesadaran geopolitik para founding fathers, yang kemudian kesadaran dan wawasan geopolitik tersebut menjadi dasar penyusunan kepentingan nasional Indonesia.
Bahkan
di era Perang Dingin, ketika Indonesia sudah merdeka, Bung Karno dan
para elit nasional RI, berhasil membaca konstalasi geopolitik global,
sehingga mampu merumuskan kepentingan nasional yang strategis bagi
Indonesia.
Munculnya
konsepsi politik luar negeri RI yang bebas dan aktif, Konferensi
Asia-Afrika April 1955 maupun KTT Gerakan Non Blok 1961, bukan sekadar
kemampuan Indonesia menghindarkan diri dari pertarungan dua kutub antara
AS versus Uni Soviet dan Cina.
Melainkan pada saat yang sama mampu
menjadikan Indonesia beserta negara-negara Asia-Afrika, maupun
negara-negara berkembang lintas kawasan, sebagai Kekuatan Ketiga.
Kekuatan alternatif di luar dua kutub yang sedang bertarung dalam Perang
Dingin antara 1950-an hingga 1980-an.
|
No comments:
Post a Comment